Stop punya pemikiran pengen keliat wah waktu nikah... Ganti sama pemikiran jangka panjang setelah nikah ... Biaya nikah itu murah ego yg bikin mahal.. daripada uang dipake biaya nikah puluhan sampe ratusan juta habis cuman 6 jam lebih baik dipake buat beli rumah ... Rumahku adalah Surgaku, Nikahku adalah Ibadahku.😊
Fenomena yang dibahas Bang Helmy ini sungguhan terjadi di negara-negara lain,salah satu contohnya Jepang.Dan negara-negara ini adalah negara-negara yang maju.Indonesia saat ini bergerak ke arah negara yang maju,bukan tidak mungkin minat anak muda Indonesia terhadap hunian,rumah tangga,mempunyai keturunan juga sebelas duabelas dengan anak-anak muda di negara-negara seperti halnya Jepang.Fakta membuktikan telah terjadi disrupsi dalam berkarir,anak muda tidak lagi tertarik bekerja kantoran,mereka lebih menikmati bekerja di kafe.Bahkan anak kuliah tidak lagi belajar kelompok di rumah salah satu teman mereka,mereka menikmati mengerjakan tugas kuliah di kafe dan tempat yang asik buat nongkrong.Ini fenomena serius yang jika tidak dipikirkan dari sekarang akan menjadi bom waktu di lima sampai sepuluh tahun ke depan.Dan apakah saat itu masyarakat siap dengan fenomena ini.Lihatlah fenomena yang terjadi di negara-negara seperti Jepang,Korea,China.Tidak hanya disrupsi perilaku anak muda tapi disrupsi tentang budaya kerja,tentang bisnis properti.Tolonglah semua pihak dengan kepala dingin mau bersama berempati dan bekerjasama untuk fenomena ini.Saat ini banyak sawah-sawah kita yang digarap oleh mereka yang lahir tahun 60ann atau 70an.Tapi generasi sesudahnya tidak lagi berminat menggarap sawah,mereka lebih tertarik bekerja kantoran,atau pabrik,atau proyek.Sawah-sawah juga sudah mulai ditinggalkan.Sementara generasi tahun 60an dan 70an,sudah berada di rentang usia 60 sampai 70 tahun.Generasi penerus petani juga sudah mulai menurun.Beruntung ada milenial-milenial yang mulai menggiatkan pertanian berbasis sosial media dan bersedia menjadi enterpreneur di bidang pertanian walau banyak tantangan di bidang itu mulai pupuk sampai obat pertanian yang tidak mudah.Ini hanya salah satu contoh saja bidang yang sudah mulai harus kita perhatikan demi ketahanan pangan dan ekonomi bangsa ini.Mari kita bersama menyatukan hati dan dengan kepala dingin memberikan sumbangsih demi kelangsunhan negara dan bangsa kita Indonesia demi kejayaan bangsa dan negara kita di mata dunia.Jika komen saya ada yang tidak berkenan saya mohon maaf dan koreksinya,karena saya hanya ingin bangsa ini menjadi bangsa yang maju,berdaulat,rukun,adil,saling mendukung dan berkelanjutan.Salam keberkahan buat semua.Terimakasih Bang Helmy dan team,sehat dan sukses selalu buat njenengan semua🙏🏻
Terima kasih pak Helmy ini yg kurasakan generasi milenial penghasilan GK sebanding dan harga properti sangat tinggi kadang penghasilan cukup aja buat kebutuhan sehari hari
Khusus yang gk punya kampung memang susah. Sejak kecil tinggalnya di kota. Salah satu Solusinya transmigrasi jilid 2 secara besar-besaran. Masih banyak pulau yang tidak berpenghuni di Indonesia.
Bukan gak setia sama pekerjaan Bang.tp skarang dmana mana semua ny kontrak Bang...dan perusahaan kbanyakan skarang seenak jidat ny aja mutusin dan mengeluarkan tanpa alasan yg jelas atau pun ksalahan .dan bahkan kerja d perusahaan BUMN pun kita d sodorkan kontrak bahkan biaya pendidikan sblum masuk kita tanggung sndiri. pas udah 3 tahun udah putus. Padahal saya loyal dan berpredikat Karyawan terbaik 3 x.
Negara asia memang seperti itu . Semua sektor profit margin tipis. Efeknya ekonomi jadi tidak berkualitas. Orang kerja siang malam gak cukup hidup layak. Saya tinggal di Belanda orang kerja sewajarnya 8 jam. Udah cukup hidup biasa. Disini bikin usaha memang susah tapi itu bikin usaha yang ada bertahan lama
Karena negara Indonesia sangatlah kapitalis, jika memegang falsafah Pancasila sila ke lima para konglomerat tidak punya jiwa-jiwa nasional sama sekali, semua nya di ambil keuntungannya, bagaimana mana mau nicil orang kerjanya kontrak setahu n diputus oleh perusahaan he, ya inilah undang-undang outsourcing. Dan pemerintah tidak menjalankan Pancasila sila ke empat dan sila ke lima dan UUD 45 , pasal 33 ayat 3.
benar sekali, itu faktanya.... bukan krn tidak setia.... jadi kalo tidak pindah bagaimana mau meningkatkan income. Sudah kontrak seenaknya, target dan tuntutan ditempat kerja yang terlalu tinggi. Jaman dulu itu setia, KARENA TIDAK ADA sistem kontrak dan outsourcing... sudah nyaman dan aman. jadi beda situasinya....
Ada bbrp poin: 1. Hukum real estate di Indonesia itu buruk. "Harga rumah mahal, tiap tahun naik 2%" ini disebabkan karena bbrp tokoh memberikan konsep "investasi tanah bakal selalu naik". Ini membuat bubble dan sudah mau akan meledak dan jatuh. Harga yg mereka pasang itu adalah harga ngarep bukan harga asli nya. Harga asli itu didapat ketika pembeli dan penjual memiliki kesepakatan harga. Bisa dilihat di jalan-jalan mulai banyak disewakan/dijual. Belum ada titik temu penjual dan pembeli karena harganya seakan-akan tinggi padahal nggak. 2. "UMR kita masih rendah". Ini bergantung sama supply dan demand beserta hukum yg berlaku (pajak, THR, dll). Pernah baca berita banyaknya pelamar untuk kerja di rumah makan cepat saji? Supply nya itu sudah terlalu banyak sedangkan demand sedikit. Wajar kalau UMR turun, bukan naik.... Belum lagi masalah pajak. Kemarin wacana pajak hiburan naik tinggi. Yg ada investor negara dan asing akan pergi mencari tawaran yg lebih baik. Investor cari untung bukan cari rugi. Bahkan ada pabrik2 yg berkabar kalau akan memindahkan pabriknya ke daerah lain dengan UMR yg lebih kecil. Kalau investor asing tinggal cari negara lain seperti Vietnam (kayak Apple). Kalau pabrik2, kantor2 pindah makan harga tanah/rumah akan turun sedangkan daerah tujuan selanjutnya akan tinggi. 3. Soal jarang nikah, punya anak, dan apartemen. Let's be real. Indonesia akan inflasi tinggi karena sistem demokrasi untuk negara yg IQ rendah dan minat baca rendah. Di pemerintahan banyak oknum2 yg KKN, orang jujur itu dikit dan akan ditugaskan ke tempat terpencil. Tinggal nunggu kapan. Saya sarankan untuk migrasi ke luar negeri saja daripada menunggu inflasi tinggi. Untuk apartemen, Indonesia wilayahnya luas. Gaada alasan untuk apartemen kecuali kalau padat seperti Jakarta. Umumnya tanah tapak masih lebih murah dibandingkan apartemen.
Harga rumah akan selalu naik . Tapi harga tanah blm tentu naik. Dikarenakan harga material bangunan selalu naik mengikuti inflasi. Yg paling benar adalah rusunama. Bisa seperti hdb di singapore. Jadi org yg berkeluarga boleh sewa yg 2BR. Kalo ada 2 anak sewa 3 BR. Apart harga masih ok, tapi ipl mahal. Jadi kalangan bawah ga sanggup.
Orang Jakarta kalau mau beli rumah atau perumahan nya di daerah pinggiran semacam Bekasi,Karawang dll.banyak sekali perumahan perumahan yang masih kosong dan bahkan terbengkalai.kerja di kota beli rumah di desa
Point #1 sangat valid krn orang tua saya jual rumah udh 2 tahun ga laku2. Ekspektasi kejual di 4M, rumah di daerah Rawamangun, JakTim. "Ekspektasi" harga rumah naik terus tp itu kalo laku. Ketika harga rumah udh ketinggian siapa yg mampu beli? Yg beli rumah 4M apa belinya pake KPR? Gajinya mesti brp tuh? Blm lagi orang2 lebih suka beli rumah baru drpd rumah 2nd yg mesti direnov. Yg cepet laku rumah2 under 1M krn mayoritas kemampuannya cuma segitu.
Apartemen harusnya jadi solusi dengan 2 syarat saja, harga terjangkau dan fasilitas umum yang memadai. Tidak ada apartemen yang mampu menerapkan itu. Bahkan apartemen "murah" yang disediakan dinas terkait tetap mahal dibanding rumah subsidi yang letaknya sangat jauh dari pusat kota.
Saya usai 37 Alhamdulillah udah punya rmh sendiri bang helmi,,krn saya nekad menjadi Tkw di luar negri saja dengan gaji per bln di atas 10jta sampe skrng gaji saya sudah mencapai 13jta/bln,,krn ketekadan itu akhir"y udah punya rmh sendiri tanpa hrs nyicil,,kl saya hanya mengandalkan penghasilan di Indonesia kyk'tdk mungkin,utk kalangan seperti sya,yg hanya berpendidikan minim
Bumi - air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar besar kemakmuran RAKYAT ...hanya slogan semata ada rakyat punya rumahnya berhektar2 luasnya.... ada yg sepetak 3 x 3 itupun sewa... benar2 ya ...Pemerintah tak Cakap mengaturnya hanya mencintai rakyatnya yg "tebal dompet" Semoga seluruh rakyat Indonesia 🇮🇩 bisa tebal dompet dan 1keluarga punya 1 Kapling rumah 10x20m....untuk standar kehidupan layak dan bahagia semoga.
saat ini banyak perusahaan sistem kerja kontrak, UUD cipta kerja mempermudah perusahaan utk cut pekerja... terlalu beresiko klo bikin cicilan rumah. belum lagi bunga KPR nya tinggi, belum biaya2 yg timbul. Pengembang jual rumah mahal kwalitas parah. sekarang sy banyak mengedukasi pasangan2 muda utk target beli Tanah dulu...tar bangun pelan2 pake konsep rumah tumbuh. selama belum terealiasi bangun rumahnya...gpp mgontrak aja dulu. yg penting tanah udah dikuasai...
Iya betul ini dan saya lebih memilih beli tanah di kampung lebih murah sesuai budget nanti bangun rumah di sana sambil nyambi bertani kalau ngarep gaji dari kerjaan gak bisa 😂
@@harismohammad1201tanah itu tergantung lokasi, semakin strategis maka akan semakin mahal, strategis maksudnya akses terhadap fasilitas publik lebih dekat, contoh dekat pasar, dekat RS, dekat pusat perbelanjaan.... Saya tinggal di kota Malang pinggiran harga tanah rata rata kisaran 4 juta/ meteer persegi..... Kalau ingin beli 100m² ya tinggal kalikan 100x4 jutaan kurang lebih di kisaran 400 jutaan untuk luas tanah 100m²
Pesan anak muda usia 20 tahun, mulai buat anggaran, giat menabung (bnyk pilihan investasi), menikah sederhana (buang gengsi), belilah rumah second yg lokasi strategis (jgn bnyk menuntut soal lingkungan), nego harga termurah, usahakan dp 50 persen dari harga rumah, KPR cicilan ringan, pastikan legalitas SHM. Cari dana tambahan sisihkan tabungan untuk melunasi rumah lebih cepat dari tenor. Berdoa, jujur dan perbanyak sedekah
Point atau nomer 3 relate bgt pak helmi, menurut saya sistem kerja outsorching itu adalah penjajahan di dunia modern Dengan outsourching, perusahaan tidak menghargai hasil kerja dan pengabdian karyawan nya
punya rumah bukan lagi keharusan sekarang,...banyak orang2 smp matinya beranak bercucu tinggal dikontrakan..gpp itu pilihan, harga rumah yg gk sanggup dibeli kecuali punya gaji ratusan juta
masalahnya bukan cuma harga beli rumah dan tanah yang tinggi, tapi biaya maintenancenya juga. Setiap beberapa tahun harus renov/pugar. Pajaknya juga tinggi, ada iuran lingkungan, dan harus siap keluar juta-jutaan kalau ada yg bocor atau rusak. Saya dulu beli rumah untuk investasi, tapi kalau dipikir-pikir lagi lebih baik tanah, ga ada biaya maintenancenya.
Mnurut sy tanah jg ada biayanya jg...krn rawan diserobot org ntah dibangun bangunan atau dipake buat berkebun(bgitu kita mau pake eh dy minta ganti rugi), digeser patoknya, atau dicuri hasil tanah tsb(klo ada pasirnya, batu galian C, dll)...jd scara berkala hrs di cek otomatis ada biaya transportasi dan jg hrs jalin hubungan baik dgn perangkat daerah dan warlok setempat...ini tentu ada biaya 🙂
Bener bngt Pak'Helmi, bukan'a ga mau bli Rumah. Rasa ingin sllu ada. Tp k'adaan Gaji dan pendapatan yg tdk mencukupi. Bagaimana bs k'beli Rumah, Orang Sy jg hrs bayar kontrak'kan. 25 thn Sy' Ngontrak trus, tp tetep aja Ga bs'2 jg buat K'bli Rumah. Krn K'terbatasan k'uangan. Sy' hny br'harap Doa, menunggu ada k'ajaiban dr Alloh' Subhanallohi Wata'Alloh Aaamiiinnn"🤲🤲🤲.
Pada dasarnya hal ini disebabkan harga rumah yg naik cepat sementara mayoritas milenial/genZ bergaji UMR (5 juta per bulan) bahkan masih banyak yg bergaji 2 juta perbulan. Dari total angkatan kerja kita 55% bekerja di sektor informal dgn penghasilan tidak menentu, belum ada jaring pengaman spt asuransi, dana darurat, dana pensiun. Jadi boro2 mau beli rumah, utk memenuhi kebutuhan sehari2 juga masih terasa berat. Sementara utk pekerja formal pun masih terkendala sistem kontrak (outsourcing) yg membuat berkurangnya benefit2 pengaman karena bukan merupakan pekerja tetap perusahaan tetapi pekerja dr perusahaan outsourcing yg bekerja di perusahaan klien. Sistem kontrak ini membuat karyawan was2 tiap tahunnya karena bisa saja kontrak tidak diperpanjang. Yah ujung2nya solusinya adalah sewa rumah karena pekerjaan yg tidak pasti.
Investasi di properti itu cuma gimmick. 😂 Cuma sekian persen yang bisa jual tinggi dan retyrn besar. Nyatanya renovasi juga besar, maintenance juga besar. Inflasi juga tinggi. Rumah baru banyak dibangun, juga digoreng. Yang udah beli lama, belum tentu bisa jual tinggi, belum tentu ada buyer nya. Pemerintah mesti intervensi harga rumah, terutama segmen apartemen 3br-4br, agar harganya bisa setara rumah menengah bawah. HGB apartemen mesti bisa 90 tahun. Agar rumah harganya pada drop, mesti bikin tandingan. Landed house ga ada lawan, jadi ga balance, ga heran harga naik terus, kegoreng terus, tapi yang berani beli sedikit. Mesti dilawan sama apartment di tengah kota diharga 1M an dengan layout setara rumah tapak. Dan supply yang besar. Dan dibikin pajak progresif.
Alhamdulillah pak helmy bisa dapet insight dari kita anak muda yang masih terkena efek daripada pemikiran orang tua kita, bawasanya punya rumah dulu baru menikah sudah gak relevan, kalo memang kalian bukan anak orang tajir yaaa cukup berat yaa, belum lagi ada temen-temen kita yang malah di bebankan oleh utang orantuanya, semoga kita semua bisa melwatinya dan para pemimpin bisa memikirkan masalah ini dengan cepat
Sama dengan saya Bang Helmi Yahya, saya penyandang tunanetra, usia 48 tahun Saya hanya bekerja sebagai juru pijat dan saya masih kost, belum bisa beli rumah sendiri, semua gara-gara kemiskinan orang tua saya. Tidak mungkin saya minta minta ke saudara saya, Mereka pun juga punya persoalan.
Bnyak org miskin yg bisa beli rumah akhirnya Jgn menyalahkan org tua sdangakn Tuhan memberi kita tanggung jawab sendri Lahir miskin itu takdir Hidup miskin itu pilihan Krn bnyak tuna netra yg bisa membangun rumah Krn pintar saving money
saat ini saya berumur 29 tahun 8 Bulan, dan apa yg disampaikan Pak Helmy diatas persis dengan apa yang saya pikirkan dalam 1 tahun belakangan ini, apalagi setelah mengenal yg namanya "Oportunity Cost" semuanya jadi terbuka dengan terang dan jelas.
Di Swiss sdh demikian krn property mahal ... kalo beli property rp 300jt/m2.. kalo sewa rp 300rb/m2/bulan .. thx p Helmy insightnya.. sangat berguna utk jd pertimbangan .
Pemerintah harus mengambil sikap untuk memberikan gaji yang besar dan pekerjaan tetap. Tidak hanya menguntungkan perusahaan saja. Gaji UMR, kerja kontrak akan berdampak pada keengganan generasi indonesia untuk menikah. hal ini sangat berbahaya di masa depan. kekurangan penduduk 10 s/d 20 tahun yang akan datang bisa terjadi.
Saya udah kerja 20th masih aja ngontrak beloman kebeli rumah.. dan pernah dapat omongan masuk surga ga ditanya punya rumah, itu menyemangati diri utk lebih baik jadinya ga terlalu mikirin punya rumah, disyukuri yg ada lebih mikirin nanti di akhirat siih..
Pingin punya rumah atau tempat tinggal itu susah untuk orang yang berpenghasilan pas pas an.bukan tdk mau tapi tdk mampu.duit hasil kerja sebulan sudah habis duluan dalam satu Minggu dua minggu
Setuju aku bang helmi. Pola pikir dan kenyataanku di lapangan ya seperti itu. Meskipun aku bkn generasi Z, tp mmg faktor2 yg disebutin itu, sesuai ama kondisi ku. ❤
Tinggal diapartemen cukup nyaman kalau masih bujangan atau baru nikah....kalau SDH punya anak ampun deh ....sumpek banget. Tapi rumah2 sekarang juga tanahnya udah kecil ditambah bangunannya juga seumprit. Banyakin transportasi yg bagus2 ajah kali ....biar tinggal dipinggiran bisa udaranya lebih sehat tp mau kerja juga ngak umpel umpelan kayak pepes ikan. Thank u pak Helmy.
Saya tau solusinya pak agar anak muda indonesia punya rumah... Yaitu kembali ke desa pelosok dan belajar bertani... Di desa pelosok pasti tanah murah dan bangun rumah seadanya dan makan seadanya dari menaman sendiri seperti dari singkong cabe dan kedelai... Tanam sendiri... Mudah mudahan dibaca Pak Helmi dan jadi solusi... Monggo di like... Biar dibaca Pak Helmi...
Solusi yg menciptakan masalah besar. Jika itu terjadi desa2 habis semua dibangun rumah. Bodoh nya org Indonesia yaitu menghancurkan alam demi kepentingan manusia. Menghancurkan desa demi bisa pergi keluar negeri untuk melihat desa di luar negeri. Solusinya stop pembangunan dan KB agar berhenti manusia lahir.
Kalau hanya skdar cukup makan di desa mencukup tp bagaimana dgn kebutuhan hidupnya menyekolahkan anak dan biaya2 hidup yg lain. Dulu air saja tanpa beli di sungai2 skrang di desa pun PDAM mempunyai tagihan listrik, tagihan air dan sbagainya
Betul sekali sangat setuju.. saya pun begitu beli tanah dikampung masih sangat terjangkau baru luas dan isinya pohon kopi dan cengkeh semua.. dikampung selain bertani kita juga bisa beternak kambing, ayam, lebah, dll intinya selagi ada kemauan InsyaAllah ada jalan. Sekarang juga kita hidup dijaman sosmed.. manfaatkan sosial media untuk cari peruntungan.. saya jualan madu di online Alhamdulillah kebutuhan bisa tercukupi, bisa membuka usaha lain dan bisa punya aset itu ini Jadi walaupun hidup dikampung InsyaAllah kita masih bisa berkembang
Setuju Pak Helmy.... Sehingga saat ini cari karyawan yang loyal dan mau serius bekerja itu semakin susah,semakin kecil prosentasenya.... Banyak anak muda saat ini... terutama yang saya temui,minim literasi sehingga banyak yang hidup hanya dalam angan angannya dan menyalahkan realita yang ada.... Terimakasih
Terimakasih om Helmy, saya mau sharing sedikit keluar dari topik tapi berkaitan dengan pertimbangan mencari tempat tinggal (beli/ngontrak). Beberapa tipe orang sangat concern terhadap kesehatan lingkungan, sudah pasti dipengaruhi faktor pendidikan, ekonomi dan spiritual. Beberapa rumah/kontrakan murah biasanya berasa di lingkungan yang "murah" (tanda kutip). Kualitas lingkungan sedikitnya berpengaruh kepada kualitas kesehatan hati dan pikiran, kemudian bila buka usaha apakah lingkungan jg bisa jadi support system yg baik. Mungkin ini bukan keresahan Gen Z, tp saya yakin kebanyakan orang terpaksa terjebak disebuah lingkungan yang "terbentuk" dengan pola yg kurang baik. Yang punya anak pasti kuatir tentang tumbuh kembang anak, yang sudah lamjut usia akan sangat perlu lingkungan tenang dan aksesibilitasnya baik. Realitanya lingkungan ideal seperti itu kebanyakan (tidak semua) ada di harga yang sangat-sangat mahal. Bagi Gen X dan Milenial, mungkin beberapa gen Z, membeli rumah adalah investasi seumur hidup, dan saat ada rejeki/kemampuan untuk membeli rumah, lingkungan yang ideal kadang tidak terjangkau.
Rasanya relate sekali Pak Helmy, orang tua saya selalu menyarankan utk mencicil rumah sedari sekarang. Bukannya nggak mau beli rumah, tapi saya ngerasa belum mampu aja, biasanya cuma cukup utk kebutuhan sehari-hari aja, jadi boro-boro kepikiran utk mencicil rumah. Akhir tahun kemarin di kantor saya melakukan PHK besar2an, dari kejadian itu saja nggak kebayang kalau saya punya cicilan rumah tapi kena PHK, pusingnya kyk gimana. Pertimbangan lain untuk menyewa rumah dulu sekarang, saya masih membuka opportunity bekerja di tempat lain dan mungkin di kota yang lain, jadi memiliki rumah sendiri bukan menjadi prioritas bagi saya saat ini. Ya jadi mungkin, menyewa rumah masih lebih baik buat saya saat ini. selain harga yang lebih terjangkau, dan rasanya memiliki rumah sendiri itu saat kita tahu mau menetap dan menghabiskan masa tua di mana.
Setuju pak, harusnya harga rumah bisa dikendalikan. Saya gen x, tapi mengerti yang dirasakan oleh milenial maupun gen z. Saya pun susah payah dan maksa untuk bisa dapat rumah. Harusnya kepemilikan properti ada pajak progresif seperti mobil, sehingga demand yang ada adalah real demand, bukan kebutuhan investasi. Properti untuk investasi sebaiknya dibatasi untuk ruko, kantor dan tempat usaha lainnya. Selain pajak progresif, baiknya juga ada limit jumlah properti hunian, misalnya di satu provinsi hanya boleh punya hunian sejumlah ortu plus anak²nya. Dengan demikian harga tidak akan terkatrol tinggi untuk hunian. Jangan sekali² memberikan subsidi, subsidi adalah pembodohan.
Kalian saja yang diberi penglihatan, bisa mengeluh seperti itu, Apalagi saya sebagai penyandang tunanetra, saya juga pengen punya rumah sendiri. Dan Itulah sebabnya kenapa aku belum menikah, meskipun umurku sudah 48 tahun. Aku masih kost teman-teman,
Pajak/pemda & bank berkepentingan dgn kenaikan berkala harga properti krn terkait dgn pendapatan yg ditargetkan kpd mrk pertahun. Pdhl di lapangan, harganya malah bisa di bawah njop saat benar2 terjual.
@@DDN_씨 Mengapa kau tanyakan itu? Apakah kau pikir, penyandang tunanetra itu tidak bisa mengetik menggunakan ponsel seperti pada umumnya kalian yang bisa melihat?
2:30 saya di kalbar, UMR 2jtan, tapi faktanya kebutuhan pokok malah lebih mahal daripada di Jawa, semua barang lebih mahal daripada di Jawa baik Primer -sekunder - tersier. Rumah juga kalau bangun jelas lebih mahal, mayoritas bahan bangunan juga berasal dari Jawa, belum lagi kondisi tanah yang akhirnya untuk membangun pondasinya membutuhkan bahan yg jauh lebih banyak dan padat
Dengan segala hormat ya bang Helmy, ini menurut saya kuncinya di para konglomerat property. Mereka semangat melambungkan harga, dan mengumpulkan keuntungan di satu sisi saja. Akibatnya sekarang sudah akan bubble property. Banyak yang gagal bayar, ga mampu beli, dan kelak mungkin ga akan ada lagi orang yang mau beli properti lagi.
Setiap orang punya proses ceritanya masing². Sy 15 thn menikah masih tinggal dirumah mertua hingga pada akhirnya mulai bisa bikin rumah step by step atau konsep rumah bertumbuh.
Kuli bangunan juga berjuang keras demi menafkahi keluarganya bro, begitupun dengan juga pemecah batu di gunung-gunung dengan Palu nya.mungkin bisa dipersempit lagi makna berjuang kerasnya yg seperti apa?
Rumah susun/apartemen bang solusinya, gak perlu tinggi2 sih bangunannya 4-5 lantai biar IPL tidak terlalu mahal. Ini juga mempermudah transportasi, sekolah, kesehatan dan layanan umum lainnya. Tapi luasnya yang memadai sekitar 45m². Daerah2 yang kumuh mungkin bisa dirubah jadi rumah susun. Perlu turun campur pemerintah sih ini.
Ada bbrapa faktor anak muda blm pnya rumah. (a) Pngen bgt tp belum mampu bayar cicilannya karena gajinya kecil (b) mngkin gajinya bs untuk cicilan rumah subsidi tp pengennya yg lokasinya deket kantor atau di jakarta yg pasti mahal (ga mau capek). (c) penghasilannya lumayan tp banyak cicilan lain termasuk pinjol..
Ditambah lagi gaya hidup, byk genz yg lebih pentingin spt hp terbaru. Jadi mereka gengsi untuk rumah yg menengah kebawah, padahal gak perlu rumah 1m yg 500jt banyak
Udah beberapa tahun merantau di Bali, makin kesini harga properti gila banget saingannya sama investor luar negeri & expat. Sedihnya yang punya uang pun selalu bangun dan beli properti, berharap area tersebut bakal rame suatu hari nanti. Nggak jarang ketemu komplek perumahan town house yg kosong2, udah mengorbankan area yg dulunya sawah ternyata nggak ditempati juga. Mungkin Perumnas bisa jadi harapan dan solusi dewasa muda yang beneran cari hunian.
Mereka yang kesulitan punya rumah, 1. Gaji UMR atau kurang dari UMR 2. Beban keluarga atau jumlah anak mempengaruhi biaya ekonomi keluarga 3. Kemampuan KPR jg sulit kalo tidak didukung EKonomi yang stabil 4. Rumah subsidi solusi, tapi lokasi yang cukup jauh, mempengaruhi ongkos 5. jaminan pekerjaan yang bisa kena PHK sewaktu-waktu
@@gurniansyahanwar9580 sesuain ama pendapatan, itu btw ngontrak dmn setahun 1 jt wkwkwk, setahun rata2 minimal 5 jt itupun di jawa timur di jkt uda 20 juta up keatas, kecuali 1 jt perbulan kosan di jkt.
Siapa yg gak mau punya rumah yg bagus dan keren.semuanya juga pasti mau.tapi apa daya di jaman sekarang tidak mudah juga untuk mewujudkan impian seperti itu
Saya seorang PNS Daerah (Guru) berada di Kota besar di luar pulau Jawa. Alhamdulillah masa kerja sudah 5 tahun dan usia pernikahan sudah 5 tahun juga. Punya anak 2 dan 1 istri (ibu rumah tangga). Usia saya 32 tahun. Faktanya dengan kondisi seperti saat ini untuk memiliki rumah sendiri belum mampu karena penghasilan 3 jutaan dengan tanggung jawab istri dan anak sangat sulit (bukan tidak bersyukur ya). Belum lagi harus juga memikirkan kebutuhan orang tua dan mertua. Betul kata Om Helmi, bahwa anak muda belum mampu untuk memiliki rumah sehingga semua steckholder bisa bergerak mengajak dan memfasilitasi anak muda untuk memiliki rumah.
benar sekali pak helmy apa yg sudah anda kemukakan sangat relevan dengan keadaan sekarang. semoga ada program pemerintah selain rukah subsidi mungkin kebijakan baru untuk KPR yg lebih terkangkau sehingga yg mereka penghasilan masih 2 jtan bisa lbh optimis akan bisa beli rumah.
Saya baru punya anak 1 usia 5thn , tinggal di kota sewa rumah 1 kamar , rencana mau nambah anak sampe mikir kalo punya 2 anak tidur nya dimana . Pendapatan tak menentu cuman bisa buat makan sama kebutuhan sehari-hari. Mau kredit rumah subsidi harus di kabupaten 1,5 jam perjalanan , saya tidak pernah berharap kepada pemerintah karena pemerintah telah dikuasai pengusaha perumahan konvensional
Betul sekali Pak Helmi. Saya sudah mulai bekerja di Umur 19 tahun. Sejak awal bekerja, sampai saat ini saya sudah terhitung sudah 5 kali pindah Kota, atau rata2 setiap 3 tahun sekali pindah perusahaan. Banyak yang menyarankan saya buat KPR saja, tapi saya tolak. tapi kayanya saya nggak cocok kalau di usia sekarang harus stuck di suat tempat saja buat beli rumah. Selain Takut Dosa Riba, saya khawatir jika harus terikat dengan rantai hutang selama puluhan tahun. Beli rumah berarti membangun keterikatan dengan suatu tempat. DI mana kondisi itu bisa membuat saya berat untuk pindah menerima tantangan baru dalam perkembangan karir saya. Mungkin kalau saya beli rumah dari dulu, karir saya akan gini-gini aja karena tetap stuck di tempat kerja yang sama. Untuk sekarang saya prefer menabung saja dulu, sembari membangun usaha sampingan. Jikalau sudah mantap mau menetap di suatu tempat, Insya Alloh saya akan beli rumah tanpa harus khawatir pindah. Kan rumah bisa dikontrakkan ? Saya nggak sanggup dengan drama2nya, apalagi kalau tidak ada orang yang bisa kita percaya untuk mengawasi rumah yang saya kontrakan.
Siapa yg g mau beli rumah semua pst mau, masalah nya gaji di Indonesia sgt rendah apa lg kl kerja yg tdk py beking/org dlm jgn harap gaji tinggi miris ya....
Buat middle class jabodetabek sebenernya bisa-bisa aja sih beli rumah, cuma yang terjangkau dapet nya jauh-jauh bisa di babelan, parung panjang, jonggol, dsb. Kerja misal di sudirman setiap hari PP dengan jarak sejauh itu ya stres.
Kak, rumah saya di parung panjang, private cluster. 1 km dr stasiun kereta. Kerja di pondok indah. Tiap hari saya berangkat di kereta krl jam 8.05. Turun stasiun kebayoran. Sampai kantor jam 9 teng. Masih aman2 aja mas. Udah 3 tahunan. Dari beli 390 jt, skrg udah di harga 550.
Real bgt saya punya teman di Singapura.. Dia sendiri bilang. Kl nanti saya menikah kl pekerjaan saya tdk lah bagus gajinya. Saya gk mau punya anak.. Karena punya anak mahal..
Selain harga nggak terkejar oleh penghasilan, di sisi lain bunga KPR kita itu memang mahal. Interest 6-8 % itu kalau disini masih bunga promo, yang akan naik ke 12-13% setelah durasi promonya habis. Sementara di negara lain, saya pernah baca bunga KPR hanya 1% dan paling mahal 4%, itu pun bunga normal, bukan bunga promo. Ya gimana anak muda berani ambil kredit rumah, bunganya aja mencekik gitu.
Sekarang harga rumah emang mahal. Kebnyakan sekarang kpr bunga nya tinggi. Skrng para banker pasang suku bunga tinggi, sekarang bunga per tahun kpr nya paling kecil 7%. Flat paling 3 tahunan. Tahun ke 4 dst bisa nyampe 10%an. Jd misal kita kpr 15 tahun. Bunga kita anggap flat 7%per tahun maka 7% x 15 = 105% bahasa gampangnya kpr beli 1 rumah dgn harga 2x lipat. Belum ada bahasa finalti atau sita, belum yg kita cicil itu bayarnya adalah 20% hutang 80% nya bayar bunga cicilan. Jd emang harus mikir panjang buat kpr. Belum lg harus ada syarat pegawai tetap. Yg pegawai kontrak bnyak gagal nya di tahap interview bankernya. Yg bnr mnding nabung emas batangan beli rumah nya cash semoga sanggup
Anak muda tidak mampu beli rumah. Anak muda nggak mau nikah. Dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme yang justru menghasilkan kemiskinan struktural. Yang kaya semakin kaya yakni oligharkhi. Negara yg menerapkan sistem kapitalisme, lebih menguntungkan oligharkhi dan memiskinkan rakyat banyak.
Dimana2 yang pegang ya pasti oigarki. Tapi negara asia terutama oligarginya super jahat. Di eropa oligarki juga ada tapi mereka lebih manusia. Mereka menguasai ekonomi tapi bayar pajak nya banyak. Itulah kenapa di eropa untuk sekolah dan fasilitas publik murah
Gara2 kapitalisme rakyat jadi miskin. Jadi maunya sistim KOMUNISME ? Semua rakyat sama rata, nggak ada yg kismin, tapi juga nggak boleh ada yg kaya raya. Yakin , Sistim Kapitalisme itu 100% JELEK BANGET?
@@kangcwy5131 Tepat sih, oligarki di Asia terutama dengan penduduk tinggi macem Indonesia, India, China oligarki nya benar2 serakah karena kekuasaan mereka di sistem pemerintahan jg
100% valid apa yang disampaikan pak helmy, btw saya masih umur 25 tahun dan hampir semua (95% lebih) perkataan beliau benar ttg apa yang ada di pikiran saya
Sekarang era kerja remote, bagi yang emang kerja remote sebaiknya usahakan tinggal di daerah dengan UMK rendah tapi pendapatan UMK tinggi, jadi bisa terjangkau untuk beli rumah/tanah didaerah tsb. Side hustle juga cukup mudah dapatnya, konten finansial juga udah banyak terutama mempersiapkan dana pensiun.
Saya pada thn 2012, di usia yg 24 tahun, nekad nyicil rumah di depok dengan tenor 5 tahun, karna target saya rumah lunas sebelum saya usia 35 thn, puji Tuhan sudaj saya rasakan perjuangan itu, semoga temen2 yg blm punya rumah tetep semangat pasti ada aja rejekinya
Sejak covid 19 memang banyak rumah dan ruko juga perkantoran dan apartemen yg tidak menjadi laku sehingga yang baru belum diincar dan yang second juga masih menumpuk karena beli rumah bukan seperti beli barang konsumsi lain karena butuh dana uang muka dan cicilan yang panjang dan tinggi oleh sebab itu solusi untuk menyewa memang jalan pintar supaya bisa mengisi rumah kosong dan lama lama juga dapat menggerakkan investasi di properti dan kaum muda juga bisa lebih nyaman sewa rumah walaupun agak repot
Saya juga gak kuat kalau harus mikirin utang ber-tahun-thn.. Rasanya pasti beban sekali pikiran. Alhamdulillah Allah kasih kelancaran rizki, utk saat ini ngontrak dlu.. Sambil nabung, dan semoga Allah mudahkan utk membeli secara tunai.
Bener bgt pak..terutama yg punya byk uang menjadikan rumah investasi..akhirnya harga rumah bubble dan pemerintah hanya jadi penonton..kasihan generasi muda..
Betul om... Terlalu berat utk beli rumah di kota Atau bangun rumah layak di daerah saat ini... Siapa yg tidak mau???... Saya memilih tetep tinggal di kontrakan petak di jakarta dan tetep fokus bekerja... Utk punya rumah dikota.. Sudah dikubur jauh jauh... Mau di kota mau di desa, membangun rumah juga sama nilainya... Harga bahan sama aja bahkan ada yg lebih mahal di daerah...
Enak tinggal di desa,kalau kota itu sekali kali buat pelesiran....Jakarta panas macet lebih lebih pas jam balik kerja,jam 5,6,7 sore di busway banyak karywan kantor yang berhimpitan dan berjejal
Saya sandwich gen, umur 23th. Setia kerja sama perusahaan start up yang atasannya redirect langsung ke direktur. Allhamdulillah diperhatikan oleh beliau yang memutuskan saya untuk setia di sini. Hampir genap 5 tahun lamanya. Sambil sesekali cari project sampingan. Kondisi keluarga masih ngontrak. Saya baru lulus S1 dengan biaya dari hasil kerja. Ada tabungan sedikit insya Allah mau coba lanjut ke S2. Adik tahun depan juga sudah masuk kuliah, agak khawatir dengan biaya UKT yang naik. Bapak selalu bilang untuk ambil KPR, tapi 1000x saya mikir karna bahaya dsb. Saya coba investasikan uang yang sekarang ada untuk pendidikan dulu. Dengan harapan nanti 1000x lipat bisa balik uangnya. Mohon arahan nya coach
Sy setuju Pak Helmy, bukannya Tidak mau tapi memang Tidak Sanggup. Kepemilikan Rumah di daerah suburban Jakarta harganya 1 M up. yang masih 500 juta sudah jauh dari jakarta yang treveling timenya diatas 2 jam ke tempat kerja sekali. Dibandingkan penghasilan rata-rata 9-10 juta per bulan harga rumah 1 M sudah tidak rasional menurut saya. Dibandingkan jika ada dana Cash 1 M alangkah baiknya untuk di putar di sektor real, ikutan Plasma Sawit misalnya atau usaha penggemukan lele. Saran dari Sy mungkin di daerah Jakarta alangkah lebih baik jika ada "Hunian" sewa yang ringan di kisaran 2 juta per bulan. Bentuknya bisa jadi Apartment. Jadi Pegawai entry level bisa berhunian dekat dengan tempat kerjanya dan uang sisanya bisa untuk investasi di tempat lain, dana pensiun atau buka usaha di daerah. Untuk intervensi di bidang property sudah tidak mungkin rasanya bahkan Jika Negara turun tangan.
Memang ada yang awet karena butuh bukan karena betah.dalam arti kalau tdk bekerja mau apaan?? Ada juga yang berpikiran dan berkata kalau kerja di pabrik atau perusahaan ini terus kayaknya menjadi tua ditempat kerja.sementara orang yang berduit pada wara Wiri liburan dan hiburan.
Aku setuju kok, mmg pendapatan ga sebanding dgn harga rumah yg harus dicicil perbulan, sy pun ga mau KPR yg tiap bulan mikir cicilan selama 20 thn lah paling lama. Jalanin aja yg ada skrg, klo udh saatnya punya rumah dr hasil nabung, itu jauhhh lebih baik walaupun kata orang telat. Trus liat rmh2 skrg yg banyak dijual tapi kayaknya ga laku2, ya who knows suatu saat bisa kebeli 😁
UMR/PENGHASILAN RENDAH, KEBUTUHAN POKOK NAIK, KEBIJAKAN2 YG DIBUAT PEMERINTAH TIDAK TERLALU PRO RAKYAT. Jadi emang bener udah gaada yg di harapin lagi selain hanya bertahan hidup, angan untuk membeli rumah pasti ada tapi balik lagi ke poin2 di atas itu yg bikin susah. apalagi pemerintahnya gak asik.
Betul sekali pak jaman sekarang sangat banyak sekali perubahannya,karena paktor yg semakin tinggi karena tidak sesuai dengan penghasilan,iya pak ini sangat nyata👍terimakasih ya pak
Ekonomi bisa bergerak, ya harus konsumsi lah, event investasi = bangun pabrik, ya konsumsi material / barang modal juga. Bahwa uang 'kempes' di dalam, mungkin kesedot untuk keperluan (lagi2 konsumsi juga) dari luar kali. Bayar ini itu, yang gerak malah ekonomi negara lain. Gimana harga produk tidak naik, inflasi (teori baheula, ya pasti lebih bernilai (bukan untung / rugi ya) pegang barang dari uang). Backlog yang mendekati 50% jumlah KK di negara ini, cmiiw. Apakah inflasi jelek? Tanya pengusaha, lebeh pengen harga jual naik atau turun? Bahwa itu tidak terjangkau, karena pemikiran sektoral. UMR rendah, biaya produksi rendah agar daya saing EKSPOR terjaga. Rupiah yang melemah, seharusnya menjadi berkah produk ekspor tokh?? Sayangnya, devisa negara di 'atur' agar hanya cukup untuk 1/2 tahun impor saja. ini dari jaman baheula. Kepemilikan Asing, nah ini..dag dig dug duoar... Put it these way, UMR tinggi, biaya produksi lokal tinggi, impor dibatasi, mau tidak mau, yang butuh, beli produk lokal dengan lebih mahal toh. Timbal baliknya apa, mutu harus naik. Knp, the have milih berobat ke LN, ruginya apa bagi nakes kita, semakin sedikit eksperimen (upps...baca: praktek) semakin tumpul tuh ilmu. Daya beli yang meningkat, Konsumsi produk lokal berkembang, ekonomi lokal berkembang. Makin tinggi harga, PPN yang diterima negara makin banyak, tanpa perlu menaikkan tarif (jangan lihat ppn BM, apalagi bagi kaun flexor..). Rewardnya apa, bagusin desa / kota, fasum dan fasos. Lancarkan akses orang, barang dan jasa (infrastruktur darat, laut, udara). Naik sampai ke tingkat yang tidak masuk akal, boom menjadi burst..Sebelum itu terjadi, otoritas berperan, di situ gunanya government, kelola, administration. Yang melemah ditopang. They have all the datas, hanya saja, mereka berkerja untuk siapa, bias tidak. ataukah selain sebagai regulator mereka juga aktor? Case DKI vs IKN, over supply gedung Lembaga / Departemen ?...Nope, dandan sedikit, jadikan apartemen sesuai umur / heritage bangunan. Bersaing dengan swasta, masa kalah, (asal jangan lupa dibayar saja tuh kontraktor, upps..), ATAU...atau..., swasta ketar ketir...neeiii... Jakarta tidak sebagai pusat, ekonomi turun? Jadi harus menghancurkan satu kota agar, pusat dunia berpindah? Lagi2 model model ekonomi sektoral /arisan diterapkan. bdk. toko aktual cs toko virtual. aggregat ekonominya tidak meroket.
Saran saya Kalau sudah berkeluarga harus beli rumah, kalau tidak bisa beli cash cicil minimal 10 tahun, capek banget kita dengan pindah pindah kontrakan, dan kontrakan juga tiap tahun pasti naik, tapi kalau sendiri nggak harus beli rumah masi bisa tinggal dirumah orang tua, atau gontrak, kalau kita sudah cicil rumah kita pasti ketat pengeluaran uangnya♥️🇮🇩🙏
Maaf bang semua kembali lagi dari sudut pandang masing2, jika sudah kebutuhan dengan cakup yg berbeda. Sewa kontrak dengan budget tiap bulan misal 1 jt dengan beli rumah kredit sama budget cicilan 1 jt dengan catatan rumah subsidi pola angsuran yg flat menurut saya bisa di pertimbangkan, dan semakin tahun nilai investasi naek juga khusunya poperti.
Alasan utama benar itu pak. Pengahasilan terbatas. UMR hanya pas buat hidup sehari-hari. Banyak pekerjaan sekarang yang bahkan tidak UMR + tidak dapat jaminan kesehatan (JKN), magang dan kontrak kerja yang tidak jelas.😢
Kalau kerja di kota mending kontrak aja, nyari yg murah. Uangnya dikumpulkan (dibudgetin) buat beli tanah/ beli rumah cash. Ketimbang KPR 15-30thn, tp kebutuhan hidup kempas kempis. Spt gali lobang tutub lobang krn byr cicilan rumah besar beut. Kalaupun mau KPR mending ambil didaerah yg tdk mencekek utk cicilan rumah.
Banyak solusi untuk hunian prioritaskan kebutuhan tidak keinginan,rumah itu kebutuhan untuk kita membina keluarga mendidik anak2 sebagai amanah dan itu perlu kenyamanan hunian.ga perlu mahal yang penting terjangkau banyak solusi misal beli kavling dulu atau beli rumah subsidi yang bisa di cicil dengan 1 juta per bulan atau kalau mau KPR ambil KPR syariah yang cicilan nya pasti sudah tau besaran cicilan nya dari awal sampai lunas tidak yang floating jadi bisa mengukur kemampuan. tapi kebanyakan gengsi pengen yang wah,,,gengsi lah yang merubah minset "gak mampu beli rumah" .padahal gaji UMR juga bisa beli rumah kalau minat, jangan membentuk minset "tidak mampu",,,milenial sekarang sebetulnya banyak yg mampu hanya terkalahkan sama minset dan gengsi
betul omm,, saya bukti nyata org yang bingung gimana cara ngumpulin duit buat beli rumah, anak saya 1, saat ini ngontrak 700/bln, sdangkan penghasilan tdk tentu dari onlineshop, utk kbtuhan sehari² jg di ada adain, pkiran utama saya yg pnting anak istri smua makan, thun kmren istri saya tiap bulan sisihkan uang utk kumpulin buat beli tanah, dan bngung entah sampai kapan bisa kecapai, dan usul om sy setuju, hrusnya pmrintah ada trobosan utk kaum kami yg bngung cara nya gmna biar tercapai, d tmpat sy nyicil kpr dp nya aja 40-50jt. umr cuma 2,3.... semoga ada titik terang
Jaman sekarang kerja di perusahaan aja jd karyawan aja nga di angap karyawan " kontrak , Outsourching , Harian Lepas , Boronganlah " Kalopun karyawan sekarang dengan mudahnya PHK , Jd kalo mau beli rumah KPR mikir2 untuk komitmen dalam jangka 20 tahun / lebih
Jingok palembang tunah pak, nyari rumah men nk yg subsidi makin jauh, aksesnyo makin susah, nak bemotor bemobel dulu baru pacak ke tempat kerjo. Belom macet, belom banjir. Kelebuuu! Jangan maen properti yg bangun lepas bae pak, ado jg kito nih kebutuhan hunian dekat dengan akses pusat kota. Kemano2 lemak, tinggal jalan, naek sepeda, naek angkutan umum. Rumah Flat lantai 4 biso jadi solusi. La banyak nian ruko kosong di palembang nih, asak bangun bae rukooo galo pinggir jalan.
Gak papa ngontrak, anggap aja uang ngontrak itu sebagai pengeluaran kebutuhan hidup Mau KPR ngeri dengan hukum riba Sekarang Alhamdulillah sudah punya tanah untuk bangun tapi gak mau maksain Berdoa kepada Allah minta kemudahan semoga secepatnya bisa bangun rumah
Saya seorang milenial. Setelah diangkat sebagai pegawai tetap saya baru memutuskan ambil KPR. Dengan nominal cicilan 30% dari gaji maka yang paling masuk akal adalah KPR BTN (subsidi pemerintah). Resikonya ; lokasi jauh dari Ibu kota tempat saya bekerja dan fisik bangunan belum 100% nyaman jadi perlu renovasi sana-sini.Kalau dihitung - hitung uang yang keluar untuk DP, cicilan, renovasi dan ongkos harian, rasa-rasanya memang lebih hemat kalau tinggal di kontrakan atau sewa apartemen dekat tempat kerja. Saya yang ambil KPR Subsidi saja ada perasaan seperti itu, bagaimana yang ambil KPR Komersil, tentu lebih berat lagi. Tidak heran orang-orang generasi di bawah saya malas berpikir beli rumah. Belum lagi tekanan dan tren sosial, sifat - sifat FOMO membuat orang makin sulit menabung. Jalan - jalan untuk healing jadi terasa lebih menyenangkan daripada "ditodong" tagihan KPR tiap bulan. Entah salah siapa, yang penting kita semua harus selalu menjaga kewarasan masing-masing.
Perantau macam saya k jakarta jika ngandalkan gaji..susah dapat rumah d jabodetabek. Saya ga tahan lama d swasta..lalu freelance..memang lebih besar pendapatan frrelance tapi tidak rutin.. disaat besar saya tabung dan setelah cukup saya belikan rumah dr pemilik pertama (umumnya lebih murah dr yg baru). Nikmati proses tekan gaya hidup.
Sedang mengumpulkan dana untuk membeli tanah & membangun rumah impian _off grid_ menggunakan energi terbarukan, serta membuat koloni kecil yang berbasis _circular economy_ . Walaupun saat ini masih menjadi -elite global- / -budak korporat- / digital nomad alakadarnya yang hidup minimalis & _cashless_ bermodalkan sebuah _bug out bag_ berisi laptop, hp, charger, ridge wallet & multitools.
Ijin Bang Helmy, bikin sesi sambungan dari video kali ini. Bagaimana kira2 nantinya waktu mereka2 ini sudah 50-60th dimana produktivitas di usia tsb sdh jauh menurun dan kalah bersaing dg generasi yg lbh muda. Apakan dg absennya aset bisa bertahan? invest saham / emas ? dst dsb. Buat kita ortu2 bisa persiapkan anak2 kami jg. Terima Kasih banyak. Sangat terberkati sekali dg video2 Bang Helmy.
Yg saya lakukan dgn uang saya adalah diinvestasikan semampu saya.... Saya lebih suka ngekost.... Bisa pindah2 sesuka hati kalo bosen.... Nanti punya rumah kalo sudah punya pasangan tentu di sekitar kampung halaman nyonya kelak..... Saya belikan sawah yg masih murah supaya bisa dpt yg panjang/luas lalu saya bangunkan rumah sesuai kebutuhan.... Agar kelak kalo punya gawe tidak perlu menutup jalan
Kami pasangan millenial dan menikah muda.. Anak banyak, ada 4. Jd mau tidak mau hrs berfikir ttg rumah, aset dan properti. Traveling seneng juga, tp ya dibatasi karna biar bs beli aset. Bagi kami tetap penting ya properti itu.. Misal kita pindah2 pun kerjanya, kan msh bs dikontrakkan propertinya. Kalau beli scr KPR kita mikir2 karna bunga nya tinggi, jd kami nabung pakai logam mulia. Disamping itu mungkin karna kami wirausaha, jd pendapatan kami tdk terbatas, jd misal pas ramai gitu ada untungnya banyak kan nabungnya jg bs banyak. Kami cukup ketat dalam pengaturan keuangan, mungkin tdk spt millenial lainnya. Kami bukan penggila barang branded, gadget yg musti update, mobil yg mewah, dsb. Kami cukup dengan makan di luar dan traveling tipis2, itupun ga tiap hari. Kami sadar ke depannya akan semakin sulit punya aset dan sulit lapangan kerja, sedangkan anak kami banyak. Jd kami hrs punya beberapa aset utk berjaga-jaga di kemudian hari. Tidak mudah memang, tp selalu mungkin kalau kita cari jalan. Pikirkan kalau kita sdh tidak bekerja, dan kita tidak punya apa2. Apa jadinya? Itu lebih mengerikan bukan? Maka dari itu punya rumah itu sangat penting.
Setuju dgn opini Pak Helmy, dan satu lagi MUNGKIN Karena Duitnya kebanyakan di bawa ke luar negeri oleh mereka dan para pengusaha. Jadi yg sanggup beli ya yang banyak duit hasil jadi TKI atau kerja di Perusahaan PMA😂
Makanya management negara harus semakin bagus, focus ke ekonomi n pajak . Kalau hasil pajak bisa mengcover kebutuhan premier pangan pendidikan kesehatan pensiun , generasi muda akan masih ada uang tersisa untuk beli rumah
Suami saya membeli rumah dngn angsuran 20 th .saya bagian renovation.sebisa mungki km meminimalis pengeluaran demi kami untuk bisa punya hunian sendiri.. semangat sahabat milenial
BAHAYA GAYA HIDUP NOMADEN Saya justru lebih tertarik dengan budaya nomaden anak muda sekarang, karena anak muda ini gak tau bahaya dibalik gaya hidup ini. Mereka mungkin merasa bahwa mereka adalah MC di dunia ini, tapi jangan lupa. Perusahaan bisa berdiri belasan sampai puluhan tahun karena adaptif terhadap perubahan. Jika gaya hidup nomaden tetap dijalankan, jangan salahkan saat perusahaan beradaptasi dengan sistem yang mereka punya. Hingga nanti saat sistem baru sudah dijalankan, perusahaan akan prefer mencari anak Muda sebagai karyawan. Dan jangan kaget nanti di setiap lowongan usia maksimum karyawan s1 perusahaan adalah 25-27 tahun. Dan jika anak muda ini udah gak dianggap produktif di sistem yang baru (27-30 tahun) perusahaan akan bikin kalian secara sukarela mengundurkan diri untuk digantikan dengan yang lebih produktif(dan murah) gitu terus siklusnya. Mungkin hanya akan ada beberapa yang survive di perusahaan itu, dan yang survive akan tertanam loyalitas pada perusahaan jika ingin bertahan.
Juga KPR Bank mengerikan.. ibarat siapa yang mau sakit.. tapi sekali sakit..nunggak 1bulan..sudah datang tuh yg tempel tulisan yang bikin malu dipagar rumah (BTN)..tercatat di OJK..sampai black list data.. Mengerikan boss..napas masih panjang..hidup seperti "dibuntungin" jika "sakit"..terbayang gak masa depan masuk ke zona "suram"
Saya rumah subsidi cicilan 1.3 perbulan selama 15 tahun, alhamdulillah banget di usia skrg 25 tahun dan cicilan sudah berjalan 4 tahun sama sekali tidak rugi ambil keputusan ini
dari pemaparan menkeu sri mul ttg ekonomi Indonesia thn 2045... Indonesia masuk 5 besar ekonomi terkuat dunia.. bila skrg thn 2024 pendapatan nya 2,4Jt/bulan, maka di perkirakan di thn 2045 pendpatan akan menjadi 5.2Jt/bulan.. 😁😁😁😁😁😂 emng skrg aja gaji 5jtan bs buat apa??....
Kadang orang pinter yang berpikiran tolol itu mengatakan UMR 4&5 JT itu besar.orang pemerintah atau menteri berkpikir dan berkata seperti itu.kapan rakyat Indonesia makmurnya???
Stop punya pemikiran pengen keliat wah waktu nikah... Ganti sama pemikiran jangka panjang setelah nikah ... Biaya nikah itu murah ego yg bikin mahal.. daripada uang dipake biaya nikah puluhan sampe ratusan juta habis cuman 6 jam lebih baik dipake buat beli rumah ... Rumahku adalah Surgaku, Nikahku adalah Ibadahku.😊
💯👍
Masalahnya bukan ego si calon pengantin, tapi egonya orang tua si calon pengantin.
Tapi kadang itu kemauan orang tua, ada jg yg wajib karna adat gmn ya
😂😂😂
Itu kemauan tante2 dan Om2 nya yang gak bakal menanggung apa-apa setelah nikah
bukan masalah pengen nikah wah om,,yang pengen nikah itu mau2 aj cuma nikah di KUA...tapi orang tuanya ini yang gak mau
Fenomena yang dibahas Bang Helmy ini sungguhan terjadi di negara-negara lain,salah satu contohnya Jepang.Dan negara-negara ini adalah negara-negara yang maju.Indonesia saat ini bergerak ke arah negara yang maju,bukan tidak mungkin minat anak muda Indonesia terhadap hunian,rumah tangga,mempunyai keturunan juga sebelas duabelas dengan anak-anak muda di negara-negara seperti halnya Jepang.Fakta membuktikan telah terjadi disrupsi dalam berkarir,anak muda tidak lagi tertarik bekerja kantoran,mereka lebih menikmati bekerja di kafe.Bahkan anak kuliah tidak lagi belajar kelompok di rumah salah satu teman mereka,mereka menikmati mengerjakan tugas kuliah di kafe dan tempat yang asik buat nongkrong.Ini fenomena serius yang jika tidak dipikirkan dari sekarang akan menjadi bom waktu di lima sampai sepuluh tahun ke depan.Dan apakah saat itu masyarakat siap dengan fenomena ini.Lihatlah fenomena yang terjadi di negara-negara seperti Jepang,Korea,China.Tidak hanya disrupsi perilaku anak muda tapi disrupsi tentang budaya kerja,tentang bisnis properti.Tolonglah semua pihak dengan kepala dingin mau bersama berempati dan bekerjasama untuk fenomena ini.Saat ini banyak sawah-sawah kita yang digarap oleh mereka yang lahir tahun 60ann atau 70an.Tapi generasi sesudahnya tidak lagi berminat menggarap sawah,mereka lebih tertarik bekerja kantoran,atau pabrik,atau proyek.Sawah-sawah juga sudah mulai ditinggalkan.Sementara generasi tahun 60an dan 70an,sudah berada di rentang usia 60 sampai 70 tahun.Generasi penerus petani juga sudah mulai menurun.Beruntung ada milenial-milenial yang mulai menggiatkan pertanian berbasis sosial media dan bersedia menjadi enterpreneur di bidang pertanian walau banyak tantangan di bidang itu mulai pupuk sampai obat pertanian yang tidak mudah.Ini hanya salah satu contoh saja bidang yang sudah mulai harus kita perhatikan demi ketahanan pangan dan ekonomi bangsa ini.Mari kita bersama menyatukan hati dan dengan kepala dingin memberikan sumbangsih demi kelangsunhan negara dan bangsa kita Indonesia demi kejayaan bangsa dan negara kita di mata dunia.Jika komen saya ada yang tidak berkenan saya mohon maaf dan koreksinya,karena saya hanya ingin bangsa ini menjadi bangsa yang maju,berdaulat,rukun,adil,saling mendukung dan berkelanjutan.Salam keberkahan buat semua.Terimakasih Bang Helmy dan team,sehat dan sukses selalu buat njenengan semua🙏🏻
Saya tidak mau punya anak dan rumah apalagi di jogja, kota yg sangat tidak adil, kota autopilot.
@@dimensiworkshop7455 wkwkwk. Hampir semua hal di negara ini sebenarnya auto pilot.
@@kangcwy5131 tergantung pemimpin2 daerahnya
@@dimensiworkshop7455 tergantung pajak daerahnya gede kecil. 😂
Kecil ya terima nasib. Besar ya jadilah jakarta.
@@ntznbgzt pajak gede dikorupsi sami mawon, tergantung pemimpinnya, jogja kurang apa coba dananya, nyatanya autopilot.
Jogja berhati nyampah
Terima kasih pak Helmy ini yg kurasakan generasi milenial penghasilan GK sebanding dan harga properti sangat tinggi kadang penghasilan cukup aja buat kebutuhan sehari hari
Alasan aja kawan saran saya niat aja dulu, kalau sudah beli pasti ada rejeki dan kita semangat🙏
Bisa klo niat,,, kontrol pengeluaran untuk hal2 yg gak penting...
Betul.. realistis..
Kalau negara tidak hadir maka rakyat hanya diperbudak sistem dan halusinasi
Khusus yang gk punya kampung memang susah. Sejak kecil tinggalnya di kota. Salah satu Solusinya transmigrasi jilid 2 secara besar-besaran. Masih banyak pulau yang tidak berpenghuni di Indonesia.
Cari KPR bersubsidi. Lebih terjangkau walaupun spek bangunannya standar.
Bukan gak setia sama pekerjaan Bang.tp skarang dmana mana semua ny kontrak Bang...dan perusahaan kbanyakan skarang seenak jidat ny aja mutusin dan mengeluarkan tanpa alasan yg jelas atau pun ksalahan .dan bahkan kerja d perusahaan BUMN pun kita d sodorkan kontrak bahkan biaya pendidikan sblum masuk kita tanggung sndiri. pas udah 3 tahun udah putus. Padahal saya loyal dan berpredikat Karyawan terbaik 3 x.
Setuju, dan gilanya mereka terang2an karena begitu ada sidak ato depnaker dateng HRD sudah sigap dengan amplopnya.
Negara asia memang seperti itu . Semua sektor profit margin tipis. Efeknya ekonomi jadi tidak berkualitas. Orang kerja siang malam gak cukup hidup layak. Saya tinggal di Belanda orang kerja sewajarnya 8 jam. Udah cukup hidup biasa. Disini bikin usaha memang susah tapi itu bikin usaha yang ada bertahan lama
Setuju 😢 up ❤
Karena negara Indonesia sangatlah kapitalis, jika memegang falsafah Pancasila sila ke lima para konglomerat tidak punya jiwa-jiwa nasional sama sekali, semua nya di ambil keuntungannya, bagaimana mana mau nicil orang kerjanya kontrak setahu n diputus oleh perusahaan he, ya inilah undang-undang outsourcing. Dan pemerintah tidak menjalankan Pancasila sila ke empat dan sila ke lima dan UUD 45 , pasal 33 ayat 3.
benar sekali, itu faktanya.... bukan krn tidak setia....
jadi kalo tidak pindah bagaimana mau meningkatkan income.
Sudah kontrak seenaknya, target dan tuntutan ditempat kerja yang terlalu tinggi.
Jaman dulu itu setia, KARENA TIDAK ADA sistem kontrak dan outsourcing... sudah nyaman dan aman.
jadi beda situasinya....
Ada bbrp poin:
1. Hukum real estate di Indonesia itu buruk. "Harga rumah mahal, tiap tahun naik 2%" ini disebabkan karena bbrp tokoh memberikan konsep "investasi tanah bakal selalu naik". Ini membuat bubble dan sudah mau akan meledak dan jatuh. Harga yg mereka pasang itu adalah harga ngarep bukan harga asli nya. Harga asli itu didapat ketika pembeli dan penjual memiliki kesepakatan harga.
Bisa dilihat di jalan-jalan mulai banyak disewakan/dijual. Belum ada titik temu penjual dan pembeli karena harganya seakan-akan tinggi padahal nggak.
2. "UMR kita masih rendah". Ini bergantung sama supply dan demand beserta hukum yg berlaku (pajak, THR, dll). Pernah baca berita banyaknya pelamar untuk kerja di rumah makan cepat saji? Supply nya itu sudah terlalu banyak sedangkan demand sedikit. Wajar kalau UMR turun, bukan naik....
Belum lagi masalah pajak. Kemarin wacana pajak hiburan naik tinggi. Yg ada investor negara dan asing akan pergi mencari tawaran yg lebih baik. Investor cari untung bukan cari rugi. Bahkan ada pabrik2 yg berkabar kalau akan memindahkan pabriknya ke daerah lain dengan UMR yg lebih kecil. Kalau investor asing tinggal cari negara lain seperti Vietnam (kayak Apple).
Kalau pabrik2, kantor2 pindah makan harga tanah/rumah akan turun sedangkan daerah tujuan selanjutnya akan tinggi.
3. Soal jarang nikah, punya anak, dan apartemen.
Let's be real. Indonesia akan inflasi tinggi karena sistem demokrasi untuk negara yg IQ rendah dan minat baca rendah. Di pemerintahan banyak oknum2 yg KKN, orang jujur itu dikit dan akan ditugaskan ke tempat terpencil. Tinggal nunggu kapan. Saya sarankan untuk migrasi ke luar negeri saja daripada menunggu inflasi tinggi.
Untuk apartemen, Indonesia wilayahnya luas. Gaada alasan untuk apartemen kecuali kalau padat seperti Jakarta. Umumnya tanah tapak masih lebih murah dibandingkan apartemen.
Harga rumah akan selalu naik . Tapi harga tanah blm tentu naik. Dikarenakan harga material bangunan selalu naik mengikuti inflasi. Yg paling benar adalah rusunama. Bisa seperti hdb di singapore. Jadi org yg berkeluarga boleh sewa yg 2BR. Kalo ada 2 anak sewa 3 BR. Apart harga masih ok, tapi ipl mahal. Jadi kalangan bawah ga sanggup.
Orang Jakarta kalau mau beli rumah atau perumahan nya di daerah pinggiran semacam Bekasi,Karawang dll.banyak sekali perumahan perumahan yang masih kosong dan bahkan terbengkalai.kerja di kota beli rumah di desa
Point #1 sangat valid krn orang tua saya jual rumah udh 2 tahun ga laku2. Ekspektasi kejual di 4M, rumah di daerah Rawamangun, JakTim. "Ekspektasi" harga rumah naik terus tp itu kalo laku. Ketika harga rumah udh ketinggian siapa yg mampu beli? Yg beli rumah 4M apa belinya pake KPR? Gajinya mesti brp tuh? Blm lagi orang2 lebih suka beli rumah baru drpd rumah 2nd yg mesti direnov. Yg cepet laku rumah2 under 1M krn mayoritas kemampuannya cuma segitu.
Apartemen harusnya jadi solusi dengan 2 syarat saja, harga terjangkau dan fasilitas umum yang memadai.
Tidak ada apartemen yang mampu menerapkan itu. Bahkan apartemen "murah" yang disediakan dinas terkait tetap mahal dibanding rumah subsidi yang letaknya sangat jauh dari pusat kota.
Memang solusi untuk orang kota harus dibangun banyak apartemen dan rusun yang murah dan terjangkau .harus di bikin ratusan sama pemerintah.
Saya usai 37 Alhamdulillah udah punya rmh sendiri bang helmi,,krn saya nekad menjadi Tkw di luar negri saja dengan gaji per bln di atas 10jta sampe skrng gaji saya sudah mencapai 13jta/bln,,krn ketekadan itu akhir"y udah punya rmh sendiri tanpa hrs nyicil,,kl saya hanya mengandalkan penghasilan di Indonesia kyk'tdk mungkin,utk kalangan seperti sya,yg hanya berpendidikan minim
Bumi - air dan kekayaan alam yg terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar besar kemakmuran RAKYAT ...hanya slogan semata ada rakyat punya rumahnya berhektar2 luasnya.... ada yg sepetak 3 x 3 itupun sewa... benar2 ya ...Pemerintah tak Cakap mengaturnya hanya mencintai rakyatnya yg "tebal dompet" Semoga seluruh rakyat Indonesia 🇮🇩 bisa tebal dompet dan 1keluarga punya 1 Kapling rumah 10x20m....untuk standar kehidupan layak dan bahagia semoga.
Yang punya tanah berhektar-hektar bukan rakyat tapi pejabat dan pebisnis.
Ya, maklum sistem pemerintahan nya sangatlah kapitalis, pilihan langsung kan model Amerika, dan sudah tidak menjalankan UUD 45, pasal 33 ayat 3.
Indonesia tanah airku, tanah disewa air dibeli
saat ini banyak perusahaan sistem kerja kontrak, UUD cipta kerja mempermudah perusahaan utk cut pekerja... terlalu beresiko klo bikin cicilan rumah. belum lagi bunga KPR nya tinggi, belum biaya2 yg timbul. Pengembang jual rumah mahal kwalitas parah.
sekarang sy banyak mengedukasi pasangan2 muda utk target beli Tanah dulu...tar bangun pelan2 pake konsep rumah tumbuh.
selama belum terealiasi bangun rumahnya...gpp mgontrak aja dulu. yg penting tanah udah dikuasai...
Iya betul ini dan saya lebih memilih beli tanah di kampung lebih murah sesuai budget nanti bangun rumah di sana sambil nyambi bertani kalau ngarep gaji dari kerjaan gak bisa 😂
@@sryyhanti7809kalo boleh tau berapa per meter tanahnya, biar bisa jadi salah satu acuan saya hehe 🙏 saya tinggal di Kalimantan mba.
Ini lebih realistis
@@harismohammad1201tanah itu tergantung lokasi, semakin strategis maka akan semakin mahal, strategis maksudnya akses terhadap fasilitas publik lebih dekat, contoh dekat pasar, dekat RS, dekat pusat perbelanjaan.... Saya tinggal di kota Malang pinggiran harga tanah rata rata kisaran 4 juta/ meteer persegi..... Kalau ingin beli 100m² ya tinggal kalikan 100x4 jutaan kurang lebih di kisaran 400 jutaan untuk luas tanah 100m²
Pesan anak muda usia 20 tahun, mulai buat anggaran, giat menabung (bnyk pilihan investasi), menikah sederhana (buang gengsi), belilah rumah second yg lokasi strategis (jgn bnyk menuntut soal lingkungan), nego harga termurah, usahakan dp 50 persen dari harga rumah, KPR cicilan ringan, pastikan legalitas SHM. Cari dana tambahan sisihkan tabungan untuk melunasi rumah lebih cepat dari tenor. Berdoa, jujur dan perbanyak sedekah
Point atau nomer 3 relate bgt pak helmi, menurut saya sistem kerja outsorching itu adalah penjajahan di dunia modern
Dengan outsourching, perusahaan tidak menghargai hasil kerja dan pengabdian karyawan nya
punya rumah bukan lagi keharusan sekarang,...banyak orang2 smp matinya beranak bercucu tinggal dikontrakan..gpp itu pilihan, harga rumah yg gk sanggup dibeli kecuali punya gaji ratusan juta
masalahnya bukan cuma harga beli rumah dan tanah yang tinggi, tapi biaya maintenancenya juga. Setiap beberapa tahun harus renov/pugar. Pajaknya juga tinggi, ada iuran lingkungan, dan harus siap keluar juta-jutaan kalau ada yg bocor atau rusak. Saya dulu beli rumah untuk investasi, tapi kalau dipikir-pikir lagi lebih baik tanah, ga ada biaya maintenancenya.
Mnurut sy tanah jg ada biayanya jg...krn rawan diserobot org ntah dibangun bangunan atau dipake buat berkebun(bgitu kita mau pake eh dy minta ganti rugi), digeser patoknya, atau dicuri hasil tanah tsb(klo ada pasirnya, batu galian C, dll)...jd scara berkala hrs di cek otomatis ada biaya transportasi dan jg hrs jalin hubungan baik dgn perangkat daerah dan warlok setempat...ini tentu ada biaya 🙂
Betul bukan hanya rumah saja tpi kebutuhan sehari hari pun pas pasan.!!
terimakasih pak helmy sudah mengerti keadaan generasi kita (milenial), anda adalah sosok seorang ayah idaman bagi kita2
Bener bngt Pak'Helmi, bukan'a ga mau bli Rumah. Rasa ingin sllu ada. Tp k'adaan Gaji dan pendapatan yg tdk mencukupi. Bagaimana bs k'beli Rumah, Orang Sy jg hrs bayar kontrak'kan. 25 thn Sy' Ngontrak trus, tp tetep aja Ga bs'2 jg buat K'bli Rumah. Krn K'terbatasan k'uangan. Sy' hny br'harap Doa, menunggu ada k'ajaiban dr Alloh' Subhanallohi Wata'Alloh Aaamiiinnn"🤲🤲🤲.
Kami sbg Bangsa Indonesia sependapat dengan Bp. Helmi Yahya
Pada dasarnya hal ini disebabkan harga rumah yg naik cepat sementara mayoritas milenial/genZ bergaji UMR (5 juta per bulan) bahkan masih banyak yg bergaji 2 juta perbulan. Dari total angkatan kerja kita 55% bekerja di sektor informal dgn penghasilan tidak menentu, belum ada jaring pengaman spt asuransi, dana darurat, dana pensiun. Jadi boro2 mau beli rumah, utk memenuhi kebutuhan sehari2 juga masih terasa berat. Sementara utk pekerja formal pun masih terkendala sistem kontrak (outsourcing) yg membuat berkurangnya benefit2 pengaman karena bukan merupakan pekerja tetap perusahaan tetapi pekerja dr perusahaan outsourcing yg bekerja di perusahaan klien. Sistem kontrak ini membuat karyawan was2 tiap tahunnya karena bisa saja kontrak tidak diperpanjang. Yah ujung2nya solusinya adalah sewa rumah karena pekerjaan yg tidak pasti.
Investasi di properti itu cuma gimmick. 😂
Cuma sekian persen yang bisa jual tinggi dan retyrn besar.
Nyatanya renovasi juga besar, maintenance juga besar. Inflasi juga tinggi.
Rumah baru banyak dibangun, juga digoreng.
Yang udah beli lama, belum tentu bisa jual tinggi, belum tentu ada buyer nya.
Pemerintah mesti intervensi harga rumah, terutama segmen apartemen 3br-4br, agar harganya bisa setara rumah menengah bawah. HGB apartemen mesti bisa 90 tahun.
Agar rumah harganya pada drop, mesti bikin tandingan. Landed house ga ada lawan, jadi ga balance, ga heran harga naik terus, kegoreng terus, tapi yang berani beli sedikit.
Mesti dilawan sama apartment di tengah kota diharga 1M an dengan layout setara rumah tapak. Dan supply yang besar. Dan dibikin pajak progresif.
Alhamdulillah pak helmy bisa dapet insight dari kita anak muda yang masih terkena efek daripada pemikiran orang tua kita, bawasanya punya rumah dulu baru menikah sudah gak relevan, kalo memang kalian bukan anak orang tajir yaaa cukup berat yaa, belum lagi ada temen-temen kita yang malah di bebankan oleh utang orantuanya, semoga kita semua bisa melwatinya dan para pemimpin bisa memikirkan masalah ini dengan cepat
Sama dengan saya Bang Helmi Yahya, saya penyandang tunanetra, usia 48 tahun Saya hanya bekerja sebagai juru pijat dan saya masih kost, belum bisa beli rumah sendiri, semua gara-gara kemiskinan orang tua saya.
Tidak mungkin saya minta minta ke saudara saya, Mereka pun juga punya persoalan.
Maaf, boleh tahu gimana cara nulis komen di sini?
Bnyak org miskin yg bisa beli rumah akhirnya
Jgn menyalahkan org tua sdangakn Tuhan memberi kita tanggung jawab sendri
Lahir miskin itu takdir
Hidup miskin itu pilihan
Krn bnyak tuna netra yg bisa membangun rumah Krn pintar saving money
@@TarnishedWarrior-lr9uj IYA JUGA YA KOK BISA NGETIK WKWKWKWKWK
@@singgihsinggihbayu masih berpikir positif ada fitur voice to text atau apalah. Mungkin saya yang gaptek
Juru pijat Alhamdulillah sehari mijet 3 orang saja SDH 300rb. Sebulan bs 6-9 jt. Jauh di atas UMR yg hanya 2 koma di Jogja
saat ini saya berumur 29 tahun 8 Bulan, dan apa yg disampaikan Pak Helmy diatas persis dengan apa yang saya pikirkan dalam 1 tahun belakangan ini, apalagi setelah mengenal yg namanya "Oportunity Cost" semuanya jadi terbuka dengan terang dan jelas.
S7 😢
Di Swiss sdh demikian krn property mahal ... kalo beli property rp 300jt/m2.. kalo sewa rp 300rb/m2/bulan .. thx p Helmy insightnya.. sangat berguna utk jd pertimbangan .
Pemerintah harus mengambil sikap untuk memberikan gaji yang besar dan pekerjaan tetap. Tidak hanya menguntungkan perusahaan saja. Gaji UMR, kerja kontrak akan berdampak pada keengganan generasi indonesia untuk menikah. hal ini sangat berbahaya di masa depan. kekurangan penduduk 10 s/d 20 tahun yang akan datang bisa terjadi.
Saya udah kerja 20th masih aja ngontrak beloman kebeli rumah.. dan pernah dapat omongan masuk surga ga ditanya punya rumah, itu menyemangati diri utk lebih baik jadinya ga terlalu mikirin punya rumah, disyukuri yg ada lebih mikirin nanti di akhirat siih..
Yang penting udah ikthiar maksimal ya kak. Dan tidak membebani orang lain.
Pingin punya rumah atau tempat tinggal itu susah untuk orang yang berpenghasilan pas pas an.bukan tdk mau tapi tdk mampu.duit hasil kerja sebulan sudah habis duluan dalam satu Minggu dua minggu
Setuju aku bang helmi. Pola pikir dan kenyataanku di lapangan ya seperti itu. Meskipun aku bkn generasi Z, tp mmg faktor2 yg disebutin itu, sesuai ama kondisi ku. ❤
Terimakasih pak Helmy, akhirnya ada generasi di atas yg bisa mengerti kami.
Tinggal diapartemen cukup nyaman kalau masih bujangan atau baru nikah....kalau SDH punya anak ampun deh ....sumpek banget. Tapi rumah2 sekarang juga tanahnya udah kecil ditambah bangunannya juga seumprit. Banyakin transportasi yg bagus2 ajah kali ....biar tinggal dipinggiran bisa udaranya lebih sehat tp mau kerja juga ngak umpel umpelan kayak pepes ikan. Thank u pak Helmy.
Mungkin kalau tinggal di apartemen yang 2-3 kamar tidur (45m2 ke atas) masih cukup OK untuk keluarga muda dengan 1-2 anak.
Saya tau solusinya pak agar anak muda indonesia punya rumah... Yaitu kembali ke desa pelosok dan belajar bertani... Di desa pelosok pasti tanah murah dan bangun rumah seadanya dan makan seadanya dari menaman sendiri seperti dari singkong cabe dan kedelai... Tanam sendiri... Mudah mudahan dibaca Pak Helmi dan jadi solusi... Monggo di like... Biar dibaca Pak Helmi...
Solusi yang sangat membagongkan🗿🗿🗿
Solusi yg menciptakan masalah besar. Jika itu terjadi desa2 habis semua dibangun rumah. Bodoh nya org Indonesia yaitu menghancurkan alam demi kepentingan manusia. Menghancurkan desa demi bisa pergi keluar negeri untuk melihat desa di luar negeri. Solusinya stop pembangunan dan KB agar berhenti manusia lahir.
Kalau hanya skdar cukup makan di desa mencukup tp bagaimana dgn kebutuhan hidupnya menyekolahkan anak dan biaya2 hidup yg lain. Dulu air saja tanpa beli di sungai2 skrang di desa pun PDAM mempunyai tagihan listrik, tagihan air dan sbagainya
Semua tergantung niat dan gaya hidup..
Betul sekali sangat setuju.. saya pun begitu beli tanah dikampung masih sangat terjangkau baru luas dan isinya pohon kopi dan cengkeh semua.. dikampung selain bertani kita juga bisa beternak kambing, ayam, lebah, dll intinya selagi ada kemauan InsyaAllah ada jalan. Sekarang juga kita hidup dijaman sosmed.. manfaatkan sosial media untuk cari peruntungan.. saya jualan madu di online Alhamdulillah kebutuhan bisa tercukupi, bisa membuka usaha lain dan bisa punya aset itu ini
Jadi walaupun hidup dikampung InsyaAllah kita masih bisa berkembang
Thank you pak selaku perwakilan generasi boomer sudah berbicara soal ini. 🙏
Setuju Pak Helmy....
Sehingga saat ini cari karyawan yang loyal dan mau serius bekerja itu semakin susah,semakin kecil prosentasenya....
Banyak anak muda saat ini... terutama yang saya temui,minim literasi sehingga banyak yang hidup hanya dalam angan angannya dan menyalahkan realita yang ada....
Terimakasih
Terimakasih om Helmy, saya mau sharing sedikit keluar dari topik tapi berkaitan dengan pertimbangan mencari tempat tinggal (beli/ngontrak). Beberapa tipe orang sangat concern terhadap kesehatan lingkungan, sudah pasti dipengaruhi faktor pendidikan, ekonomi dan spiritual. Beberapa rumah/kontrakan murah biasanya berasa di lingkungan yang "murah" (tanda kutip). Kualitas lingkungan sedikitnya berpengaruh kepada kualitas kesehatan hati dan pikiran, kemudian bila buka usaha apakah lingkungan jg bisa jadi support system yg baik.
Mungkin ini bukan keresahan Gen Z, tp saya yakin kebanyakan orang terpaksa terjebak disebuah lingkungan yang "terbentuk" dengan pola yg kurang baik. Yang punya anak pasti kuatir tentang tumbuh kembang anak, yang sudah lamjut usia akan sangat perlu lingkungan tenang dan aksesibilitasnya baik.
Realitanya lingkungan ideal seperti itu kebanyakan (tidak semua) ada di harga yang sangat-sangat mahal.
Bagi Gen X dan Milenial, mungkin beberapa gen Z, membeli rumah adalah investasi seumur hidup, dan saat ada rejeki/kemampuan untuk membeli rumah, lingkungan yang ideal kadang tidak terjangkau.
Rasanya relate sekali Pak Helmy, orang tua saya selalu menyarankan utk mencicil rumah sedari sekarang. Bukannya nggak mau beli rumah, tapi saya ngerasa belum mampu aja, biasanya cuma cukup utk kebutuhan sehari-hari aja, jadi boro-boro kepikiran utk mencicil rumah. Akhir tahun kemarin di kantor saya melakukan PHK besar2an, dari kejadian itu saja nggak kebayang kalau saya punya cicilan rumah tapi kena PHK, pusingnya kyk gimana. Pertimbangan lain untuk menyewa rumah dulu sekarang, saya masih membuka opportunity bekerja di tempat lain dan mungkin di kota yang lain, jadi memiliki rumah sendiri bukan menjadi prioritas bagi saya saat ini.
Ya jadi mungkin, menyewa rumah masih lebih baik buat saya saat ini. selain harga yang lebih terjangkau, dan rasanya memiliki rumah sendiri itu saat kita tahu mau menetap dan menghabiskan masa tua di mana.
Setuju pak, harusnya harga rumah bisa dikendalikan. Saya gen x, tapi mengerti yang dirasakan oleh milenial maupun gen z. Saya pun susah payah dan maksa untuk bisa dapat rumah. Harusnya kepemilikan properti ada pajak progresif seperti mobil, sehingga demand yang ada adalah real demand, bukan kebutuhan investasi. Properti untuk investasi sebaiknya dibatasi untuk ruko, kantor dan tempat usaha lainnya. Selain pajak progresif, baiknya juga ada limit jumlah properti hunian, misalnya di satu provinsi hanya boleh punya hunian sejumlah ortu plus anak²nya. Dengan demikian harga tidak akan terkatrol tinggi untuk hunian. Jangan sekali² memberikan subsidi, subsidi adalah pembodohan.
D desa 80jt rmh ukuran 8×15
Kalian saja yang diberi penglihatan, bisa mengeluh seperti itu, Apalagi saya sebagai penyandang tunanetra, saya juga pengen punya rumah sendiri.
Dan Itulah sebabnya kenapa aku belum menikah, meskipun umurku sudah 48 tahun. Aku masih kost teman-teman,
@@bernardussuranto4601 maaf, bagi penyandang tuna netra bagaimana cara main youtube nya? 🙏
Pajak/pemda & bank berkepentingan dgn kenaikan berkala harga properti krn terkait dgn pendapatan yg ditargetkan kpd mrk pertahun. Pdhl di lapangan, harganya malah bisa di bawah njop saat benar2 terjual.
@@DDN_씨 Mengapa kau tanyakan itu?
Apakah kau pikir, penyandang tunanetra itu tidak bisa mengetik menggunakan ponsel seperti pada umumnya kalian yang bisa melihat?
2:30 saya di kalbar, UMR 2jtan, tapi faktanya kebutuhan pokok malah lebih mahal daripada di Jawa, semua barang lebih mahal daripada di Jawa baik Primer -sekunder - tersier.
Rumah juga kalau bangun jelas lebih mahal, mayoritas bahan bangunan juga berasal dari Jawa, belum lagi kondisi tanah yang akhirnya untuk membangun pondasinya membutuhkan bahan yg jauh lebih banyak dan padat
Kami sbg Warga Negara Indonesia Sangat Setuju pendapat Bp. Helmi Yahya.
Dengan segala hormat ya bang Helmy, ini menurut saya kuncinya di para konglomerat property. Mereka semangat melambungkan harga, dan mengumpulkan keuntungan di satu sisi saja. Akibatnya sekarang sudah akan bubble property. Banyak yang gagal bayar, ga mampu beli, dan kelak mungkin ga akan ada lagi orang yang mau beli properti lagi.
Keren mas Helmy, semangat mengedukasi untuk perubahan & kemajuan Indonesia ❤❤❤
Setiap orang punya proses ceritanya masing². Sy 15 thn menikah masih tinggal dirumah mertua hingga pada akhirnya mulai bisa bikin rumah step by step atau konsep rumah bertumbuh.
"Keberhasilan dalam kehidupan hanya bisa didapatkan ketika seseorang mau berjuang dengan keras."
Kuli bangunan juga berjuang keras demi menafkahi keluarganya bro, begitupun dengan juga pemecah batu di gunung-gunung dengan Palu nya.mungkin bisa dipersempit lagi makna berjuang kerasnya yg seperti apa?
@@benob1213
Bantu ibu membuat ketupat
biar jadi anak hebat
paling suka makan kue pukis
eh botak jangan nangis
Iyahhh....lebih keras mana kuli bangunan sama orang kantoran dalam bekerja?? Bacott" itu mudah
Rumah susun/apartemen bang solusinya, gak perlu tinggi2 sih bangunannya 4-5 lantai biar IPL tidak terlalu mahal. Ini juga mempermudah transportasi, sekolah, kesehatan dan layanan umum lainnya. Tapi luasnya yang memadai sekitar 45m². Daerah2 yang kumuh mungkin bisa dirubah jadi rumah susun. Perlu turun campur pemerintah sih ini.
Ada bbrapa faktor anak muda blm pnya rumah.
(a) Pngen bgt tp belum mampu bayar cicilannya karena gajinya kecil
(b) mngkin gajinya bs untuk cicilan rumah subsidi tp pengennya yg lokasinya deket kantor atau di jakarta yg pasti mahal (ga mau capek).
(c) penghasilannya lumayan tp banyak cicilan lain termasuk pinjol..
Ditambah lagi gaya hidup, byk genz yg lebih pentingin spt hp terbaru. Jadi mereka gengsi untuk rumah yg menengah kebawah, padahal gak perlu rumah 1m yg 500jt banyak
Udah beberapa tahun merantau di Bali, makin kesini harga properti gila banget saingannya sama investor luar negeri & expat. Sedihnya yang punya uang pun selalu bangun dan beli properti, berharap area tersebut bakal rame suatu hari nanti. Nggak jarang ketemu komplek perumahan town house yg kosong2, udah mengorbankan area yg dulunya sawah ternyata nggak ditempati juga. Mungkin Perumnas bisa jadi harapan dan solusi dewasa muda yang beneran cari hunian.
Setuju banget om, hal2 seperti ini harus terus digaungkan supaya masyarakat tuh SADAR
Mereka yang kesulitan punya rumah,
1. Gaji UMR atau kurang dari UMR
2. Beban keluarga atau jumlah anak mempengaruhi biaya ekonomi keluarga
3. Kemampuan KPR jg sulit kalo tidak didukung EKonomi yang stabil
4. Rumah subsidi solusi, tapi lokasi yang cukup jauh, mempengaruhi ongkos
5. jaminan pekerjaan yang bisa kena PHK sewaktu-waktu
gaji ga jdi soal, yg susah itu krn barang dan kebutuhan mahal
@@eka96ryan misal, gaji 6jt, anak 2(sudah sekolah), ngontrak setahun 1juta, blm lstrik, sampah, keamanan, bensin.
masalah juga kan
@@gurniansyahanwar9580 sesuain ama pendapatan, itu btw ngontrak dmn setahun 1 jt wkwkwk, setahun rata2 minimal 5 jt itupun di jawa timur di jkt uda 20 juta up keatas, kecuali 1 jt perbulan kosan di jkt.
Siapa yg gak mau punya rumah yg bagus dan keren.semuanya juga pasti mau.tapi apa daya di jaman sekarang tidak mudah juga untuk mewujudkan impian seperti itu
Saya seorang PNS Daerah (Guru) berada di Kota besar di luar pulau Jawa. Alhamdulillah masa kerja sudah 5 tahun dan usia pernikahan sudah 5 tahun juga. Punya anak 2 dan 1 istri (ibu rumah tangga). Usia saya 32 tahun. Faktanya dengan kondisi seperti saat ini untuk memiliki rumah sendiri belum mampu karena penghasilan 3 jutaan dengan tanggung jawab istri dan anak sangat sulit (bukan tidak bersyukur ya). Belum lagi harus juga memikirkan kebutuhan orang tua dan mertua.
Betul kata Om Helmi, bahwa anak muda belum mampu untuk memiliki rumah sehingga semua steckholder bisa bergerak mengajak dan memfasilitasi anak muda untuk memiliki rumah.
Istri nya juga minta untuk bantu bekerja mas
benar sekali pak helmy apa yg sudah anda kemukakan sangat relevan dengan keadaan sekarang.
semoga ada program pemerintah selain rukah subsidi mungkin kebijakan baru untuk KPR yg lebih terkangkau sehingga yg mereka penghasilan masih 2 jtan bisa lbh optimis akan bisa beli rumah.
Saya baru punya anak 1 usia 5thn , tinggal di kota sewa rumah 1 kamar , rencana mau nambah anak sampe mikir kalo punya 2 anak tidur nya dimana . Pendapatan tak menentu cuman bisa buat makan sama kebutuhan sehari-hari. Mau kredit rumah subsidi harus di kabupaten 1,5 jam perjalanan , saya tidak pernah berharap kepada pemerintah karena pemerintah telah dikuasai pengusaha perumahan konvensional
Hmmm, agak gak tau diri sih mampunya kredit rumah subsidi tapi pengennya di tengah kota, trus nyalahin orang lain.
Bener bngt bang
Mendingan ga usah ada anak lagi. Kasian ntar sekolah dkk kesusahan. Anak hidupnya ga terjamin.
@@baniysf4901sudah salah alamat lu bilang tengah kota . Alun2 kota mau lu jadiin perumahan
Betul sekali Pak Helmi.
Saya sudah mulai bekerja di Umur 19 tahun. Sejak awal bekerja, sampai saat ini saya sudah terhitung sudah 5 kali pindah Kota, atau rata2 setiap 3 tahun sekali pindah perusahaan.
Banyak yang menyarankan saya buat KPR saja, tapi saya tolak. tapi kayanya saya nggak cocok kalau di usia sekarang harus stuck di suat tempat saja buat beli rumah. Selain Takut Dosa Riba, saya khawatir jika harus terikat dengan rantai hutang selama puluhan tahun.
Beli rumah berarti membangun keterikatan dengan suatu tempat. DI mana kondisi itu bisa membuat saya berat untuk pindah menerima tantangan baru dalam perkembangan karir saya. Mungkin kalau saya beli rumah dari dulu, karir saya akan gini-gini aja karena tetap stuck di tempat kerja yang sama.
Untuk sekarang saya prefer menabung saja dulu, sembari membangun usaha sampingan. Jikalau sudah mantap mau menetap di suatu tempat, Insya Alloh saya akan beli rumah tanpa harus khawatir pindah.
Kan rumah bisa dikontrakkan ?
Saya nggak sanggup dengan drama2nya, apalagi kalau tidak ada orang yang bisa kita percaya untuk mengawasi rumah yang saya kontrakan.
Saya Gen Z kelahiran 2000
Sy setuju sama bapak pemerintah membatasi kekayaannya dan pengusaha lain, gaji yg cukup juga susah buat naabung
Siapa yg g mau beli rumah semua pst mau, masalah nya gaji di Indonesia sgt rendah apa lg kl kerja yg tdk py beking/org dlm jgn harap gaji tinggi miris ya....
Saya kasih solusi iya bang,,
Nikahlah sama anak orang kaya😊😊
Jangan kerja dg sistem gaji tapi penghasilan. Usaha jualan apapun. Kalo mau kerja sangat keras pasti dpt hasil di atas UMR pasti segera beli rumah
Kalau yang sudah berkeluarga suami kerja bini juga berjualan supaya penghasilan tambahan.kalau tdk begitu susahhhhhh
Terima kasih pak helmy sudah berkenan menyampaikan permasalahan ini. Sehat dan bahagia selalu.
Iyah, tolong pak bantu para anak muda sekarang agar mudah membeli rumah
Buat middle class jabodetabek sebenernya bisa-bisa aja sih beli rumah, cuma yang terjangkau dapet nya jauh-jauh bisa di babelan, parung panjang, jonggol, dsb. Kerja misal di sudirman setiap hari PP dengan jarak sejauh itu ya stres.
Kak, rumah saya di parung panjang, private cluster. 1 km dr stasiun kereta. Kerja di pondok indah. Tiap hari saya berangkat di kereta krl jam 8.05. Turun stasiun kebayoran. Sampai kantor jam 9 teng. Masih aman2 aja mas. Udah 3 tahunan. Dari beli 390 jt, skrg udah di harga 550.
Real bgt saya punya teman di Singapura.. Dia sendiri bilang. Kl nanti saya menikah kl pekerjaan saya tdk lah bagus gajinya. Saya gk mau punya anak.. Karena punya anak mahal..
Selain harga nggak terkejar oleh penghasilan, di sisi lain bunga KPR kita itu memang mahal.
Interest 6-8 % itu kalau disini masih bunga promo, yang akan naik ke 12-13% setelah durasi promonya habis. Sementara di negara lain, saya pernah baca bunga KPR hanya 1% dan paling mahal 4%, itu pun bunga normal, bukan bunga promo.
Ya gimana anak muda berani ambil kredit rumah, bunganya aja mencekik gitu.
Pertanggung jawabnya besar klau berumah tangga..byk yg tdk siap karna penghadilannya..
Sekarang harga rumah emang mahal. Kebnyakan sekarang kpr bunga nya tinggi. Skrng para banker pasang suku bunga tinggi, sekarang bunga per tahun kpr nya paling kecil 7%. Flat paling 3 tahunan. Tahun ke 4 dst bisa nyampe 10%an. Jd misal kita kpr 15 tahun. Bunga kita anggap flat 7%per tahun maka 7% x 15 = 105% bahasa gampangnya kpr beli 1 rumah dgn harga 2x lipat. Belum ada bahasa finalti atau sita, belum yg kita cicil itu bayarnya adalah 20% hutang 80% nya bayar bunga cicilan. Jd emang harus mikir panjang buat kpr. Belum lg harus ada syarat pegawai tetap. Yg pegawai kontrak bnyak gagal nya di tahap interview bankernya. Yg bnr mnding nabung emas batangan beli rumah nya cash semoga sanggup
Anak muda tidak mampu beli rumah. Anak muda nggak mau nikah. Dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme yang justru menghasilkan kemiskinan struktural. Yang kaya semakin kaya yakni oligharkhi. Negara yg menerapkan sistem kapitalisme, lebih menguntungkan oligharkhi dan memiskinkan rakyat banyak.
Dimana2 yang pegang ya pasti oigarki. Tapi negara asia terutama oligarginya super jahat. Di eropa oligarki juga ada tapi mereka lebih manusia. Mereka menguasai ekonomi tapi bayar pajak nya banyak. Itulah kenapa di eropa untuk sekolah dan fasilitas publik murah
Bukan karena kapitalismenya bang, monopoli, kkn dan oligarki yg bikin susah
Gara2 kapitalisme rakyat jadi miskin. Jadi maunya sistim KOMUNISME ? Semua rakyat sama rata, nggak ada yg kismin, tapi juga nggak boleh ada yg kaya raya. Yakin , Sistim Kapitalisme itu 100% JELEK BANGET?
@@kangcwy5131 Tepat sih, oligarki di Asia terutama dengan penduduk tinggi macem Indonesia, India, China oligarki nya benar2 serakah karena kekuasaan mereka di sistem pemerintahan jg
100% valid apa yang disampaikan pak helmy, btw saya masih umur 25 tahun dan hampir semua (95% lebih) perkataan beliau benar ttg apa yang ada di pikiran saya
Sekarang era kerja remote, bagi yang emang kerja remote sebaiknya usahakan tinggal di daerah dengan UMK rendah tapi pendapatan UMK tinggi, jadi bisa terjangkau untuk beli rumah/tanah didaerah tsb. Side hustle juga cukup mudah dapatnya, konten finansial juga udah banyak terutama mempersiapkan dana pensiun.
Saya pada thn 2012, di usia yg 24 tahun, nekad nyicil rumah di depok dengan tenor 5 tahun, karna target saya rumah lunas sebelum saya usia 35 thn, puji Tuhan sudaj saya rasakan perjuangan itu, semoga temen2 yg blm punya rumah tetep semangat pasti ada aja rejekinya
Sejak covid 19 memang banyak rumah dan ruko juga perkantoran dan apartemen yg tidak menjadi laku sehingga yang baru belum diincar dan yang second juga masih menumpuk karena beli rumah bukan seperti beli barang konsumsi lain karena butuh dana uang muka dan cicilan yang panjang dan tinggi oleh sebab itu solusi untuk menyewa memang jalan pintar supaya bisa mengisi rumah kosong dan lama lama juga dapat menggerakkan investasi di properti dan kaum muda juga bisa lebih nyaman sewa rumah walaupun agak repot
Saya juga gak kuat kalau harus mikirin utang ber-tahun-thn.. Rasanya pasti beban sekali pikiran. Alhamdulillah Allah kasih kelancaran rizki, utk saat ini ngontrak dlu.. Sambil nabung, dan semoga Allah mudahkan utk membeli secara tunai.
Bener bgt pak..terutama yg punya byk uang menjadikan rumah investasi..akhirnya harga rumah bubble dan pemerintah hanya jadi penonton..kasihan generasi muda..
Betul om... Terlalu berat utk beli rumah di kota Atau bangun rumah layak di daerah saat ini... Siapa yg tidak mau???... Saya memilih tetep tinggal di kontrakan petak di jakarta dan tetep fokus bekerja...
Utk punya rumah dikota.. Sudah dikubur jauh jauh...
Mau di kota mau di desa, membangun rumah juga sama nilainya... Harga bahan sama aja bahkan ada yg lebih mahal di daerah...
Enak tinggal di desa,kalau kota itu sekali kali buat pelesiran....Jakarta panas macet lebih lebih pas jam balik kerja,jam 5,6,7 sore di busway banyak karywan kantor yang berhimpitan dan berjejal
Saya sandwich gen, umur 23th. Setia kerja sama perusahaan start up yang atasannya redirect langsung ke direktur. Allhamdulillah diperhatikan oleh beliau yang memutuskan saya untuk setia di sini. Hampir genap 5 tahun lamanya. Sambil sesekali cari project sampingan.
Kondisi keluarga masih ngontrak. Saya baru lulus S1 dengan biaya dari hasil kerja. Ada tabungan sedikit insya Allah mau coba lanjut ke S2. Adik tahun depan juga sudah masuk kuliah, agak khawatir dengan biaya UKT yang naik.
Bapak selalu bilang untuk ambil KPR, tapi 1000x saya mikir karna bahaya dsb. Saya coba investasikan uang yang sekarang ada untuk pendidikan dulu. Dengan harapan nanti 1000x lipat bisa balik uangnya.
Mohon arahan nya coach
Sy setuju Pak Helmy, bukannya Tidak mau tapi memang Tidak Sanggup. Kepemilikan Rumah di daerah suburban Jakarta harganya 1 M up. yang masih 500 juta sudah jauh dari jakarta yang treveling timenya diatas 2 jam ke tempat kerja sekali. Dibandingkan penghasilan rata-rata 9-10 juta per bulan harga rumah 1 M sudah tidak rasional menurut saya. Dibandingkan jika ada dana Cash 1 M alangkah baiknya untuk di putar di sektor real, ikutan Plasma Sawit misalnya atau usaha penggemukan lele. Saran dari Sy mungkin di daerah Jakarta alangkah lebih baik jika ada "Hunian" sewa yang ringan di kisaran 2 juta per bulan. Bentuknya bisa jadi Apartment. Jadi Pegawai entry level bisa berhunian dekat dengan tempat kerjanya dan uang sisanya bisa untuk investasi di tempat lain, dana pensiun atau buka usaha di daerah. Untuk intervensi di bidang property sudah tidak mungkin rasanya bahkan Jika Negara turun tangan.
Masuk akal, cuma agak takut soal pekerjaan kita. Apa bisa seawet itu bekerjanya?
Memang ada yang awet karena butuh bukan karena betah.dalam arti kalau tdk bekerja mau apaan?? Ada juga yang berpikiran dan berkata kalau kerja di pabrik atau perusahaan ini terus kayaknya menjadi tua ditempat kerja.sementara orang yang berduit pada wara Wiri liburan dan hiburan.
tanggung jawab pemerintah menyediakan perumahan yg layak buat rakyatnya yg hrg terjangkau dan masuk akal
Aku setuju kok, mmg pendapatan ga sebanding dgn harga rumah yg harus dicicil perbulan, sy pun ga mau KPR yg tiap bulan mikir cicilan selama 20 thn lah paling lama.
Jalanin aja yg ada skrg, klo udh saatnya punya rumah dr hasil nabung, itu jauhhh lebih baik walaupun kata orang telat. Trus liat rmh2 skrg yg banyak dijual tapi kayaknya ga laku2, ya who knows suatu saat bisa kebeli 😁
Setuju, masalah utama adalah penghasilan di Indonesia sangat rendah. Bang helmi sudah benar bicara sesuai reality anak muda sekarang.
UMR/PENGHASILAN RENDAH, KEBUTUHAN POKOK NAIK, KEBIJAKAN2 YG DIBUAT PEMERINTAH TIDAK TERLALU PRO RAKYAT. Jadi emang bener udah gaada yg di harapin lagi selain hanya bertahan hidup, angan untuk membeli rumah pasti ada tapi balik lagi ke poin2 di atas itu yg bikin susah. apalagi pemerintahnya gak asik.
Betul sekali pak jaman sekarang sangat banyak sekali perubahannya,karena paktor yg semakin tinggi karena tidak sesuai dengan penghasilan,iya pak ini sangat nyata👍terimakasih ya pak
Ekonomi bisa bergerak, ya harus konsumsi lah, event investasi = bangun pabrik, ya konsumsi material / barang modal juga. Bahwa uang 'kempes' di dalam, mungkin kesedot untuk keperluan (lagi2 konsumsi juga) dari luar kali. Bayar ini itu, yang gerak malah ekonomi negara lain.
Gimana harga produk tidak naik, inflasi (teori baheula, ya pasti lebih bernilai (bukan untung / rugi ya) pegang barang dari uang). Backlog yang mendekati 50% jumlah KK di negara ini, cmiiw. Apakah inflasi jelek? Tanya pengusaha, lebeh pengen harga jual naik atau turun?
Bahwa itu tidak terjangkau, karena pemikiran sektoral. UMR rendah, biaya produksi rendah agar daya saing EKSPOR terjaga. Rupiah yang melemah, seharusnya menjadi berkah produk ekspor tokh?? Sayangnya, devisa negara di 'atur' agar hanya cukup untuk 1/2 tahun impor saja. ini dari jaman baheula.
Kepemilikan Asing, nah ini..dag dig dug duoar...
Put it these way, UMR tinggi, biaya produksi lokal tinggi, impor dibatasi, mau tidak mau, yang butuh, beli produk lokal dengan lebih mahal toh. Timbal baliknya apa, mutu harus naik. Knp, the have milih berobat ke LN, ruginya apa bagi nakes kita, semakin sedikit eksperimen (upps...baca: praktek) semakin tumpul tuh ilmu.
Daya beli yang meningkat, Konsumsi produk lokal berkembang, ekonomi lokal berkembang. Makin tinggi harga, PPN yang diterima negara makin banyak, tanpa perlu menaikkan tarif (jangan lihat ppn BM, apalagi bagi kaun flexor..).
Rewardnya apa, bagusin desa / kota, fasum dan fasos. Lancarkan akses orang, barang dan jasa (infrastruktur darat, laut, udara).
Naik sampai ke tingkat yang tidak masuk akal, boom menjadi burst..Sebelum itu terjadi, otoritas berperan, di situ gunanya government, kelola, administration. Yang melemah ditopang. They have all the datas, hanya saja, mereka berkerja untuk siapa, bias tidak. ataukah selain sebagai regulator mereka juga aktor?
Case DKI vs IKN, over supply gedung Lembaga / Departemen ?...Nope, dandan sedikit, jadikan apartemen sesuai umur / heritage bangunan. Bersaing dengan swasta, masa kalah, (asal jangan lupa dibayar saja tuh kontraktor, upps..), ATAU...atau..., swasta ketar ketir...neeiii...
Jakarta tidak sebagai pusat, ekonomi turun? Jadi harus menghancurkan satu kota agar, pusat dunia berpindah? Lagi2 model model ekonomi sektoral /arisan diterapkan.
bdk. toko aktual cs toko virtual. aggregat ekonominya tidak meroket.
Saran saya Kalau sudah berkeluarga harus beli rumah, kalau tidak bisa beli cash cicil minimal 10 tahun, capek banget kita dengan pindah pindah kontrakan, dan kontrakan juga tiap tahun pasti naik, tapi kalau sendiri nggak harus beli rumah masi bisa tinggal dirumah orang tua, atau gontrak, kalau kita sudah cicil rumah kita pasti ketat pengeluaran uangnya♥️🇮🇩🙏
Cicil bank 10 th...bunga nya brp pak bisa beli rmh satu lg bunganya dihitung2😂
@@handrica7128 buang kalkulator mu kawan, kamu niat aja dan bertekad, dan berdoa, pasti ada jalan kawan♥️🙏
Beli lahan dulu di kampung,baru setelah punya duit bangun rumah.biarpun sederhana,tapi enak makan enak tidur gk di kejar kejar bang emok!
DP 0% DKI Jakarta banyak yg bully, pada hal itu sangat membantu bagi mereka yg berpenghasilan UMR..
Maaf bang semua kembali lagi dari sudut pandang masing2, jika sudah kebutuhan dengan cakup yg berbeda. Sewa kontrak dengan budget tiap bulan misal 1 jt dengan beli rumah kredit sama budget cicilan 1 jt dengan catatan rumah subsidi pola angsuran yg flat menurut saya bisa di pertimbangkan, dan semakin tahun nilai investasi naek juga khusunya poperti.
Tapi kan kerjaan kita blm tentu seawet itu bang
Alasan utama benar itu pak. Pengahasilan terbatas. UMR hanya pas buat hidup sehari-hari.
Banyak pekerjaan sekarang yang bahkan tidak UMR + tidak dapat jaminan kesehatan (JKN), magang dan kontrak kerja yang tidak jelas.😢
Kalau kerja di kota mending kontrak aja, nyari yg murah. Uangnya dikumpulkan (dibudgetin) buat beli tanah/ beli rumah cash. Ketimbang KPR 15-30thn, tp kebutuhan hidup kempas kempis. Spt gali lobang tutub lobang krn byr cicilan rumah besar beut. Kalaupun mau KPR mending ambil didaerah yg tdk mencekek utk cicilan rumah.
menurut saya, saya usul ada pembatasan kepemilikan lahan di perkotaan
Kuncinya harus punya penghasilan sampingan, entah punya usaha atau kerja freelance, punya bisnis online, conten creator, pasif income, dll
Pokok e yakin
Banyak solusi untuk hunian prioritaskan kebutuhan tidak keinginan,rumah itu kebutuhan untuk kita membina keluarga mendidik anak2 sebagai amanah dan itu perlu kenyamanan hunian.ga perlu mahal yang penting terjangkau banyak solusi misal beli kavling dulu atau beli rumah subsidi yang bisa di cicil dengan 1 juta per bulan atau kalau mau KPR ambil KPR syariah yang cicilan nya pasti sudah tau besaran cicilan nya dari awal sampai lunas tidak yang floating jadi bisa mengukur kemampuan. tapi kebanyakan gengsi pengen yang wah,,,gengsi lah yang merubah minset "gak mampu beli rumah" .padahal gaji UMR juga bisa beli rumah kalau minat, jangan membentuk minset "tidak mampu",,,milenial sekarang sebetulnya banyak yg mampu hanya terkalahkan sama minset dan gengsi
betul omm,, saya bukti nyata org yang bingung gimana cara ngumpulin duit buat beli rumah,
anak saya 1, saat ini ngontrak 700/bln,
sdangkan penghasilan tdk tentu dari onlineshop,
utk kbtuhan sehari² jg di ada adain, pkiran utama saya yg pnting anak istri smua makan,
thun kmren istri saya tiap bulan sisihkan uang utk kumpulin buat beli tanah, dan bngung entah sampai kapan bisa kecapai,
dan usul om sy setuju, hrusnya pmrintah ada trobosan utk kaum kami yg bngung cara nya gmna biar tercapai,
d tmpat sy nyicil kpr dp nya aja 40-50jt.
umr cuma 2,3.... semoga ada titik terang
Jaman sekarang kerja di perusahaan aja jd karyawan aja nga di angap karyawan " kontrak , Outsourching , Harian Lepas , Boronganlah " Kalopun karyawan sekarang dengan mudahnya PHK , Jd kalo mau beli rumah KPR mikir2 untuk komitmen dalam jangka 20 tahun / lebih
Kecuali sudah jadi karyawan dan memiliki bisnis , ndak usah memaksakan demi gaya malah terjerat hutang riba , toh dunia ini bakal kita tingalkan bre.
Jingok palembang tunah pak, nyari rumah men nk yg subsidi makin jauh, aksesnyo makin susah, nak bemotor bemobel dulu baru pacak ke tempat kerjo. Belom macet, belom banjir. Kelebuuu!
Jangan maen properti yg bangun lepas bae pak, ado jg kito nih kebutuhan hunian dekat dengan akses pusat kota. Kemano2 lemak, tinggal jalan, naek sepeda, naek angkutan umum. Rumah Flat lantai 4 biso jadi solusi. La banyak nian ruko kosong di palembang nih, asak bangun bae rukooo galo pinggir jalan.
Jela nian..men nak murah ngacip ke ujung dunio.. 🤣🤣
Gak papa ngontrak, anggap aja uang ngontrak itu sebagai pengeluaran kebutuhan hidup
Mau KPR ngeri dengan hukum riba
Sekarang Alhamdulillah sudah punya tanah untuk bangun tapi gak mau maksain
Berdoa kepada Allah minta kemudahan semoga secepatnya bisa bangun rumah
Saya seorang milenial. Setelah diangkat sebagai pegawai tetap saya baru memutuskan ambil KPR. Dengan nominal cicilan 30% dari gaji maka yang paling masuk akal adalah KPR BTN (subsidi pemerintah). Resikonya ; lokasi jauh dari Ibu kota tempat saya bekerja dan fisik bangunan belum 100% nyaman jadi perlu renovasi sana-sini.Kalau dihitung - hitung uang yang keluar untuk DP, cicilan, renovasi dan ongkos harian, rasa-rasanya memang lebih hemat kalau tinggal di kontrakan atau sewa apartemen dekat tempat kerja. Saya yang ambil KPR Subsidi saja ada perasaan seperti itu, bagaimana yang ambil KPR Komersil, tentu lebih berat lagi. Tidak heran orang-orang generasi di bawah saya malas berpikir beli rumah. Belum lagi tekanan dan tren sosial, sifat - sifat FOMO membuat orang makin sulit menabung. Jalan - jalan untuk healing jadi terasa lebih menyenangkan daripada "ditodong" tagihan KPR tiap bulan. Entah salah siapa, yang penting kita semua harus selalu menjaga kewarasan masing-masing.
Terima kasih Mas Helmy!
Perantau macam saya k jakarta jika ngandalkan gaji..susah dapat rumah d jabodetabek.
Saya ga tahan lama d swasta..lalu freelance..memang lebih besar pendapatan frrelance tapi tidak rutin..
disaat besar saya tabung dan setelah cukup saya belikan rumah dr pemilik pertama (umumnya lebih murah dr yg baru).
Nikmati proses tekan gaya hidup.
Sedang mengumpulkan dana untuk membeli tanah & membangun rumah impian _off grid_ menggunakan energi terbarukan, serta membuat koloni kecil yang berbasis _circular economy_ . Walaupun saat ini masih menjadi -elite global- / -budak korporat- / digital nomad alakadarnya yang hidup minimalis & _cashless_ bermodalkan sebuah _bug out bag_ berisi laptop, hp, charger, ridge wallet & multitools.
Ijin Bang Helmy, bikin sesi sambungan dari video kali ini. Bagaimana kira2 nantinya waktu mereka2 ini sudah 50-60th dimana produktivitas di usia tsb sdh jauh menurun dan kalah bersaing dg generasi yg lbh muda. Apakan dg absennya aset bisa bertahan? invest saham / emas ? dst dsb. Buat kita ortu2 bisa persiapkan anak2 kami jg. Terima Kasih banyak. Sangat terberkati sekali dg video2 Bang Helmy.
Yg saya lakukan dgn uang saya adalah diinvestasikan semampu saya.... Saya lebih suka ngekost.... Bisa pindah2 sesuka hati kalo bosen.... Nanti punya rumah kalo sudah punya pasangan tentu di sekitar kampung halaman nyonya kelak..... Saya belikan sawah yg masih murah supaya bisa dpt yg panjang/luas lalu saya bangunkan rumah sesuai kebutuhan.... Agar kelak kalo punya gawe tidak perlu menutup jalan
Kami pasangan millenial dan menikah muda.. Anak banyak, ada 4. Jd mau tidak mau hrs berfikir ttg rumah, aset dan properti. Traveling seneng juga, tp ya dibatasi karna biar bs beli aset. Bagi kami tetap penting ya properti itu.. Misal kita pindah2 pun kerjanya, kan msh bs dikontrakkan propertinya.
Kalau beli scr KPR kita mikir2 karna bunga nya tinggi, jd kami nabung pakai logam mulia. Disamping itu mungkin karna kami wirausaha, jd pendapatan kami tdk terbatas, jd misal pas ramai gitu ada untungnya banyak kan nabungnya jg bs banyak.
Kami cukup ketat dalam pengaturan keuangan, mungkin tdk spt millenial lainnya. Kami bukan penggila barang branded, gadget yg musti update, mobil yg mewah, dsb. Kami cukup dengan makan di luar dan traveling tipis2, itupun ga tiap hari.
Kami sadar ke depannya akan semakin sulit punya aset dan sulit lapangan kerja, sedangkan anak kami banyak. Jd kami hrs punya beberapa aset utk berjaga-jaga di kemudian hari. Tidak mudah memang, tp selalu mungkin kalau kita cari jalan.
Pikirkan kalau kita sdh tidak bekerja, dan kita tidak punya apa2. Apa jadinya? Itu lebih mengerikan bukan? Maka dari itu punya rumah itu sangat penting.
Setuju dgn opini Pak Helmy, dan satu lagi MUNGKIN Karena Duitnya kebanyakan di bawa ke luar negeri oleh mereka dan para pengusaha. Jadi yg sanggup beli ya yang banyak duit hasil jadi TKI atau kerja di Perusahaan PMA😂
Makanya management negara harus semakin bagus, focus ke ekonomi n pajak . Kalau hasil pajak bisa mengcover kebutuhan premier pangan pendidikan kesehatan pensiun , generasi muda akan masih ada uang tersisa untuk beli rumah
Suami saya membeli rumah dngn angsuran 20 th .saya bagian renovation.sebisa mungki km meminimalis pengeluaran demi kami untuk bisa punya hunian sendiri.. semangat sahabat milenial
BAHAYA GAYA HIDUP NOMADEN
Saya justru lebih tertarik dengan budaya nomaden anak muda sekarang, karena anak muda ini gak tau bahaya dibalik gaya hidup ini.
Mereka mungkin merasa bahwa mereka adalah MC di dunia ini, tapi jangan lupa. Perusahaan bisa berdiri belasan sampai puluhan tahun karena adaptif terhadap perubahan.
Jika gaya hidup nomaden tetap dijalankan, jangan salahkan saat perusahaan beradaptasi dengan sistem yang mereka punya.
Hingga nanti saat sistem baru sudah dijalankan, perusahaan akan prefer mencari anak Muda sebagai karyawan. Dan jangan kaget nanti di setiap lowongan usia maksimum karyawan s1 perusahaan adalah 25-27 tahun.
Dan jika anak muda ini udah gak dianggap produktif di sistem yang baru (27-30 tahun) perusahaan akan bikin kalian secara sukarela mengundurkan diri untuk digantikan dengan yang lebih produktif(dan murah) gitu terus siklusnya.
Mungkin hanya akan ada beberapa yang survive di perusahaan itu, dan yang survive akan tertanam loyalitas pada perusahaan jika ingin bertahan.
Juga KPR Bank mengerikan.. ibarat siapa yang mau sakit.. tapi sekali sakit..nunggak 1bulan..sudah datang tuh yg tempel tulisan yang bikin malu dipagar rumah (BTN)..tercatat di OJK..sampai black list data..
Mengerikan boss..napas masih panjang..hidup seperti "dibuntungin" jika "sakit"..terbayang gak masa depan masuk ke zona "suram"
Saya rumah subsidi cicilan 1.3 perbulan selama 15 tahun, alhamdulillah banget di usia skrg 25 tahun dan cicilan sudah berjalan 4 tahun sama sekali tidak rugi ambil keputusan ini
setuju pak, UMR di indonesia terlalu rendah, apalagi kerja skrg kebanyakan outsourching, yg mana tidak ada pensiunan.
dari pemaparan menkeu sri mul ttg ekonomi Indonesia thn 2045... Indonesia masuk 5 besar ekonomi terkuat dunia..
bila skrg thn 2024 pendapatan nya 2,4Jt/bulan, maka di perkirakan di thn 2045 pendpatan akan menjadi 5.2Jt/bulan.. 😁😁😁😁😁😂
emng skrg aja gaji 5jtan bs buat apa??....
Kadang orang pinter yang berpikiran tolol itu mengatakan UMR 4&5 JT itu besar.orang pemerintah atau menteri berkpikir dan berkata seperti itu.kapan rakyat Indonesia makmurnya???