MEMAHAMI ESENSI TEOLOGIS: “BAPA AKASHA IBU PRITHIVI”

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 6 вер 2024
  • • MEMAHAMI ESENSI TEOLOG...
    MEMAHAMI ESENSI TEOLOGIS: “BAPA AKASHA IBU PRITHIVI”
    #Memahami
    #Esensi
    #Teologis
    MEMAHAMI ESENSI TEOLOGIS: “BAPA AKASHA IBU PRITHIVI” adalah sebuah tematik yang sering diperbincangkan. Dalam keseharian, dikatakan bahwa akasha (akasa) itu bapak, sementara prithivi (pertiwi) adalah ibu. Aksiomanya, tiada energi apapun tercipta tanpa penyatuan bapak dan ibu, akasha dan prithivi. Tidak hanya istilah itu, seringkali juga ditemukan pada kebudayaan setempat padanan itu, misalnya lingga-yoni, bolong-gilik, dan sebagainya. Bagaimana pandangan itu bisa terjadi ? Secara teologis, Hindu memberikan ruang terhadap dua hal penting, yaitu Nirguna Brahman dan Saguna Brahman. Nirguna Brahman (Impersonal God), Tuhan yang tidak berwujud. Sementara Saguna Brahman (Personal God) adalah Tuhan yang berwujud dan atau diwujudkan dalam berbagai simbol. Mengapa terjadi dua hal itu dan dibiarkan seperti itu, karena Hindu memahami bahwa tidak semua insan mampu secara sempurna mengasah kekuatan pengetahuan bathinnya untuk berhubungan dengan Tuhan. Bagi yang belum sempurna, maka diberikan jalan melalui media dan sarana, seperti patung, sarana banten dan atau upakara sebagai simbol emajiner manifestasi Tuhan. Sarana-sarana yang digunakan dalam menghubungkan diri dengan Tuhan bersifat eksoteris, berbeda dengan Esoteris dalam sistem kognitif manusia. Hindu memberikan ruang yang luas terhadap cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, baik pada tahap anismesme, dinamisme, sampai pada monoteisme (Donder, 2020). Tradisi pemanfaatan simbol lingga-yoni, bolong-gilik yang berlangsung hingga kini adalah tinggalan masa lalu yang masih diyakini hingga sekarang dan masa depan sebagai konskuensi teologi Hindu yang memberi ruang konsep Saguna Brahman dalam masyarakat Hindu.
    Ada banyak sumber yang dapat dirujuk untuk menjelaskan yang tak berwujud (Nirguna Brahman), esoteris dan yang berwujud (Saguna Brahman), eksoteris. Dalam Chandogya Upanisad VI.2.1 misalnya dinyatakan mengenai keutamaan wujud: “sad eva, saumya, idam agra àsìd ekam evàdìtìyam, tadd haika àhuá, asad evedam agra àsìd ekam evàdvitìyam, tasmàd asataá saj jàyata”, artinya “Pada permulaannya, hanya Yang Maha Esa, satu-satu-Nya tiada dua-Nya. Beberapa orang (suci) mengakatakan bahwa pada permulaanya hanyalah Yang Tidak Berwujud ini, Yang Satu Tiada dua-Nya. Dari yang Itu (Yang Satu), Tidak Berwujud, Wujud-pun, diciptakan”. (Radhakrishnan, 2008: 344). Lebih lanjut, kesatuan seluruh ciptaan dalam kesemestaan dijelaskan oleh Donder (2021) bahwa Manah (pikiran) didesak oleh keinginan untuk mencipta, kemudian terjadi eter (aksha), suara adalah sifat eter (MDS. I.75) dan Dari eter muncul bayu (udara) sabagai pembawa bau, memiliki sifat sentuhan (MDS, I.76). Di sisi lain dinyatakan bahwa “Dari udara muncullah cahaya yang memiliki sifat warna (MDS. I. 77). Dari cahaya muncullah air, dari air muncullah tanah, Prithiwi (MDS.I.78). Teks di atas sesungguhnya hendak menjelaskan relasional antara Akasha dan Prithivi atau akasa dengan pertiwi, bahwa akasha akan melahirkan vayu, teja apah prithivi. Sebaliknya, dari prithivi akan terbentuk apah, teja, vayu, dan akasha. Inilah salah satu argumentasi mengapa dalam masyarakat diyakini akan hubungan antara akasha dan prithivi antara akasa dengan pertiwi, hubungan yang bersifat sibernetik, bahwa kedua saling memberikan fungsi dan kekuataan dalam membentuk budhi dan manas. Ini pula yang disebut dengan kesatuan seluruh ciptaan dalam semesta Tuhan.
    Pejelasan di atas sesungguhnya menekankan betapa relasional antara makrokosmos dengan mikrokosmos begitu penting. Keyakinan akan kesatuan Makrokomsos dan Mikro-osmos perlu ditanamkan di hati umat Hindu. Sehingga bisa menyadari bahwa semua rekam jejak pikiran akan sampai di akasha dan direfleksikan kembali kepada manusia yang hidup di pertiwi. Perilaku manusia terekam di ether Akhasa (ayah semua mahluk) dan kemudian akan turun ke prithivi atau bhumi (ibu semua mahluk) dan mencari empunya. Karena itu semua hasil perbuatan akan berbuah dan diterima oleh yang berbuat. Jadi segala sesuatu yang menimpa diri kita, datang dari diri kita sendiri. Oleh karena itu, jangan pernah menyalahkan pihak lain, ulah manusialah yang menyebabkan Surga atau Neraka. Oleh karena itu, manusia seharusnya melatih diri menuju kesadaran kosmis, sebab efek positif dan negatif pikiran, perkataan dan perbuatan manusia (mikrokosmos) terhadap alam semesta (makrokosmos atau jagad raya). Apapun yang kita pikirkan,
    katakan dan kita laksanakan berpengaruh terhadap semesta sebagaimana tersirat dalam sloka "Yad bhavam tad bhavati".
    Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada UA-cam, juga pada Dharma wacana agama Hindu. Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
    www.youtube.co...
    Facebook:
    yudhatriguna
    Instagram:
    / yudhatrigunachannel
    Website:
    www.yudhatrigu...

КОМЕНТАРІ • 153