MENGAPA MEMAKAI BENANG

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 9 сер 2022
  • • MENGAPA MEMAKAI BENANG
    MENGAPA MEMAKAI BENANG ?
    #AriPentingBenangDalamHindu,
    #BenangTridatu,
    #KapanGelangBenangDibuang?
    MENGAPA MEMAKAI BENANG adalah sebuah pertanyaan sederhana atas berbagai fakta bahwa umat Hindu di Indonesia, teristimewa di Bali acapkali memakai benang. Sejak lahir, dilaksanakannya upacara tiga bulanan, upacara turun tanah, upacara otonan, upacara maprasita, upacara pawintenan, upacara kematian selalu kita menemukan penggunaan benang. Belakangan semakin popular umat menggunakan gelang tridatu yang didapatkan di pura tertentu setelah upacara sembahyang. Apapun nama upacaranya, demikian pula tingkatan (besar kecilnya) upacara selalu menggunakan benang. Lalu, mengapa memakai benang? Di dalam lontar Purwa Gama Sesana dikisahkan: “Ketika para Dewata memberikan pelajaran (ajah-ajahan), petuah dan tuntunan bertempat di bale Agung, salah satu yang diajarkan adalah cara memintal benang untuk membuat peralatan upacara, disamping untuk menghasilkan kain untuk dijual sebagai sumber penghasilan”. Dua jenis benang, yaitu benang utuh atau benang yang tidak terputus disebut benang nagasari atau juga disebut benang tukelan yang digunakan sebagai pelengkat (pejangkep) uang kepeng. Benang tukelan bermakna membentuk keterhubungan yang baik. Kedua, benang yang dibuat dengan panjang dan ukuran tertentu. Karena dibuat dengan ukuran tertentu, maka benang ini tidak bulat seperti halnya benang tukelan. Benang yang dibuat mengikuti ukuran tertentu misalnya digunakan tatkala membuat sukat rumah berdasarkan ukuran asta kosala-kosali. Selain itu, benang juga dibedakan berdasarkan warnanya, seperti benang warna putih, hitam, merah, kuning dan sebagainya. Semua itu selalu berhubungan dengan simbol dan nyasa. Misalnya benang tridatu, benang berwarna merah, hitam, dan putih sebagai nyasa untuk memuja Hyang Tiga Sakti. Selanjutnya, berdasarkan fungsinya benang dibedakan: pertama, sebagai wates atau pemegat, misalnya dapat dilihat pada saat membuat sukat genah, ketika membangun rumah tempat tinggal baru. Benang juga digunakan sebagai serana pemegat saat dilangsungkan upacara perkawinan. Kedua, benang berfungsi sebagai pengeraksa, sebagai sarana berkaitan dengan magic protection. Misalnya dalam lontar “Penyengker Grubug” dinyatakan benang adalah sarana yang baik digunakan untuk nyengker pengaruh negatif dari wabah (sasap, merana, gering, brubuh). Dalam fungsi seperti ini, benang yang sering digunakan adalah benang berwarna hitam. Ketiga, benang berfungsi sebagai pengeringkes, dikaitkan dengan fungsi benang sebagai pengikat. Fungsi benang sebagai pengeringkes dengan jelas dapat dipahami dari upacara kematian, dengan penyebutan benang itik-itik. Benang dalam konteks ini difungsikan untuk mengikat unsur pancamaha butha sebelum dikembalikan. Secara simbolik benang pengeringkes, digunakan untuk mengikat kedua ibu jari tangan dan juga kedua ibu jari kaki. Benang yang digunakan umumnya benang berwarna putih. Keempat, sebagai nyasa artha berana, uang kepeng sebagai simbol artha dan benang itu diyakini sebagai simbol berana juga sebagai simbol Sri Sedhana dan Dewi Laksmi. Dalam posisi seperti ini benang juga disebut sebagai tetebus, maksudnya untuk melengkapi kurang lebih dari yadnya yang dilaksanakan dengan matra: “uang satakan lan benang atukel”. Kelima, benang sebagai pryascita atau pembersihan. Ketika benang difungsikan dalam aspek-aspek magis, maka benang diasosiasikan dengan naga. Itu sebabnya disebut benang nagasari dan tatkala disematkan oleh Sulinggih acapkali berisi doa “naga putih” dengan harapan agar dijaga, sehat, dan selamat. Belakangan berkembang benang tridatu yang biasanya diberikan oleh Pemangku pura ketika usia sembahyang, Benang itu disimbolkan sebagai anugraha. Lalu berkembang pertanyaan, jika kita tangkil ke beberapa pura, dan di setiap pura mendapatkan warugraha berupa banang tridatu, apakah semuanya dipakai dan berapa lama sebaiknya benang itu dipakai ? Atas pertanyaan itu, Ida Bagus Made Bhaskara memberikan jawaban: Jika benang (warna putih) yang digunakan dalam rangkaian otonan, maka sengkernya tiga hari. Jika benang itu dipasangkan ketika dalam proses ritual perkawinan, maka setelah selesai benang itu dilepas dan diletakkan di bawah tempat tidur sebagai nyasa agar perkawinan langgeng. Jika benang difungsikan sebagai sarana pangaraksa, maka benang itu harus digunakan di tangan kanan dan boleh digunakan selama benang itu masih bagus dan utuh. Berkaitan dengan benang tridatu sebagai warugraha, benang itu dapat dipakai selama masih baik dalam arti estetika. Jika sudah rusak sebaiknya dipralina dengan cara dibakar.
    Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada UA-cam, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
    Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
    ua-cam.com/channels/B5R.html
    Facebook:
    yudhatriguna
    Instagram:
    / yudhatrigunachannel
    Website:
    www.yudhatriguna.com

КОМЕНТАРІ • 104