MENGAPA MATA TERPEJAM SAAT SEMBAHYANG ?

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 2 лис 2021
  • • MENGAPA MATA TERPEJAM ...
    MENGAPA MATA TERPEJAM SAAT SEMBAHYANG ?
    #Mata
    #Terpejam
    #Sembahyang
    MENGAPA MATA TERPEJAM SAAT SEMBAHYANG ? Mengapa mata kita tidak digunakan melihat berbagai simbol Tuhan ? Pertama, dengan cara upamana pramàóa, menjelaskan dg cara pengandaian: “Bumi ini disebut sebagai Kamadhuk. Bumi diandaikan sebagai induk sapi. Sapi pemenuh segala keinginan kita dan kita, andai anak Sapi Kamadhuk yang belum bisa makan rerumputan. Si anak sapi haus susu ingin segera menikmati susu, Ia ngitil-ria mendekati induknya, berusaha menemukan puting susu induknya dan saat menikmati susu mata si anak melek-merem menikmati susu segar enak kasih sayang induknya. Artinya, walaupun Kamadhenu subur susu Seluruh tubuhnya potensial bersusu-susu tapi untuk mendapatkan susu induknya hanya mungkin melalui puting susu itu si anak sapi kamadhuk menyusu. Begitu pula kita awam, kawan Pura itu puting susu Ibu kita., Ibu kita Bumi, Ibu Prethiwi ini kan? Setelah masuk pura kita santai sejenak Menyajikan itu sesajen aturan bhakti kita di meja suci di depan palinggih Hyang Widhi lalu kita asana, duduk yoga penuh rasa bhakti. Setelah mohon tirta panglukatan, air penyucian diri Kita makidung, masaa-mantra, mohon Kehadiran-Nya. Lalu, saat kramaning sembah kita mabhakti: Mabhakti diawali dengan ngranasika merem mandang ujung hidung. Menutup mata indrawi Membuka mata batin membayangkan Tuhan dalam aspek murti-Nya berkenan menerima bhakti dan menganugerahi kerahayuan. Dalam sembahyang itu dengan mempersembahkan bhakti cakup tangan anjali di sela-sela kening kita haturkan sembah puyung yang hening. Kita lagukan mantra sembah: OM àtmà tattwatma suddhamam swàhà [OM, Àtmà hakikat hamba roh, sucilah hamba]. Mantra itu mengisyaratkan, hakikat diri itu Àtmà. Keberadaan Àtmà gaib, halus di dalam diri kita Àtmà hanya mungkin dilihat dengan mata batin, maka tutup mata indrawi, bukalah mata batin.
    Melihat Àtmà itu di mana ? Ya, kita berkonsentrasi-meditasi kepada Àtmà yakni roh kita yang suci itu di dalam hati Nurani. Begitulah tradisi menuntun kita sembahyang, Contoh Mpu Tanakung memuja Bhatara: “sang hyang ning hyang amurti niûkala sira ta kinenyep ing akabwatan lango [Dewanya para dewa dalam wujud Tanpa Wujud. Beliaulah yang sesungguhnya jadi pusat meditasiku dalam menciptakan puisi kakawin]. Lebih lanjut disebutkan: “sthulakara sira pratisthita hanéng hredaya kamala madhya nityasa [namun dalam wujud nyata-Nya. Beliau selalu aku muliakan di dalam padma hatiku], dhyana mwang stuti kuthamantra japa mudra linekasaken ing samangkana [Dhyana, melagukan mantra, dan kuthamantra japa, serta mudra aku laksanakan ketika yoga], nghing pinrih-prih i citta ning hulun anugrahana tulusa digjayeng lango [Adapun yang menjadi tujuanku mengheningkan cipta, Semogalah Beliau menganugerahiku kejayaan berkesenian, takûu nyastra]. Jadi, ketika duduk meditasi [dhyana] itulah peyoga memeramkan atau memejamkan mata karena Tuhan direnungkan hadir nyata [sthula] tidak di mana-mana, tapi fokus di dalam hati mata inderawi tak mungkin melihat Yang Mistis nyata dalam hati. Hanya, ya hanya mata batin yang mampu melihat-Nya dalam diri yang suci. Mpu Kanwa mengandaikan: “úaúi wimba hanéng ghaþa mesi bañu [Bayangan bulan ada pada tempayan berisi air], ndan asing úuci nirmala mesi wulan [Tetapi, setiap tempayan yang suci jernih berisi bayangan bulan], iwa mangkana rakwa kiteng kadadin [Seperti itulah halnya Tuan pada setiap ciptaan-Mu], ring angambeki yoga kiteng sakala [Pada yang membatinkan yoga Tuan nyata]. Ya, hanya pada diri yang suci yang disucikan dengan ritual yoga Yang laku hidupnya adalah yoga Tuhan [Bhatara] nyata mawujud pada diri dan menjadi Sang Diri pada saat diri non-inderawi mata terpejam, diam.
    Dalam pustaka Wrehaspati Tattwa, Bhatara Ìúwara tegas menyatakan: Yan matutur ikang àtmà ri jatinya irikà ta ya n alilang [Jika orang sadar akan jati dirinya roh ketika itulah ia menjadi suci]. Bhagawan Wyàsa dalam Bhagawadgita mengisahkan: Arjuna setelah mendapat Brahmà Widyà dari Úrì Krisna lalu ingin mendapatkan penampakan Keagungan Tuhan Úrì Krisna berkenan atas bhakti Arjuna yang teguh [dhìra], Úrì Krisna bersabda: “Na tu mam sakyase, Anenai ‘va svacaksusa, Divyam dadami te cakûuh pasya me yogam aisvaram [Tapi engkau tak bisa melihat-Ku dengan mata manusiamu itu; Aku akan anugerahkan kepadamu mata batin. Lihatkah Wujud-Ku]. Jadi jelas, dengan mata indrawi kita tak mungkin melihat penampakan Tuhan dalam berbagai wujud Kepribadian Agung-Nya Kita harus melihat-Nya dengan mata batin dengan menutup mata inderawi ini.
    Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada UA-cam, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
    Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
    ua-cam.com/channels/B5R.html
    Facebook:
    yudhatriguna
    Instagram:
    / yudhatrigunachannel
    Website:
    www.yudhatriguna.com

КОМЕНТАРІ • 119