Suatu perbuatan yg di anggap sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah itu nggk cukup cuma dengan ikhlas dan tau tujuannya aja yai! Ada dua kaidah yg telah menjadi ushul (pokok) Autentikasi syarat sah dan diterimanya satu amalan (yg diklaim itu amalan yg disyari'atkan) maka selain ikhlas(niat dihati memuji Allah) juga kita dituntut untuk mutaba'ah! Maksudnya sesuatu itu gk cuma tentang apa yg dibaca saja tp menjadi kemestian dengan tata cara yang disyari'atkan juga! entah itu perintahnya ada melalui Al Qur'an ataupun sunnah Kaidahnya: Barang siapa yang mengklaim suatu aktifitas itu disyari'atkan (misalnya semacam ibadah), maka ia dituntut untuk mendatangkan dalil yang bisa mengesahkan pembolehan hal atau ibadah tersebut, yang berupa nash dari Qur'an maupun sunnah bukan berlandaskan qilla wa qaalla Sebagai contoh: telah berlalu kisah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan; فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ. “Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan?” قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. "Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya?.”[9]. Maka disini jelas Ibnu Mas’ud menegaskan bahwa satu kebaikan itu harus ditempuh dari pintu yg benar! Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” [10]. Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belumlah dianggap cukup.” °°°°°°° 9. HR. Ad Darimi no. 204 (1/79). Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid. 10. Atsar ibnu umar Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219
Kok panjang kali lebar bang? Maaf saudaraku, apa substansi yang telah saudaraku uraikan diatas? Tolok ukur seorang hamba sudah mencapai derajat keikhlasan itu yang bagaimana? Mohon pencerahannya 🙏
@AK47-o1j ya sdaraqu memang harus selesai menjelaskan perkara agama ini.. Ikhlas itu niat hati urusannya Allah yg menentukan nilainya sebagai manusia kita tidak dituntut menghakimi perkara hati siapapun itu. Kaidahnya dikatakan orang paling mulia didunia ini maupun derajatnya disisi Allah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: أما ظاهرك فكان علينا وأما سريرك فإلى الله. “Adapun dhahirmu itu yang menjadi hak kami maka perkara yang tersembunyi itu adalah hak Allah.” Dari yg saya bawakan diatas penegasan dari tatacara pelaksanaan ibadah yg sesuai dengan syari'at dan ada legalitasnya baik menurut Qur'an maupun sunnah. Intinya gk cukup hanya ikhlas meskipun sebatas pengakuan lisan maka ibadah itu harus sesuai tuntunan apalagi klaim itu mengatakan tata cara ini tata cara itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada الله عز وجل
@AK47-o1j ya sdaraqu memang harus selesai menjelaskan perkara agama ini.. Ikhlas itu niat hati urusannya Allah yg menentukan nilainya sebagai manusia kita tidak dituntut menghakimi perkara hati siapapun itu. Kaidahnya dikatakan orang paling mulia didunia ini maupun derajatnya disisi Allah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: أما ظاهرك فكان علينا وأما سريرك فإلى الله. “Adapun dhahirmu itu yang menjadi hak kami maka perkara yang tersembunyi itu adalah hak Allah.” Dari yg saya bawakan diatas penegasan dari tatacara pelaksanaan ibadah yg sesuai dengan syari'at dan ada legalitasnya baik menurut Qur'an maupun sunnah. Intinya gk cukup hanya ikhlas meskipun sebatas pengakuan lisan maka ibadah itu harus sesuai tuntunan apalagi klaim itu mengatakan tata cara ini tata cara itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada الله عز وجل
ya sdaraqu memang harus selesai menjelaskan perkara agama ini.. Ikhlas itu niat hati urusannya Allah yg menentukan nilainya sebagai manusia kita tidak dituntut menghakimi perkara hati siapapun itu. Kaidahnya dikatakan orang paling mulia didunia ini maupun derajatnya disisi Allah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: أما ظاهرك فكان علينا وأما سريرك فإلى الله. “Adapun dhahirmu itu yang menjadi hak kami maka perkara yang tersembunyi itu adalah hak Allah.” Dari yg saya bawakan diatas penegasan dari tatacara pelaksanaan ibadah yg sesuai dengan syari'at dan ada legalitasnya baik menurut Qur'an maupun sunnah. Intinya gk cukup hanya ikhlas meskipun sebatas pengakuan lisan maka ibadah itu harus sesuai tuntunan apalagi klaim itu mengatakan tata cara ini tata cara itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada الله عز وجل
jakarta menyimak gus.😢
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.alhamdulillah nderek nyimak.Malang.
Indramayu menyimak gus ❤❤
Alchamdulillah
Assalamu alaimkum wrwb derek nyimak gus bayuwangi
sumbar nyimak gus salam buat gus muhlason ❤
Assalamualaikum Gus Pekalongan nyimak
Pati nyimak guss
Gus.Palu ikut ngaos
Ijin nderek ngaos gus
Suatu perbuatan yg di anggap sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah itu nggk cukup cuma dengan ikhlas dan tau tujuannya aja yai! Ada dua kaidah yg telah menjadi ushul (pokok) Autentikasi syarat sah dan diterimanya satu amalan (yg diklaim itu amalan yg disyari'atkan) maka selain ikhlas(niat dihati memuji Allah) juga kita dituntut untuk mutaba'ah! Maksudnya sesuatu itu gk cuma tentang apa yg dibaca saja tp menjadi kemestian dengan tata cara yang disyari'atkan juga! entah itu perintahnya ada melalui Al Qur'an ataupun sunnah
Kaidahnya: Barang siapa yang mengklaim suatu aktifitas itu disyari'atkan (misalnya semacam ibadah), maka ia dituntut untuk mendatangkan dalil yang bisa mengesahkan pembolehan hal atau ibadah tersebut, yang berupa nash dari Qur'an maupun sunnah bukan berlandaskan qilla wa qaalla
Sebagai contoh: telah berlalu kisah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan;
فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لاَ يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَىْءٌ ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ ، هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ ، وَالَّذِى نَفْسِى فِى يَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ ، أَوْ مُفْتَتِحِى بَابِ ضَلاَلَةٍ.
“Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad! Begitu cepat kebinasaan kalian! Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan?”
قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.
"Mereka menjawab, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya?.”[9].
Maka disini jelas Ibnu Mas’ud menegaskan bahwa satu kebaikan itu harus ditempuh dari pintu yg benar!
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” [10].
Lihatlah kedua sahabat ini -yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud- meyakini bahwa niat baik semata-mata tidak cukup. Namun ibadah bisa diterima di sisi Allah juga harus mencocoki teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa ibadah baik itu shalat, puasa, dan dzikir semuanya haruslah memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu ikhlas dan mencocoki petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga tidaklah tepat perkataan sebagian orang ketika dikritik mengenai ibadah atau amalan yang ia lakukan, lantas ia mengatakan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”. Ingatlah, tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belumlah dianggap cukup.”
°°°°°°°
9. HR. Ad Darimi no. 204 (1/79). Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid.
10. Atsar ibnu umar Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219
Kok panjang kali lebar bang?
Maaf saudaraku, apa substansi yang telah saudaraku uraikan diatas? Tolok ukur seorang hamba sudah mencapai derajat keikhlasan itu yang bagaimana? Mohon pencerahannya 🙏
@AK47-o1j ya sdaraqu memang harus selesai menjelaskan perkara agama ini.. Ikhlas itu niat hati urusannya Allah yg menentukan nilainya sebagai manusia kita tidak dituntut menghakimi perkara hati siapapun itu.
Kaidahnya dikatakan orang paling mulia didunia ini maupun derajatnya disisi Allah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أما ظاهرك فكان علينا وأما سريرك فإلى الله.
“Adapun dhahirmu itu yang menjadi hak kami maka perkara yang tersembunyi itu adalah hak Allah.”
Dari yg saya bawakan diatas penegasan dari tatacara pelaksanaan ibadah yg sesuai dengan syari'at dan ada legalitasnya baik menurut Qur'an maupun sunnah. Intinya gk cukup hanya ikhlas meskipun sebatas pengakuan lisan maka ibadah itu harus sesuai tuntunan apalagi klaim itu mengatakan tata cara ini tata cara itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada الله عز وجل
@AK47-o1j ya sdaraqu memang harus selesai menjelaskan perkara agama ini.. Ikhlas itu niat hati urusannya Allah yg menentukan nilainya sebagai manusia kita tidak dituntut menghakimi perkara hati siapapun itu.
Kaidahnya dikatakan orang paling mulia didunia ini maupun derajatnya disisi Allah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أما ظاهرك فكان علينا وأما سريرك فإلى الله.
“Adapun dhahirmu itu yang menjadi hak kami maka perkara yang tersembunyi itu adalah hak Allah.”
Dari yg saya bawakan diatas penegasan dari tatacara pelaksanaan ibadah yg sesuai dengan syari'at dan ada legalitasnya baik menurut Qur'an maupun sunnah. Intinya gk cukup hanya ikhlas meskipun sebatas pengakuan lisan maka ibadah itu harus sesuai tuntunan apalagi klaim itu mengatakan tata cara ini tata cara itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada الله عز وجل
ya sdaraqu memang harus selesai menjelaskan perkara agama ini.. Ikhlas itu niat hati urusannya Allah yg menentukan nilainya sebagai manusia kita tidak dituntut menghakimi perkara hati siapapun itu.
Kaidahnya dikatakan orang paling mulia didunia ini maupun derajatnya disisi Allah, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أما ظاهرك فكان علينا وأما سريرك فإلى الله.
“Adapun dhahirmu itu yang menjadi hak kami maka perkara yang tersembunyi itu adalah hak Allah.”
Dari yg saya bawakan diatas penegasan dari tatacara pelaksanaan ibadah yg sesuai dengan syari'at dan ada legalitasnya baik menurut Qur'an maupun sunnah. Intinya gk cukup hanya ikhlas meskipun sebatas pengakuan lisan maka ibadah itu harus sesuai tuntunan apalagi klaim itu mengatakan tata cara ini tata cara itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada الله عز وجل