De Tjolomadoe-Karang Anyar, Jawa Tengah

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 18 вер 2024
  • De Tjolomadoe adalah bekas pabrik gula yang terletak di Jalan Adi Sucipto No. 1 Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia. Pabrik gula ini dialihfungsikan menjadi museum, pusat konvensi, dan kawasan komersial. Museum ini berjarak 5,4 km ke arah tenggara dari Bandara Internasional Adisoemarmo.
    Pabrik gula ini dahulu menjadi pusat industri pengolahan tebu pada masa Hindia Belanda.[2] Pabrik gula ini memiliki luas 1,3 ha (3,2 ekar) di atas lahan 6,4 ha (16 ekar). Pada tahun 1928, pabrik ini mengalami perluasan area serta perombakan arsitektur.
    Ide mendirikan pabrik gula ini berasal dari Mangkunegara IV. Berawal dari niat untuk melakukan modernisasi perekonomian Mangkunegaran untuk memaksimalkan pemasukan Mangkunegaran. Sebagai langkah awal, Mangkunegaran melakukan reformasi agraria yang dilakukan dengan melakukan pengambilalihan tanah apanage. Pengambilalihan ini mendapatkan ganti rugi, Mangkunegaran memberikan ganti rugi berupa uang sesuai dengan luas tanah yang dan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, Mangkunegara IV juga melakukan penghentian kontrak sewa tanah dengan perusaahaan swasta Barat.
    Pabrik Gula Colomadu mulai dibangun pada tahun 1861 dengan menghabiskan dana sebesar ƒ400.000. Modal pembangunan pabrik berasal dari bantuan dana dari Gupermen dan Be Bin Cian, seorang mayor Tionghoa di Semarang. Pemilihan nama colomadu yang memiliki arti "gunung madu" tidak memiliki penjelasan resmi. Tetapi jika dilihat dalam tradisi penguasa Jawa nama ini memiliki suatu harapan agar kehadiran pabrik gula ini bisa menjadi alat penghasil kekayaan Mangkunegaran nantinya.
    Keberadaan Pabrik Gula Colomadu sangat membantu penghasilan Mangkunegaran. Ditambah dengan iklim industri gula yang sangat baik pada saat itu menyebabkan surplus pendapatan dari pabrik yang dapat digunakan untuk membayar gaji para bangsawan dan menebus pembayaran tanah apanage yang belum lunas. Keberhasilan ini juga mendorong Mangkunegara IV untuk membangun pabrik gula kedua yang diberi nama Pabrik Gula Tasikmadu.
    Namun kejayaan ini tak berlangsung lama. Pada masa Mangkunegara V perkembangan industri gula mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh serangan hama yang merusak perkebunan tebu dan kesalahan manajemen dalam mengelola pabrik yang mengakibatkan defisit anggaran.[7] Tumpukan utang dari pihak swasta yang menumpuk membebani anggaran pabrik yang mengakibatkan pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk mengambilalih segala urusan keuangan Mangkunegaran termasuk pengelolaan pabrik-pabrik gula.
    Pada masa Mangkunegara VI kondisi pabrik-pabrik gula kembali membaik. Hal ini tak lepas dari kebijakan penghematan pengeluaran Mangkunegaran seperti menghapus prajurit margayuda (penjaga pintu), pengurangan pesta-pesta keluarga kerajaan serta pengurangan gaji para bangsawan. Kebijakan ini berhasil memperbaiki kondisi finansial Mangkunegaran sehingga pada tahun 1899 atas permintaan dari Mangkunegara VI pengelolaan pabrik gula milik Mangkunegaran dikembalikan dengan mewajibkan seorang ahli berkebangsaan Belanda sebagai superintendent.
    Kejayaan PG Colomadu kembali pada masa pemerintahan Mangkunegara VII. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah panen tebu di PG Colomadu. Pada tahun 1929 PG Colomadu melakukan pemanenan tebu seluas 1187, 47 hektar kebun tebu. Sayangnya kejayaan ini tak berlangsung lama karena krisis malaise yang menimpa Hindia Belanda mengakibatkan intervensi kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap industri gula Mangkunegaran, seperti pengurangan lahan perkebunan tebu, pengaturan penjualan secara terpusat melalui NIVAS (Nederlandsch Indishche Vereeninging voor de Afzet van Suiker).
    Source : Wikipedia

КОМЕНТАРІ •