Pengetahuan dari "Nanding" Segehan : Perbedaan Warna & Keampuhan Bawan-Jahe-Garam

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 6 вер 2024
  • ‪@dewaraianom‬ Video ini bukan mengenai makna dan kekuatan segehan ya teman-teman. Video ini hanyalah penuturan saya, orang yang sangat awam akan lontar dan susatra lainnya mengenai segehan.
    Video ini juga bukan tafsir, tetapi lebih mengenai inspirasi dari seorang umat, yang saya dapatkan dari kegiatan 'nanding segehan' di waktu kecil, yang kemudian berulang di usia tua, yang dari nanding segehan itu lantas mencoba memikirkan kaitannya dengan kehidupan nyata, sehingga dengan sepenuh rasa syukur, rasa beruntung, rasa bangga, nandng segehan itu menjadi inspirasi bagi pribadi saya memahami hidup dan kehidupan. Luar biasa pengetahuan yang saya dapatkan dari kegiatan itu, dan praktektika hidup umat Hindu Bali yang sangat sehat, alami dan syukur.
    Saya sangat sangat bersyukur diajarkan nanding segehan. Saya merasa sangat beruntung dan bangga sebagai umat Hindu Bali.
    Bersyukur karena saya mewarisi praktektika hidup beragama, yang oleh almarhum (dewata) Aji (sebutan bagi ayah di keluarga saya) diperoleh dari proses belajar di Jawa sekitar tahun 1960an sebelum meletusnya peristiwa G30S/PKI.
    Menurut beliau, Aji saya, agama Hindu itu tidak mengajarkan jalan untuk memahami agama dengan mengutamakan misalnya menghafal kitab suci, atau membicarakan kepada semua orang mengenai kehebatan Weda , apalagi dengan berteriak-teriak, pun tidak mengutamakan menyanyikan atau melantunkan kidung.
    Hindu, kata beliau, mengajarkan umatnya untuk mendapatkan dan memahami pengetahuan luar biasa Weda itu melalui jalan praktek. Melalui jalan berbuat, jalan perbuatan. Melalui jalan laku perilaku. "Dan, itulah jalan karma,"kata Aji saya.
    Sarannya kemudian, lakukanlah karmamu di setiap pekerjaan dan kegiatan, ikuti dan jalani saja prosesnya, amati dan siapkan bahan-bahan yang diperlukan dan tahapannya, jangan sibuk membantah atau membedah mengapa begini atau begitu. Kerjakan saja terus dan terus sampai selesai, maka engkau akan mengerti, bahwa manusia itu memiliki sifat ketuhanan. Mampu menjadikan yang tidak ada menjadi ada. Dan engkau akan memahami bahwa dalam dirimu ada Hyang Widhi, pun di setiap diri manusia dan makhluk hidup lainnya.
    Setelah itu, kaitkan dan renungkanlah yang engkau kerjakan dan hasilnya itu.
    Engkau akan tahu, bahwa apa yang engkau kerjakan itu, sudah ada unsurnya di alam. semuanya sudah ada di alam. Engkau tinggal mengambil, membentuk dan/atau menata. Tak perlu mengubah. Tinggal ambil, tata, maknai dengan niat lalu persembahkan kepada Hyang Widhi, maka pengetahuan akan mengalir tiada henti dalam pikiranmu yang akan membangun perkataan dan perilakumu. Dari situlah Hindu itu adalah agama yang membentuk budi, manah, katadan laku.
    Dalam nanding segehan, ajaran itu sangat jelas. Semua bahan segehan (dahulu) adalah bahan alami. Tatakannya, porosannya, nasi dan bahan-bahan perwarnanya. Warna yang terbentuk, campuran warnanya, bunganya, bawang merah, jahe dan garamnya. Semuanya alami. Semuanya sudah ada di alam.
    Daun pandan harum dan beras yang ditaburkan di atas pandam harum yang sudah dipotong-potong dan ditempatkan di atas bunga segehan juga alami.
    Ketika kita sebagai manusia, makhluk dengan tri premana (bayu, sabda dan idep; energi, suara dan pikiran), menelaah proses nanding dan penataan warna-warna berbeda dalam segehan itu dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan keyakinan agama, maka pengetahuan kebhinnekaanlah yang diperoleh. Pengetahuan bahwa hidup di tengah warna yang berbeda itu akan memperkaya pengetahuan kehidupan kita. Bukan sebaliknya. Dengan dalih Hyang Widhi mengupayakan segala daya agar menjadi hanya satu warna. Pun bukan untuk fanatik hanya pada satu warna, karena itu tidak alami, tidak indah, tidak mengesankan dan tidak sesuai sifat Tuhan yang penuh warna.

КОМЕНТАРІ •