Saya bangga menjadi santri dan teknokrat. Alhamdulillaah saya bisa menjadi Doktor Teknik Sipil yang tetap tidak bisa jauh2 dari pesantren. Jas Hijau OK...
Indonesia adalah negara semi-koloni beserta sisa-sisa feodal, bukan berarti tidak bisa Mendekonstruksi Feodalisme Pesantren dengan metode Kritik Atas Kritik. Feodalisme di pesantren memanifestasikan diri ke dalam patronase yang sering dikenal yaitu antara kyai dan santri. Kyai seringkali dianggap oleh santri sebagai orang suci yang tak pernah membuat kesalahan. Sehingga segala perintah dan larangan kyai wajib dilaksanakan tanpa sedikipun membuat penilaian moral. Hal tersebut sesuai dengan pemahaman secara tekstual pesan dari cerita Nabi Khidir dan Nabi Musa. Pengkultusan juga dilakukan oleh orang yang mempunyai nasab (hubungan darah) dengan kyai. Akibatnya, ada beberapa keturunan kyai yang justru berlaku arbitrer dan mengambil keuntungan dari privelese tersebut. Salah satu contohnya ialah kejadian pelecehan seksual berkedok agama yang dilakukan oleh M Subchi Azal Tsani, anak dari kyai pesantren Shiddiqiyah Jombang. Pada dasarnya Feodalisme yang tumbuh dan berkembang di pondok pesantren merupakan konskuensi teoritik dari Islam Nusantara. Islam Nusantara pada hakikatnya menjunjung tinggi akulturasi dan negosiasi ajaran islam dengan budaya Nusantara. Sehingga, kearifan lokal yang telah hidup lama di Bumi Nusantara tidak dihilangkan, melainkan dimodifikasi sedemikian rupa dengan ajaran islam. Islam Nusantara berpacu pada Qoidah Fiqih yang artinya Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. Sebagaimana juga pernah ditegaskan oleh KH. Muchit Muzadi bahwa “tidak mungkin agama terlepas dari tradisi lokal” (KH. Muchit Muzadi: 2007, 110). Masalah budaya feodal yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat juga ikut ternegosiasi dan terakulturasi dengan ajaran islam yang akhirnya berujung pada islamisasi feodalisme. Dan sebagaimana kita tahu, pemimpin agama seringkali juga seorang kalangan bangsawan. Ini bisa kita lihat dari sejarah para Walisongo yang relatif mempunyai garis keturunan pada bupati atau raja. Di zaman mereka, feodalisme begitu kuat dan mengakar ke relung-relung kehidupan masyarakat. Sehingga, bisa jadi mereka tak mempunyai imajinasi untuk mengahancurkan feodalisme. Metode dakwah dan pengajaran islam yang dahulu kala dipakai oleh Para Walisongo dilanjutkan dalam institusi yang bernama pondok pesantren. Tak heran, feodalisme bisa ada di pondok pesantren. Lalu Apa Yang Harus Dilakukan? Pramoedya Ananta Toer pernah menghantam feodalisme melalui karya dua novelnya yang berjudul Bumi Manusia dan Gadis Pantai. Pesan yang ingin disampikan oleh Pramoedya adalah bahwa feodalisme adalah sistem yang tidak adil karena membuahkan diferensiasi yakni, kelas priyayi dan kelas orang kebanyakan (baca: rakyat biasa). Kelas orang kebanyakan harus menundukkan badan dan kepala saat bertemu dengan kelas priyayi, kelas orang kebanyakan harus menuruti segala perintah yang keluar dari mulut kelas priyayi dll. Ketidakadilan ini bisa terkonstruksi karena adanya suatu kepercayaan bahwa kelas priyayi-meminjam istilah Multatuli-wakil tuhan di bumi. Dalam konteks pesantren, kelas priyayi adalah kyai dan kelas orang kebanyakan adalah santri. Pada titik ini, kita perlu meminjam istilah V.I Lenin: What is to be done? Dalam konteks ini, pesantren juga harus melakukan otokritik. Artinya, dekonstruksi atas feodalisme harus dilaksanakan oleh orang pesantren itu sendiri. Otokritik itu setidaknya bisa bertolak pada dua hal: pertama, islam secara jelas mengajarkan kesetaraan manusia tanpa memandang pangkat, kasta atau jabatan yang termaktub dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kedua, melanjutkan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang punya tendensi anti feodalisme. Di dalam kitab Adabut T’alim wal Muta’allim, dia mengatakan bahwa etika orang alim diantaranya ialah tidak boleh mengagung-agungkan santri karena berasal dari anak penguasa dunia (Borjuis : pejabat, konglomerat, manajer dll) dan dapat mengambil hikmah dari orang lain tanpa memandang umur, status atau nasab (KH. Hasyim Asyari, Tanpa Tahun, 71).
Silakan baca tulisan tentang "Adab Santri kepada Guru itu Feodal, Benarkah?"
jashijau.com/adab-santri-kepada-guru-itu-feodal-benarkah/
Saya bangga menjadi santri dan teknokrat. Alhamdulillaah saya bisa menjadi Doktor Teknik Sipil yang tetap tidak bisa jauh2 dari pesantren. Jas Hijau OK...
Alhamdulillah, terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami.
Tidak skip iklan adalah ijtihad ku mendukung channel keren ini... sukses jas hijau
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Ijin nyimak lurs
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami 🙏
Trimksih jas hijau krna js hjau kmi mngenal guru 2 dn mngerti akhlak dn adab👍👍👍❤🙏🙏
Sama-sama, Kak, kembali kasih sudah berkenan mampir ke channel kami.
@@JasHijau trimksih km mnjadi orang lbh baik krn guru2 kta mski bljar dn mlhat dr yutub👍👍🙏
5🎉5🎉🎉 dan😊
@😊u‰uuuijju0JasHijau 5u5uj555juJjuuuuuuj
U150
Subhanalloh... Alumni pesantren rock and roll... Mabruk jas hijau...
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Cita cita saya prbadi pngin masukin anak"ku ke pesantren . Smoga semua yg lihat cnel jas hijau semuahajatnya di mudahkan sama Allah .aamiin
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
@@JasHijau 5
gass terus Gus sebagai tambahan literasi bagi umat dari kacamata orang dalam tentang santri
Siap, Kak, terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami.
Bangga menjadi santri 🙏
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami 🙏
Mugi barokah gus dur🙏
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Alhamdulillah, terima kasih penjelasannya, semakin bangga menjadi santri
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
👍 sukses selalu buat yg punya cenel yutup ini hidup bahagia berlimpah panjang umur dan selalu beruntung 🙏 mksh
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Nderek kiyai nderek NU...adab dan budaya Nusantara semoga tetap lestari
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Di tunggu vidio² pencerahannya lgi gus 🙏
Siap, Kak, terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami 🙏
Aku ora isin dadi santri. Salam cemungud..
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Host, sek santai too
Siap, Kak, segera diperbaiki 😂
Sadaap, obrolannya isi nya daging semua..
Terima kasih sudah berkenan mampir ke channel kami dan terima kasih juga sudah berkenan support kami, salam sehat semua 🙏
Indonesia adalah negara semi-koloni beserta sisa-sisa feodal, bukan berarti tidak bisa Mendekonstruksi Feodalisme Pesantren dengan metode Kritik Atas Kritik.
Feodalisme di pesantren memanifestasikan diri ke dalam patronase yang sering dikenal yaitu antara kyai dan santri. Kyai seringkali dianggap oleh santri sebagai orang suci yang tak pernah membuat kesalahan.
Sehingga segala perintah dan larangan kyai wajib dilaksanakan tanpa sedikipun membuat penilaian moral. Hal tersebut sesuai dengan pemahaman secara tekstual pesan dari cerita Nabi Khidir dan Nabi Musa. Pengkultusan juga dilakukan oleh orang yang mempunyai nasab (hubungan darah) dengan kyai. Akibatnya, ada beberapa keturunan kyai yang justru berlaku arbitrer dan mengambil keuntungan dari privelese tersebut. Salah satu contohnya ialah kejadian pelecehan seksual berkedok agama yang dilakukan oleh M Subchi Azal Tsani, anak dari kyai pesantren Shiddiqiyah Jombang.
Pada dasarnya Feodalisme yang tumbuh dan berkembang di pondok pesantren merupakan konskuensi teoritik dari Islam Nusantara. Islam Nusantara pada hakikatnya menjunjung tinggi akulturasi dan negosiasi ajaran islam dengan budaya Nusantara. Sehingga, kearifan lokal yang telah hidup lama di Bumi Nusantara tidak dihilangkan, melainkan dimodifikasi sedemikian rupa dengan ajaran islam.
Islam Nusantara berpacu pada Qoidah Fiqih yang artinya Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. Sebagaimana juga pernah ditegaskan oleh KH. Muchit Muzadi bahwa “tidak mungkin agama terlepas dari tradisi lokal” (KH. Muchit Muzadi: 2007, 110).
Masalah budaya feodal yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat juga ikut ternegosiasi dan terakulturasi dengan ajaran islam yang akhirnya berujung pada islamisasi feodalisme. Dan sebagaimana kita tahu, pemimpin agama seringkali juga seorang kalangan bangsawan. Ini bisa kita lihat dari sejarah para Walisongo yang relatif mempunyai garis keturunan pada bupati atau raja. Di zaman mereka, feodalisme begitu kuat dan mengakar ke relung-relung kehidupan masyarakat. Sehingga, bisa jadi mereka tak mempunyai imajinasi untuk mengahancurkan feodalisme.
Metode dakwah dan pengajaran islam yang dahulu kala dipakai oleh Para Walisongo dilanjutkan dalam institusi yang bernama pondok pesantren. Tak heran, feodalisme bisa ada di pondok pesantren.
Lalu Apa Yang Harus Dilakukan?
Pramoedya Ananta Toer pernah menghantam feodalisme melalui karya dua novelnya yang berjudul Bumi Manusia dan Gadis Pantai. Pesan yang ingin disampikan oleh Pramoedya adalah bahwa feodalisme adalah sistem yang tidak adil karena membuahkan diferensiasi yakni, kelas priyayi dan kelas orang kebanyakan (baca: rakyat biasa). Kelas orang kebanyakan harus menundukkan badan dan kepala saat bertemu dengan kelas priyayi, kelas orang kebanyakan harus menuruti segala perintah yang keluar dari mulut kelas priyayi dll. Ketidakadilan ini bisa terkonstruksi karena adanya suatu kepercayaan bahwa kelas priyayi-meminjam istilah Multatuli-wakil tuhan di bumi. Dalam konteks pesantren, kelas priyayi adalah kyai dan kelas orang kebanyakan adalah santri.
Pada titik ini, kita perlu meminjam istilah V.I Lenin: What is to be done? Dalam konteks ini, pesantren juga harus melakukan otokritik. Artinya, dekonstruksi atas feodalisme harus dilaksanakan oleh orang pesantren itu sendiri.
Otokritik itu setidaknya bisa bertolak pada dua hal: pertama, islam secara jelas mengajarkan kesetaraan manusia tanpa memandang pangkat, kasta atau jabatan yang termaktub dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya:
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kedua, melanjutkan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang punya tendensi anti feodalisme. Di dalam kitab Adabut T’alim wal Muta’allim, dia mengatakan bahwa etika orang alim diantaranya ialah tidak boleh mengagung-agungkan santri karena berasal dari anak penguasa dunia (Borjuis : pejabat, konglomerat, manajer dll) dan dapat mengambil hikmah dari orang lain tanpa memandang umur, status atau nasab (KH. Hasyim Asyari, Tanpa Tahun, 71).
😂😂😂