Upacara Abulan Pitung Dina. Makna Upacara Bayi Berusia 42 Hari Dalam HIndu

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 25 сер 2024
  • Bali terkenal dengan berbagai macam adat dan kebudayaan, sehingga banyak pula upacara yg tercipta dengan berbagai makna. Mulai dari sebelum bayi lahir hingga meninggal.
    AyunkanLangkahmu ke destinasi yg menarik utk dikunjungi
    Kali ini kita mengunjungi Desa Kapal untuk mengikuti upacara Bulan Pitung Dina atau Tutug Kambuhan
    Pada saat umur bayi satu bulan tujuh hari (42 hari), maka akan dibuatkan suatu upacara yang di sebut "upacara Bulan Pitung Dina juga disebut upacara Tutug Kambuhan atau Macolongan
    Seperti yang di uraikan dalam Buku Kanda Empat Rare, bahwa bayi dalam pertumbuhannya di dalam kandungan, sangat di
    bantu oleh empat unsur berdasarkan fungsinya masing-masing.
    Keempat unsur itu kemudian di sebut "Catur Sanak" yang berarti empat saudara yang meliputi Yeh nyom, Getih, Lamad/puser, dan ari-ari.
    Dalam ajaran Kanda Empat Rare nama saudara empat ini, akan
    berganti-ganti sesuai m dengan pertumbuhan si bayi, sehingga akan terdapat banyak nama untuk mereka.
    Disini, di dalam upacara macolongan ini Sang Catur Sanak di panggil dengan sebutan "Nyama Bajang".
    Yang di maksud "nyama bajang" adalah semua kekuatan - kekuatan yang membantu Sang Catur Sanak di dalam kandungan.
    Menurut beberapa sulinggih "nyama bajang" ada sebanyak 108, dan salah satu di antaranya bernama "bajang
    colong". Nama Bajang Colong inilah yang mungkin kemudian di
    jadikan nama upacara tersebut, sehingga disebut "Upacara Macolongan".
    Setelah bayi berumur 42 hari (Satu bulan tujuh hari sejak kelahirannya), maka sudah waktunya untuk mengembalikan si
    "nyama bajang" itu ketempat asalnya, karena di anggap tidak memiliki tugas lagi, bahkan kadang-kadang sering
    mengganggu si bayi. Dan sebagai pengganti nyama bajang tersebut adalah dua ekor anak ayam, satu jantan dan satu betina yg umumnya di sebut "pitik".
    Dan pitik ini biasanya
    tidak boleh di sembelih, karena di anggap sebagai pengasuh si bayi.
    Tujuan upacara
    ini adalah untuk mengucapkan terima kasih kepada bajang-
    bajang tersebut, karena telah membantu merawat si bayi selama didalam kandungan, sampai kemudian lahir dan
    berumur 42 hari.
    Dan sekarang tugas mereka telah selesai, maka setelah diberikan lelabaan (upacara pecolongan), mereka dipersilahkan kembali ke asal masing-masing.
    Upacara mecolongan ini biasanya tidak berdiri sendiri, dia merupakan rangkaian upacara yang bertujuan untuk membersihankan si bayi dan ibunya dan juga bapaknya, dari segala leteh sebel kendal/cuntaka papa petaka yang diakibatkan oleh adanya kelahiran si bayi.
    Menurut Kanda Empat Rare setelah bayi berumur 42 hari, maka disebut Utug Akambuh. Maka sudah saatnya untuk mengadakan pembersihan lahir dan batin bagi si Ibu dan anaknya, juga bapaknya. Upacara pembersihan ini disebut Tutug Kambuhan
    Upacara ini wajib dilaksanakan karena memiliki urgensi yg besar
    Upacara Tutug Kambuhan dipimpin oleh seorang pendeta atau sulinggih dan dilaksankan di rumah.
    Adapun tiga lokasi yang menjadi titik sentral
    dilaksanakannya upacara adalah yg pertama di dapur, sebagai tempat pemujaan atau persembahan
    terhadap Dewa Brahma.
    Dapur merupakan Stana Dewa Brahma sbg Dewa Pencipta dg harapan bayi dan orang tuanya diberikan penglukatan oleh Dewa Brahma agar kembali bersih
    Selanjutnya adalah di tempat pemandian atau sumur, sebagai stana Dewa Wisnu, diharapkan bayi dan orang tuanya mendapat panglukatan dari Dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara.
    Setelah melalui prosesi ini, bayi dan orang tuanya dapat memasuki Merajan atau tempat suci.
    Setelah itu, upacara dilanjutkan di Merajan.
    Kenapa dilaksanakan di Merajan? Hal ini mengacu kepada upacara Manusa Yadnya. Pada saat upacara Bulan Pitung Dina, yang dihaturkan
    persembahan adalah siapa yang reinkarnasi
    pada si bayi. Hal itu tak lain adalah leluhur si
    bayi yang berstana di Merajan.
    Demikian sekilas mengenai Upacara Bulan Pitung Dina yg juga disebut Tutug Kambuhan ataupun Macolongan merupakan ungkapan rasa syukur kepada Sang numadi, dan khususnya kepada Ida Sanghyang Widi Wasa, agar senantiasa memberikan
    keselamatan kepada umatnya.
    Terima kasih sudah menonton video ini, sampai jumpa pada video Budaya Bali lainnya
    Matur suksme
    ‪@AyunkanLangkahmu‬
    Ayunkan Langkahmu
    Sumber : mantrahindu. com & baliexpress jawapos .com
    Instrument Ratu Anom | Lagu Bali
    #bali #budaya #budayabali #adatistiadat #nusantara #indonesia #leluhur

КОМЕНТАРІ • 28