Dulu almarhum dosen saya kritis akan hal ini, beliau berkomentar "ngapain itu praf prof praf prof saat di luar perkuliahan atau forum formal akademik, lagipula gelar prof hanya berlaku di lingkungan akademik begitu balik ke masyarakat ya jadi orang biasa lagi kecuali dia juga Ketua RT atau RW". Jujur aja, sebagian masyarakat kita juga sering meninggikan gelar atau gila hormat. Mulai dari status haji/hajjah aja deh, masih ada loh yang ga nengok kalau gak dipanggil pak haji/bu hajjah atau bu haji atau malah sekalian diluruskan "panggil saya pak haji/bu hajjah atau bu haji". Padahal haji itu urusan individu sama Allah, masuknya urusan ibadah bukan ke sesama manusia. Perkara panggilan ya udah ga usah dibawa repot. Berlaku juga buat Prof, itukan urusannya sama ranah pendidikan. Tidak ada kewajiban di luar urusan pendidikan untuk bawa-bawa panggilan Prof di setiap kesempatan.
Jadi modus cuci tangannya udah ketahuan ; Banyak profesor imitasi di Ibu kota ; dia angkat berita profesor dipulau lain Banyak kasus penolakan RS dan mayat dibawa pakai Ojek di Ibu kota ; dia cari2 berita dipulau lain Banyak anak2 luar pulau didiskriminasi disekolah dan universitas di ibu kota ; dia beritakan di luar pulau Banyak kasus selingkuh dan jadi simpanan di ibu kota ; dia rekayasa kasus asusila di kampus luar pulau Dalam hal apapun suka bohong suka Nepotisme. Berita pun di nepotisme. Peringkat universitas pun di nepotisme Luar biasa kejahatan multitasking
bner.. bahkan salah satu dosen saya guru besar pendidikan ekonomi jga berpendapat demikian... bahkan beliau mengatakan bahwa prof itu jabatan akademis, tidak selayaknya dipakai diluar itu...
Baru hari ini tadi, dengar info kalau Akreditasi ULM turun dari A ke C karena masalah oknum professor abal" ini, saya yang lagi di semester 7 kaget dan sedih karena dengan akreditasi yang turun 2 tingkat ini sangat berdampak ke para mahasiswa nya saat mencari lulusan kerja. Dan juga saya membaca artikel kalau aktor utama dari predator jurnal kasus profesor abal" ini ternyata profesor di Prodi saya 😭😭
tetap semangat belajar,nila setitik rusak susu sebelanga,...ULM tetap kebanggaan kalimantan selatan.oknumnya yg harus di basmi di hukum.bukan universitasnya.
Iya temen2 ku udah pasrah gatau mau ngapain lagi, pdhl udah semester akhir, alhasil nanti lulus dengan akreditasi C, sementara syarat kerja minimal banget B.
saya denger ada budaya di psikologi unpad, panggilan kepada dosen-dosen di psikologi unpad itu panggilan 'mas', 'mba', 'akang', 'ceu', 'bang'. sungguh budaya yang egaliter dan mendorong kedekatan antara mahasiswa dan gurunya
Sepertinya khusus untuk Fakultas Psikologi memang budayanya seperti itu ya, kerabat saya yang kuliah di Fakultas Psikologi UI pun sedemikian. Memanggil dosen nya dengan sebutan “mbak” dan “mas”
Jadi modus cuci tangannya udah ketahuan ; Banyak profesor imitasi di Ibu kota ; dia angkat berita profesor dipulau lain Banyak kasus penolakan RS dan mayat dibawa pakai Ojek di Ibu kota ; dia cari2 berita dipulau lain Banyak anak2 luar pulau didiskriminasi disekolah dan universitas di ibu kota ; dia beritakan di luar pulau Banyak kasus selingkuh dan jadi simpanan di ibu kota ; dia rekayasa kasus asusila di kampus luar pulau Dalam hal apapun suka bohong suka Nepotisme. Berita pun di nepotisme. Peringkat universitas pun di nepotisme Luar biasa kejahatan multitasking
Di Sulawesi Selatan ada nama-nama Apiaty Amin Syam, Nurdin Halid, Syarifuddin Hasan, Jafar Hapsah, Syahrul Yasin Limpo dan lain-lain yang memperoleh gelar Guru Besar tidak sesuai prosedur yg lazim alias abal-abal. Pasti ada suap menyuap pada proses memperolehnya. Sebaiknya KPK segera usut Dirjen Dikti
Coba diselidiki juga banyak sarjana yg ikut kuliah sebagai mahasiswa tamu (Gasthörer) di universitas" Jerman waktu pulang tiba" pakai gelar Doktor , Dr.- Ing padahal mereka mungkin cuma punya Surat Keterangan Ikut Serta (Teinahmebescheinigung) kira" kapan ya bikin Desertasi nya .😂
Jadi modus cuci tangannya udah ketahuan ; Banyak profesor imitasi di Ibu kota ; dia angkat berita profesor dipulau lain Banyak kasus penolakan RS dan mayat dibawa pakai Ojek di Ibu kota ; dia cari2 berita dipulau lain Banyak anak2 luar pulau didiskriminasi disekolah dan universitas di ibu kota ; dia beritakan di luar pulau Banyak kasus selingkuh dan jadi simpanan di ibu kota ; dia rekayasa kasus asusila di kampus luar pulau Dalam hal apapun suka bohong suka Nepotisme. Berita pun di nepotisme. Peringkat universitas pun di nepotisme Luar biasa kejahatan multitasking
Mirip kasus Habib klan Ba'Alwi klaim keturunan Rasulullah SAW setelah ditelusuri tipu-tipu perbudakan Spiritual penistaan agama, merembet kemana-mana politik identitas KDRT massal penipuan aset jemaah dlsb. Kriminal ada niat dan kesempatan. Zaman Edan, ora Edan ora Keduman. Kere munggah Bale, kerja berprestasi belum sudah minta ini itu.
@@indonesiahebat3936KARENA ITU DISEBABKAN ORANG INDONESIA ITU TERMASUK PENYEMBAH AGAMA.ATAU FANATIK BERAT DALAM AGAMA TAPI LUPA AKAN FAKTA KALO FANATIKNY BISA MEMBUAT MEREKA TERJERUMUS ALHASIL DIMANFAATKAN SAMA MANUSIA BALAWI YAMAN BUAT CARI UANG DONATUR JEMAAT ATAS NAMA KETURUNAN NABI SEDEKAH DAN JALAN ALLAH😂
Benar sekali, saya punya pengalaman pribadi soal para guru besar ini. Beberapa dosen saya mendapat gelar Profesor dan Guru Besar sekaligus. Tapi secara kualifikasi ny pasti kelihatan pas ngajar dan banyak ny karya ilmiah dan penelitian yg bukan mereka yg menulisnya. Hanya numpang nama atau bayar beberapa juta atau hanya proyek thank you buat publish karya ilmiah dan menugaskan mahasiswa untuk tugas penulisan penelitian ilmiah nya. Miris nya, di bio ny seringkali dituliskan hal2 yang tdk penting seperti perjalanan dinas nya. Bahkan lebih banyak tugas dinas ny dibanding prestasi dan pengalaman akademik ny. Saking ngebet ny untuk menghasilkan karya ilmiah, beliau bahkan memasukkan karya yg bukan bidang ny agar terlihat "besar" d mata mahasiswa. Pembodohan secara sistematis seperti ini sangat lazim ditemukan di kampus2 indonesia. Rasa ny inilah salah satu alasan (bukan utama) tingkat pendidikan indonesia semakin terpuruk
Kualitas Akademisi Indonesia sangat buruk dibandingkan negara tetangga,tapi pemerintah bukannya meningkatkan kualitas, mereka justru membikin standard mereka sendiri yang kualifikasinya begitu rendah, karena itulah banyak Professor abal abal
Saya pribadi sebagai dosen merasa syarat menjadi profesor itu terlalu rendah, yang penting udah masukin artikel ke jurnal internasional. Kecuali dosen ptn besar kayanya lebih susah
Plus nilai anak sd-sma didongrak abis-abisan. Nilai ujian 50 bisa jadi 85 di rapot. Memang cerdas kementerian pendidikan, rata2 nilai anak indonesia buruk dibanding negara lain alih2 dikoreksi kurikulum, sistem pendidikan, pelatihan guru, dll, justru ambil jalan pintas seperti ini. Anaknya malah makin gblk
Guru Besar atau profesor adalah pangkat akademik tertinggi di perguruan tinggi; pengajuan profesor minimal 3 tahun setelah memperoleh S3; mengajar sebagai dosen ( tridharma perguruan tinggi ) minimal 10 tahun; Karya Ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi. Proses pengajuan gelar akademik profesor harus sesuai norma-norma, standar, prosedur, kriteria yang ada ... mutlak berdasarkan asas2 kelayakan dan kepatutan. Karya Ilmiah seorang profesor kepatutannya tentu bagaimana mengatasi problem solving suatu bangsa & negara.
Di Dirjen DIKTI BANYAK KORUPSI NYA. DI Palopo Kota kecil di Sulawesi Selatan saja saat ini ada dibuka 2 Fakultas Kedokteran Swasta. Saat ini juga Dirjen DIKTI Mengobral IZIN PENDIRIAN FAKULTAS KEDOKTERAN. Mungkin TEMPO bisa melakukan investigasin MARAKNYA PENDIRIAN FAKULTAS KEDOKTERAN.
Sekarang bingung liat dokter mana yang bisa dipercayakan menganalisa kesehatan kami. Secara sudah pernah mengalami lebih dari sekali mendapat analisa yang ambigu (dan bahkan salah) dari dokter2 bukan lulusan dari FK kampus ternama.
Ini terjadi salah satunya karena pendidikan dan politik di Indonesia gak ada batas pemisahnya. Ini berlaku juga di banyak aspek kehidupan lain. Jadi sekali politiknya terganggu, bakal merembet kemana-mana...
Profesor (guru besar) itu bukan gelar akademik tetapi jabatan fungsional tertinggi seorang dosen. Urutannya mulai asisten ahli, lektor, lektor kepala, guru besar. Sama dengan jabatan funsional guru tapi cuma beda nama saja. Kalo guru mulai dari guru ahli pertama, guru ahli muda, guru ahli madya, guru ahli utama. Heran kalo ada orang nggak aktif sebagai dosen tapi menjadi guru besar.
Saya seorang guru besar dengan cara benar ,saya malah minta mhs S1 memanggil oma, S2 dan S3 memanggil ibu.....saya malah risi kalau ada yang manggil prof., ..kartu nama ya ditulis nama saja,tanpa embel-embel.....kadang saya membaca nama seseorang dengan menempelkan gelar panjang sampai mengernyitkan dahi , iki opo ae..... walau sah-sah saja , namun ya lucu saja.....misal prof. Dr. UNYIL, SE,MSi, CSRS, CFP.... ini pendapat pribadi.
di kampus saya sudah jadi budaya untuk memanggil semua dosen dengan panggilan Pak/Bu. pernah dulu di suatu kelas ada teman saya memanggil dosennya dengan sebutan prof (beliau memang seorang guru besar) dan malah membuat seruangan termasuk dosen pengampu kuliahnya tertawa.
Gak heran dunia pendidikan banyak dosen seperti itu. Sikut sikutan, pembagian ngajar tidak merata, lalu yg senior berkuasa dan dapat banyak. Kami yg muda mengumpulkan kum kum agar bisa naik dgn susah payah
Alhamdulillah ada yg membahas... Skandal di Perguruan Tinggi baik Negeri maupun swasta tidak kalah parah di banding pendidikan di bawahnya... Selain itu banyak jg pelanggaran etik yang dilakukan para oknum... Demi mendapat kredit guru besar dan pembicara seminar yg fee nya lumayan besar... Mafia mafianya banyak yg bersliweran... Jadi nggak heran kalau output Perguruan tinggi banyak tidak diperhatikan oleh para dosen2, tak ayal mereka disandera untuk mengejar publikasi mereka...
selain abal2 juga rawan konflik kepentingan, awas aja ada yg mempersulit yg benar2 ahli, karena ga sepaham dengan suatu instansi, dilain sisi obral gelar untuk yg ga kompeten. the real negara super power orang dalem.
Bukan akademisi yg ngejar gelar profesor tapi para politisi , kalau akademisi itu wajar namanya juga akademi pasti dong lama lama dapat meraih gelar profesor dari belajar diakademi.
Yang ngejar Bukan Akademisi tapi para Politis, setelah melebarkan sayap di dunia politik mereka melebarkan sayap di dunia Pendidikan, bahkan tidak perlu kuliah S1 bisa langsung S2 atau S3 tinggal bayar
@@HenkyMizella Komentar itu pendapat saya tapi sesuai fakta di lapangan, dan bukan membalas komentar anda 😌, dan tulisan anda tidak perlu di Capslock 😒
Ungkapan Wani Piro masih menggema. Dulu ada pria paruh baya tahun 2000 di Kabupaten bergelar S2 dari channel pergaulan diminta mengajar di kampus swasta disanggupi, hanya sekian bulan diprotes mahasiswa civitas karena tak bisa ngomong tak nyambung, dipecatlah. Selalu sasaran kampus Swasta. Guru Besar Jabatan bukan Gelar. Guru Besar jalur Jabatan diundang diskusi ilmiah dengan lulusan S1 tak bisa jawab menghindar. Kalau gelar Doktor HC bidang bisnis untuk Pengusaha CT percaya, Gelar Doktor HC bidang media untuk Profesional GM percaya. Suruh tes TOEFL IELTS. Hidup hanya untuk minta pengakuan, Kongkalikong, bahan tertawaan.
Inflasi IPK merajalela, ditambah dengan obral jabfung guru besar. Bagaimana perwujudan Indonesia Emas 2045 bisa terealisasikan mengetahui bahwa Indonesia saat ini masih kekurangan orang jujur? Kejujuran jangan dinomorsekiankan. Sifat tersebut menjadi prerequisite dalam interrelasi kita dengan masyarakat. Apabila kita menganalisis permasalahan di Indonesia saat ini, sebagian besar yang menjadi root cause adalah ketidakjujuran. Hal ini lah yang menjadi alasan utama Indonesia belum bisa disandingkan dengan negara-negara maju yang tipikalnya memiliki reputasi yang tinggi di bidang academia. Sungguh ironis mengetahui bahwa Indonesia memilki SDM pintar dan jujur, namun kelimpahan tersebut menjadi penyusutan dikarenakan mereka berbondong-bondong untuk berimigrasi dan berkontribusi untuk negara yang sudah maju. Fenomena brain drain ini juga dapat dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka kepada pemerintah yang masih tidak jujur.
Rekognisi (sosial) yang hakiki sekaligus menjadi tantangan riil para akademisi untuk dipenuhi adalah pada daya kritis & kebermanfaatan nya bagi peradaban & keadaban bangsa. Hal ini tidak harus tercermin dalam gelar & jabatan tertentu.
Plot-twist di ending nya menghibur. Hal ini sebenarnya fenomena gunung es, yang mungkin tidak hanya pada kalangan guru besar. Kalangan dosen dan mahasiswa sebenarnya harus dilakukan penelitian lebih lanjut apakah terjadi praktik seperti ini. If you know what I mean.
Coba diberitakan juga dong tentang Profesor (H.C.) dan universitas mana saja yang sering memberikan gelar tersebut. Nanti setelahnya coba telusuri, salah satu penerima gelar tersebut hampir selalu tidak pernah mencantumkan keterangan honoris causa nya di berbagai kesempatan, baik itu seminar, workshop, talkshow, halaman wikipedia, dll.. Siapa? Salah satu mantan menterinya Jokowi cluenya 🙃
Selain cara yang saya tawarkan tadi ada juga tawaran lain, yaitu: PEMERINTAH HARUS MEMBATALKAN JABATAN GURU BESAR (PROFESOR) JIKA TERNYATA TIDAK ADA KARYA2 ILMIAHNYA YANG BERMUTU.
PENYEBAB banyaknya orang2 yg berusaha dapatkan ijasah tanpa memiliki keahlian itu adlh AKIBAT dari CARA yg SALAH/JAHAT yg dilakukan sejak ORLA, ORBA n Orde Reformasi dlm rekrutmen pegawai tuk dipekerjakan sbg Presiden RI, Wklnya, Menteri negara, Kep. Daerah, Wklnya, anggota legeslatif, dll yg JELAS dan TEGAS 1. Ada unsur KKN 2. Bertentangan dg usaha mencerdaskan bangsa, serta menimbulkan adanya PELECEHAN/PENGHINAAN, karena bisa membuat Kolonel, Jenderanl, para sarjana S3 atau orang2 terbaik Indonesia itu bisa menjd PEMBANTU2NYA atau berada DIBAWAH TELAPAK KAKI orang yg bukan orang yg terbaik Indonesia, yg lulus sarjana S2, S1, atau bahkan cuma lulusan SLTA saja yg bekerja di Legeslatif, Eksekutif, dan di Yudikatif karena KKN Ma'af jika saya salah
gue dulu minta tanda tangan proposal, si dosen ga mau tanda tangan karena gelarnya kurang, padahal dia udah s3 tapi belum prof, kan cukup di tulis " Dr. " aj di depan namanya yah? ato cukup "Ph.D" di belakang namanya, ga usaj gelar mulai s1 ampe s3 di tulis semua😂
@@mistermaster1945 klo tk-sma lulusan diberi gelar, dosen ini bakal minta orang nulis deretan gelarnya, memastikan sebelum jd doktor sudah sekolah dari kelas 0, hadeuh ada-ada aja.
Makanya jangan asal percaya pada seseorang dengan gelar bertumpuk-tumpuk. Jika seseorang gelarnya bertumpuk-tumpuk dalam periode yang relatif singkat, maka bisa dibayangkan pasti ilmunya tidak sesuai dengan dugaan orang lain. Ada juga yang pada waktu mudanya hanya satu gelar dan setelah agak tua ekonominya mapan bisa ikut masuk perguruan tinggi yang tidak ketat masuknya dan mengejar target banyaknya mahasiswa yang diterima maupun yang diluluskan. Perguruan tinggi semacam itu banyak diserbu orang yang gila gelar. Tidak tanggung-tanggung, itu termasuk beberapa perguruan tinggi yang menyediakan prodi di bidang kesehatan - berbagai bidang kesehatan memudahkan prosedur masuk dan kelulusan. Hati-hati menggunakan jasa lulusan yang seperti itu. Usut perguruan tinggi maupun lulusan yang seperti itu. Selidiki juga asesor-asesor yang abal-abal! Bisa saja mereka memiliki posisi asesor karena punya koneksi khusus. Lebih parah lagi seseorang merasa dirinya bermutu dan intelek padahal sama sekali tidak bermutu dan tidak intelek. Wah, sakit jiwa juga kali yaaaa ...
Di indonesia pendidikan sudah menjadi bisnis, banyak mafia pendidikan, terutama di kabupaten kota, mendirikan sekolah tinggi biaya mahal padahal fasilitas dan kualitas jauh sekali
Saya tidak setuju diganti panggilan, banyak profesor guru guru saya yang saya tau dan yakini keahlinya, hanya karena segelintir prof gadungan saya tidak mau menghilangkan rasa hormat saya terhadap guru guru saya. Saya lebih setuju mereka yg mengakali gelar prof dituntut sebagai pembohongan publik dan di pidanakan
Konsekuensi dari fokus ke kuantitas, kualitas akan diabaikan. Gara-gara prof abal2, prof betulan pun jadi korban. Martabat prof jadi menurun karena ternyata jadi prof itu mudah. Sesuatu yg didapat dgn mudah tdk akan mendapatkan penghargaan.
Ah menyebalkan! Dosen muda yg beneran riset, submit jurnal internasional bereputasi sampi nunggu tahunan baru bs publish, mau naik JAD jd kesandung gegara aturan peralihan. Ya ini salah satu penyebabnya,”Guru Besar Abal-abal” 😏
Orientasi pemerintah sudah benar dengan perbanyakan guru besar, jelas mampu meningkatkan kualitas akademisi. Masalahnya adalah pelaku akademisinya yang memang mental INLANDER, mereka hanya pekerja cari uang buat makan keluarganya, bukan bertanggung jawab atas mutu pendidikan bangsanya. Dari mereka SD-pun orang tua mereka menyuruh mereka kuliah untuk mendapatkan GELAR SARJANA, sebagai MODAL CARI KERJA. Kerja apa saja, sarjana pertanian kerja di bank, sarjana hukum kerja di event dan seterusnya. Bongkarsaja lembaga penelitian, apa yang sedang mereka lakukan ? Cari duit atau melakukan penelitian ? Hasilnya ?..."yang penting kerja mase..." buat bayar kredit mobil sama sekolah anak...🤣
Kemudian kyknya si sikap pemujaan terhadap social status seseorang emg bagian dri asian values deh😂, ak ingat di jepang, kata 'sensei' itu makna nya prestisius berlebihan di masyarakat sana, hampir semua profesi keahlian tuh dipanggil sensei, dokter dipanggil sensei, bahkan politikus juga suka disebut sensei, masalah ini juga smpt banya k guru dn dosen di jepang protes, karena status sosial mereka jdi terkesan receh😂
Profesor adalah gelar akademik yang seharusnya tidak sembarangan orang, harus menjalani pendidikan bertahap serta perlu dedikasi yang tinggi di dunia pendidikan dan menulis jurnal ilmiah nasional maupun internasional
Kasian loh para pengajar yang saat ini berjuang untuk gelar professor, harus punya target mengajar nya berapa jam dan target jurnal sampai nilai kum nya terpenuhi untuk mengajukan guru besar. Saat proses nya tidak mudah tapi ada pihak pihak yang seenaknya dapat gelar professor abal abal, akhirnya pejuang menjadi guru besar itu kecewa dengan sistem yang ada sekarang. Apalagi pemberian "professor honoris causa" yang gelarnya jadi ajang pamer, gelar yang sungguh menggelikan diantara para dosen pengajar
kalo yg paling atas ijazahnya aja abal2 bisa jd presiden, nggak heran sampe bawah2nya juga bakal ngebebek ngikutin abal2.. malah diproduksi ke-abal2an tersebut...
Selanjutnya gelar sarjana abal2 yang semakin marak...nggak kuliah, skripsi abal2...asal ada duit tiba2 sdh sarjana aja....keluaran universitas swasta dan negeri ternama lagi....ini yg bikin bangsa nggak maju2....penyakit utama: gila hormat, jabatan dan gelar😂...merebak ke semua sektor, termasuk ke perusahaan/institusi swasta sekalipun..edan.
Betul panggilan panggilan seperti itu kadang disematkan untuk menghormati tapi membuka pintu kebanggaan yang berujung pada hal yang kurang baik baik bagi yg dipanggil atau yg melihat seseorang dipanggil demikian
Aneh memang negeriku tercinta, banyak aturan yg nggak masuk akal. Yg kuliah dikampus nggak jelas diakui gelarnya dan bisa jd profesor, sedangkan yg beijazah dr universitas yg benar2 yg terkenal terakreditasi malah dipersulit oleh aturan kepegawain negara dg aturan yg lebih sulit dari aturan penjajah belanda. Sangat miris dan ironis memang.
Sebenarnya penyebutan prof itu bukan sekedar menunjukan kehormatan si, sebutan prof itu di masyarakat global biasanya menjadi simbol kepakaran, org klo udh jdi profesor dia dianggap pakar di bidang dia dn siap diuji kapanpun terkait kepakaran nya. Di indonesia, org ngeliat profesor, cma tau dia profesor doang tnpa tau apa kepakaran nya😅, ini membuat status prof itu menjadi cringe sekedar pandangan klo dia org pintar. Akibat nya banyak org yg ga layak dn punya posisi istimewa d politik terobsesi sama gelar akademis prof ini, semata2 agar namanya mentereng tnpa pernah siap diuji kepakaranya. satu hal yang pasti masyarakat kita tuh suka bngt bersikap berlebihan sama status sosial, contoh paling parah adalah gelar haji yg kalo dikampung itu gelar prestis sehingga pak haji2 it somehow dianggap punya kedudukan tinggi di masyarakat.
@@onisuryaman408 sebenarnya agk susah dn butuh proses membiasakan it sih. Karena status sosial itu memberi kemudahan manusia untuk menilai org lain dgn cpt dn memberikan pentujuk dgn cpt juga bagaimana kt hrus bersikap ktika kta ketemu org lain.
Selama dosen itu sebenar2 niat mencerdaskan kehidupan bangsa, mahasiswa dan yg lain pasti akan ngikut hormat setinggi2nya walaupun beliau killer atau kaku atau apalah. Dulu malah berharap sidang skripsi atau jurnal harus dapat dosen terhormat/killer begituan. Kalo dosen terhormat aja puas siapa yg mau protes? Walopun harus kejar revisi 3x sehari
Gelar2 sarjana itu, BANYK TERJADI n SERING PADA ILMU NON EKSAKTA,,, spt HUKUM, MANAGEMEN, EJONOMI, DLL sebab kalo jurusan eksakta khususnya PTN sangat sulit dimanipulasi, apalagi PTN PTN TOP di P.Jawa
Kegilaan ambisi gelar,.. kebijakan pemerintah yang membagongkan nilai intelektual dan reputasi akademis,.. adalah biang kerok berbondong-bondongnya para pemburu gelar abal-abal. Di satu pemerintah daerah kabupaten hampir semua lurahnya bertitel S2,.... yang membingungkan,.. kapan mereka kuliahnya??? Sementara presidennya saja hanya bertitel Ir,.. itu pun banyak yang meragukan kesahihannya.
Indonesia tidak kekurangan orang pintar tetapi kekurangan orang jujur Pepatah ini benar adanya. Mau dibantah pun tetap aja fakta adanya. Ingat kesuksesan tidak hanya diraih dari kepintaran seseorang melainkan dari kejujuran dan Akhlakul Karimah
gw kuliah di salah satu politeknik negeri di jawa yang bertahan top 3 bertahun2 di indonesia. dosen2 gw yang kebetulan deket karena sering konsultasi masalah lomba internasional dan nasional sampe publikasi jurnal ga pernah mau gw panggil prof, maunya dipanggil pak atau bu
Kalau rambutnya masih rapi saat mengajar, profesormya belum 100 persen, karena pikirannya fokus ke masalah besar bukan hal kecil menyisir rambut, atau karena memang tidak lagi ada rambutmya 😊
ada dosen yg buat penelitian setahun sampai 30-100 artikel dengan banganya jurnalnya bereputasi, gila ngak tuh, jadi kerjaannya cuman penelitian dan nulis artikel doang, kagak ngajar 🤣🤣🤣
@@FiXia-RnFr2 cringe sekali Ijazah itu hanya tanda kamu pernah kuliah/ sekolah, bukan tanda kamu selalu berpikir Ijazah itu bonus/ apresiasi karena kita mau meluangkan waktu utk kuliah di sekolah/ kampus tsb Duhhh bocil2 alumnus covid 19 yg sekolah nya full daring Tidak semua transaksi tukar menukar bisa disebut jual beli Emang kamu Terima klo bapakmu disebut telah membeli ibu kamu???!!!
@@SuperAnangsAnda juga cringe, seakan- akan orang yg kuliah gak pernah berpikir. Saya tahu banyak yg bilang ijazah hanya tanda bahwa ia telah sekolah. Dan kalimat itu cuman dipakai buat hiperbola bukan secara harfiah. Hiperbola untuk ya yg kaya dibahas di video, dan juga para lulusan yg memakai berbagai cara "curang".
Jika akademik Indonesia tidak memiliki nilai kejujuran maka IPK tinggi hanya pujian dibalut ketidakmampuan karena secantik apapun dalam mengerjakan penelitian tetapi pakai cara instan maka menciptakan kedunguan bagi diri sendiri dan masyarakat luas
Sy lebih hormat kepada guru honorer daripada prof abal-abal, secara bahasa saja udah jelas Honor artinya hormat[kehormatan], tapi di negeri yg masih menganut "aliran feodal" status honorer malah diklasifikasikan sebagai wong cilik.
saya jg ga pernah panggih kenalan dg Prof... walo yg lain manggil gtu... wong di luar kampus koq... lagian keahlian mereka kan terbatas ...di luar kampus mereka bukan apa2
pemerintah gagal membangun mental masyarakat, akhirnya jiwa materialistis masuk ke dunia pendidikan dan diperparah dgn tdk meningkatnya perekonomian bangsa 30 thn terakhir alias stagnan .... khusus di Univ Lambung Mangkurat, ini fenomena gunung es aja, tahun 2016 rame kasus ijazah palsu seorg dosen fak hukum ULM, hebatnya kemudian ybs terpilih jd anggota dpr ri dan thn ini terpilih kembali dgn suara lebih banyak .... lagi2 itu krn masyarakat memaklumi atau permisif dgn tindakan tsb .... yah mental massa kita mmg sdh rusak, meskipun tuhan sdh banyak kasih contoh dimana tdk sedikit keluarga sederhana sukses menghantarkan anak2nya meraih pendidikan terbaik (bahkan ke luar negeri) tanpa harus keluar uang begitu banyak dan sukses meraih karir/pekerjaan bagus tanpa cara yg tdk baik ... tapi gitulah, ulama sdh sering cuap cuap ttg rezeki berkah, tapi kebanyakan massa kita ini udh rusak mentalnya .... ngga ada keteladanan yg baik, keteladanan yg buruk justru diperlihatkan pimpinan tertinggi
Lakukan juga investigasi atas segala manipulasi dari tingkat TK, dimana banyak pihak terlibat dalam manipulasi status, pemalsuan jumlah rombel, pemalsuan list absensi (kehadiran), gratifikasi terkait tunjangan, dll.....sejak di TK sudah dilakukan proses-proses kotor, sampai ke perti.....hancur mental akademia kita! apalagi selain mereka!
Indonesia sudah darurat pendidikan, anak diajar untuk lewat jalur belakang dari SD ,.dibentuk dg sistem zonasi yg membuat ortu mengerahkan segala daya ga peduli halal atau haram utk memasukan anak ke sekolah negeri. Dan akhirnya anak akan terbentuk karakternya manjadi anak yg akan menghalalkan segala cara sama sperti ortunya..
Contoh buruknya pendidikan Indonesia adalah misal ketika di SD kita dilatih untuk teks book, seorang guru bertanya pada murid perang di Aceh itu antara siapa dengan siapa? Sekarang bandingkan jika jika negara seperti AS, Swiss, Jerman Pertanyaan yg dilontarkan adalah bagaimana cara Nazi bisa menguasai Eropa pada 1939 dan jawaban yg di utarakan oleh murid itu bukan benar atau salah tetapi melihat bagaimana sang murid bisa mengutarakan opini mereka tentang pertanyaan tersebut, tentunya opini soal cara Nazi bisa menguasai Eropa. Itu sebabnya pola pikir orang Eropa lebih terbuka di bandingkan pola pikir orang Indonesia yg teks book
Gelar Profesor yang didapat scara by pass sebenarnya merugikan diri nya sendiri, orang lain, tempatnya bekerja dan negara manakala men- dapat gaji dari negara. Mewarisi ji- wa feodal yang membanggakan ge lar semata u/merendahkn sesama- nya yang berjiwa kesatria yang san- tun, prasaja, jujur dan rendah hati & bukan berjiwa peminta-minta walo dibilang miskin harta!!
Saya juga Dosen dan menurut saya di kampus saya terutama di Faklutas saya .sebenarnya yg layak itu Yg Professor itu yang nulis buku dalam jumlah cukup banyak dan itu bagi saya jadi ukuran layak dan tidaknya manjadi professor
Profesor sebenarnya tp dia bukan Profesor ya Rocky Gerung...kemana-mana dia gak pernah bilang dia seorang profesor tp orang banyak yang menilai dia layak sbg profesor. Dia kadang nyindir secara Satire spt ini : dia cuma S1 tp dosen 15 tahun di UI, dia ngajar di Lemhanas, ngajar dari S1, S2, S3. Pendidikan dg gaya feodalah yg menjadikan orang jd gila hormat, gila gelar, gila jabatan, gila, harta, dan gila beneran
Dulu almarhum dosen saya kritis akan hal ini, beliau berkomentar "ngapain itu praf prof praf prof saat di luar perkuliahan atau forum formal akademik, lagipula gelar prof hanya berlaku di lingkungan akademik begitu balik ke masyarakat ya jadi orang biasa lagi kecuali dia juga Ketua RT atau RW".
Jujur aja, sebagian masyarakat kita juga sering meninggikan gelar atau gila hormat. Mulai dari status haji/hajjah aja deh, masih ada loh yang ga nengok kalau gak dipanggil pak haji/bu hajjah atau bu haji atau malah sekalian diluruskan "panggil saya pak haji/bu hajjah atau bu haji".
Padahal haji itu urusan individu sama Allah, masuknya urusan ibadah bukan ke sesama manusia. Perkara panggilan ya udah ga usah dibawa repot. Berlaku juga buat Prof, itukan urusannya sama ranah pendidikan. Tidak ada kewajiban di luar urusan pendidikan untuk bawa-bawa panggilan Prof di setiap kesempatan.
Di tempat gw aman ngab, gelar haji gak pernah dipake
Jadi modus cuci tangannya udah ketahuan ;
Banyak profesor imitasi di Ibu kota ; dia angkat berita profesor dipulau lain
Banyak kasus penolakan RS dan mayat dibawa pakai Ojek di Ibu kota ; dia cari2 berita dipulau lain
Banyak anak2 luar pulau didiskriminasi disekolah dan universitas di ibu kota ; dia beritakan di luar pulau
Banyak kasus selingkuh dan jadi simpanan di ibu kota ; dia rekayasa kasus asusila di kampus luar pulau
Dalam hal apapun suka bohong suka Nepotisme.
Berita pun di nepotisme.
Peringkat universitas pun di nepotisme
Luar biasa kejahatan multitasking
Setuju
Begitu lah di sini dari abad terdahulu Dan gak pernah berubah
bner.. bahkan salah satu dosen saya guru besar pendidikan ekonomi jga berpendapat demikian... bahkan beliau mengatakan bahwa prof itu jabatan akademis, tidak selayaknya dipakai diluar itu...
😅
Baru hari ini tadi, dengar info kalau Akreditasi ULM turun dari A ke C karena masalah oknum professor abal" ini, saya yang lagi di semester 7 kaget dan sedih karena dengan akreditasi yang turun 2 tingkat ini sangat berdampak ke para mahasiswa nya saat mencari lulusan kerja. Dan juga saya membaca artikel kalau aktor utama dari predator jurnal kasus profesor abal" ini ternyata profesor di Prodi saya 😭😭
tetap semangat belajar,nila setitik rusak susu sebelanga,...ULM tetap kebanggaan kalimantan selatan.oknumnya yg harus di basmi di hukum.bukan universitasnya.
Di Banjarbaru syarat PNS nya harus akreditasi A, bang. Ente kalau lulus pas masih C jelas ga bisa masuk kerja di Banjarbaru
Iya temen2 ku udah pasrah gatau mau ngapain lagi, pdhl udah semester akhir, alhasil nanti lulus dengan akreditasi C, sementara syarat kerja minimal banget B.
Kasihan yang lagi nyusun skripsi 😭
Nasib haja lagi 😂😂😂
saya denger ada budaya di psikologi unpad, panggilan kepada dosen-dosen di psikologi unpad itu panggilan 'mas', 'mba', 'akang', 'ceu', 'bang'. sungguh budaya yang egaliter dan mendorong kedekatan antara mahasiswa dan gurunya
@@ronaldeskaratuyutub Anakku kuliah di Sasindo Undip juga cerita panggilan dosen-dosennya mas dan mbak.
Sepertinya khusus untuk Fakultas Psikologi memang budayanya seperti itu ya, kerabat saya yang kuliah di Fakultas Psikologi UI pun sedemikian. Memanggil dosen nya dengan sebutan “mbak” dan “mas”
yes betul saya mahasiswa nya angkatan 92, hingga sekarang masih di lestarikan
Di kedokteran juga gitu kok
Jadi modus cuci tangannya udah ketahuan ;
Banyak profesor imitasi di Ibu kota ; dia angkat berita profesor dipulau lain
Banyak kasus penolakan RS dan mayat dibawa pakai Ojek di Ibu kota ; dia cari2 berita dipulau lain
Banyak anak2 luar pulau didiskriminasi disekolah dan universitas di ibu kota ; dia beritakan di luar pulau
Banyak kasus selingkuh dan jadi simpanan di ibu kota ; dia rekayasa kasus asusila di kampus luar pulau
Dalam hal apapun suka bohong suka Nepotisme.
Berita pun di nepotisme.
Peringkat universitas pun di nepotisme
Luar biasa kejahatan multitasking
Di Sulawesi Selatan ada nama-nama Apiaty Amin Syam, Nurdin Halid, Syarifuddin Hasan, Jafar Hapsah, Syahrul Yasin Limpo dan lain-lain yang memperoleh gelar Guru Besar tidak sesuai prosedur yg lazim alias abal-abal. Pasti ada suap menyuap pada proses memperolehnya. Sebaiknya KPK segera usut Dirjen Dikti
Banyak guru magang lebih hebat dari mereka
Syahrul yasin limpo.Stu (suka tilep uang)
Aamiin semoga di hukum
@@carkawalakhatulistiwaNASAB BALAWI AJA BISA DIMANIPULASI😂😂
@@tsurumi-to-Speakudah biasa😂😂
SUKU BALAWI YAMAN AJA BISA MELAKUKAN ADEGAN SINETRON ASAL USUL NASAB NABI😂😂
Coba diselidiki juga banyak sarjana yg ikut kuliah sebagai mahasiswa tamu (Gasthörer) di universitas" Jerman waktu pulang tiba" pakai gelar Doktor , Dr.- Ing padahal mereka mungkin cuma punya Surat Keterangan Ikut Serta (Teinahmebescheinigung) kira" kapan ya bikin Desertasi nya .😂
Desertasi!?😂 Disertasi.. 😊
Sri Mulyani yg dosen FEUI dan bereputasi internasional saja blm jadi guru besar. Apa gak malu itu para guru besar kopong.
Bu sri emg dosen struktural yak?
Lagipula guru besar belum tentu bisa jadi praktisi hebat dan sebaliknya
Sri Mulyani mungkin belum jadi Guru Besar karena kesibukannya sebagai Menteri, jadi poin² untuk menjadi guru besarnya belum terpenuhi.
pak anis baswedan yg jelas keilmuwannya juga belum guru besar
Klo komen perbanyak literasi dulu,biar ga oon komennya😅
Jadi modus cuci tangannya udah ketahuan ;
Banyak profesor imitasi di Ibu kota ; dia angkat berita profesor dipulau lain
Banyak kasus penolakan RS dan mayat dibawa pakai Ojek di Ibu kota ; dia cari2 berita dipulau lain
Banyak anak2 luar pulau didiskriminasi disekolah dan universitas di ibu kota ; dia beritakan di luar pulau
Banyak kasus selingkuh dan jadi simpanan di ibu kota ; dia rekayasa kasus asusila di kampus luar pulau
Dalam hal apapun suka bohong suka Nepotisme.
Berita pun di nepotisme.
Peringkat universitas pun di nepotisme
Luar biasa kejahatan multitasking
Harus diusut tuntas semua yg bikin rusak pendidikan di indonesia
Mirip kasus Habib klan Ba'Alwi klaim keturunan Rasulullah SAW setelah ditelusuri tipu-tipu perbudakan Spiritual penistaan agama, merembet kemana-mana politik identitas KDRT massal penipuan aset jemaah dlsb.
Kriminal ada niat dan kesempatan.
Zaman Edan, ora Edan ora Keduman. Kere munggah Bale, kerja berprestasi belum sudah minta ini itu.
@@indonesiahebat3936KARENA ITU DISEBABKAN ORANG INDONESIA ITU TERMASUK PENYEMBAH AGAMA.ATAU FANATIK BERAT DALAM AGAMA TAPI LUPA AKAN FAKTA KALO FANATIKNY BISA MEMBUAT MEREKA TERJERUMUS ALHASIL DIMANFAATKAN SAMA MANUSIA BALAWI YAMAN BUAT CARI UANG DONATUR JEMAAT ATAS NAMA KETURUNAN NABI SEDEKAH DAN JALAN ALLAH😂
Dimiripin dong sama kelakuan berijazah😂
Gak ada kerjaan
Benar sekali, saya punya pengalaman pribadi soal para guru besar ini. Beberapa dosen saya mendapat gelar Profesor dan Guru Besar sekaligus.
Tapi secara kualifikasi ny pasti kelihatan pas ngajar dan banyak ny karya ilmiah dan penelitian yg bukan mereka yg menulisnya. Hanya numpang nama atau bayar beberapa juta atau hanya proyek thank you buat publish karya ilmiah dan menugaskan mahasiswa untuk tugas penulisan penelitian ilmiah nya. Miris nya, di bio ny seringkali dituliskan hal2 yang tdk penting seperti perjalanan dinas nya. Bahkan lebih banyak tugas dinas ny dibanding prestasi dan pengalaman akademik ny. Saking ngebet ny untuk menghasilkan karya ilmiah, beliau bahkan memasukkan karya yg bukan bidang ny agar terlihat "besar" d mata mahasiswa. Pembodohan secara sistematis seperti ini sangat lazim ditemukan di kampus2 indonesia. Rasa ny inilah salah satu alasan (bukan utama) tingkat pendidikan indonesia semakin terpuruk
Kualitas Akademisi Indonesia sangat buruk dibandingkan negara tetangga,tapi pemerintah bukannya meningkatkan kualitas, mereka justru membikin standard mereka sendiri yang kualifikasinya begitu rendah, karena itulah banyak Professor abal abal
Saya pribadi sebagai dosen merasa syarat menjadi profesor itu terlalu rendah, yang penting udah masukin artikel ke jurnal internasional. Kecuali dosen ptn besar kayanya lebih susah
Plus nilai anak sd-sma didongrak abis-abisan. Nilai ujian 50 bisa jadi 85 di rapot. Memang cerdas kementerian pendidikan, rata2 nilai anak indonesia buruk dibanding negara lain alih2 dikoreksi kurikulum, sistem pendidikan, pelatihan guru, dll, justru ambil jalan pintas seperti ini. Anaknya malah makin gblk
Buzzer overproud indo ketiban fakta deh 😂😂😂
Apalagi itu kalah sama negara2 tetangga ya....
Malaysia, singapura, brunei, thailand 😂😂
Guru Besar atau profesor adalah pangkat akademik tertinggi di perguruan tinggi; pengajuan profesor minimal 3 tahun setelah memperoleh S3; mengajar sebagai dosen ( tridharma perguruan tinggi ) minimal 10 tahun; Karya Ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi. Proses pengajuan gelar akademik profesor harus sesuai norma-norma, standar, prosedur, kriteria yang ada ... mutlak berdasarkan asas2 kelayakan dan kepatutan. Karya Ilmiah seorang profesor kepatutannya tentu bagaimana mengatasi problem solving suatu bangsa & negara.
Opini Tempo terkocak yang pernah saya tonton 😂
Bang Anton Septian terbaik untuk Opini dan humor nya😂
Di Dirjen DIKTI BANYAK KORUPSI NYA. DI Palopo Kota kecil di Sulawesi Selatan saja saat ini ada dibuka 2 Fakultas Kedokteran Swasta. Saat ini juga Dirjen DIKTI Mengobral IZIN PENDIRIAN FAKULTAS KEDOKTERAN. Mungkin TEMPO bisa melakukan investigasin MARAKNYA PENDIRIAN FAKULTAS KEDOKTERAN.
Lu dokter ya?
Sekarang bingung liat dokter mana yang bisa dipercayakan menganalisa kesehatan kami. Secara sudah pernah mengalami lebih dari sekali mendapat analisa yang ambigu (dan bahkan salah) dari dokter2 bukan lulusan dari FK kampus ternama.
@@gambaskeputih3027Kampus ternama saja banyak yang abal" termasuk lewat jalur khusus yang dimulai 2001
@@temmon8493 yes.. tambah bingung lagi deh
potret indonesia hari ini : anak2 sekolah main wisuda2 an, orang2 tua main profesor2 an
Setuju banget! Profesor beneran biasanya malah rikuh dipanggil "Prof"
Ngga juga, dosen saya biasa dipanggil prof, kmaren juga wawancara dgn Prof Renald Khasali, beliau dipanggil prof juga ga sungkan 🙏
@@DavidHarleyson-je1lxProf beneran ini
@@DavidHarleyson-je1lx Karena beliau Memang seorang Profesor bukan abal-abal
@@Quote430 tergantung
dosen saya yang lumayan dekat juga adalah guru besar, kalo gw panggil prof gamau minta dipanggil bu wkwk
Kepemimpinan Godfather eranya para mafia merajalela 😭
😢 aku sedih sebagai mahasiswa, aku matian cari uang buat bayar UKT, ini malah dapat prof profan
Mantap mas anton septian atas pencerahannya, majalah, koran, bocor Alus dan tempo,com the best, Indonesia keren, NKRI harga mati, merdeka.
Ini terjadi salah satunya karena pendidikan dan politik di Indonesia gak ada batas pemisahnya. Ini berlaku juga di banyak aspek kehidupan lain. Jadi sekali politiknya terganggu, bakal merembet kemana-mana...
Profesor (guru besar) itu bukan gelar akademik tetapi jabatan fungsional tertinggi seorang dosen. Urutannya mulai asisten ahli, lektor, lektor kepala, guru besar. Sama dengan jabatan funsional guru tapi cuma beda nama saja. Kalo guru mulai dari guru ahli pertama, guru ahli muda, guru ahli madya, guru ahli utama. Heran kalo ada orang nggak aktif sebagai dosen tapi menjadi guru besar.
Saya seorang guru besar dengan cara benar ,saya malah minta mhs S1 memanggil oma, S2 dan S3 memanggil ibu.....saya malah risi kalau ada yang manggil prof., ..kartu nama ya ditulis nama saja,tanpa embel-embel.....kadang saya membaca nama seseorang dengan menempelkan gelar panjang sampai mengernyitkan dahi , iki opo ae..... walau sah-sah saja , namun ya lucu saja.....misal prof. Dr. UNYIL, SE,MSi, CSRS, CFP.... ini pendapat pribadi.
di kampus saya sudah jadi budaya untuk memanggil semua dosen dengan panggilan Pak/Bu. pernah dulu di suatu kelas ada teman saya memanggil dosennya dengan sebutan prof (beliau memang seorang guru besar) dan malah membuat seruangan termasuk dosen pengampu kuliahnya tertawa.
Gak heran dunia pendidikan banyak dosen seperti itu. Sikut sikutan, pembagian ngajar tidak merata, lalu yg senior berkuasa dan dapat banyak. Kami yg muda mengumpulkan kum kum agar bisa naik dgn susah payah
Mending keluar. Wirausaha.
Tempo independen terpercaya asli.
Harusnya liputan tempo terkait skandal guru besar abal-abal ini bisa dijadikan jurnal.
Alhamdulillah ada yg membahas... Skandal di Perguruan Tinggi baik Negeri maupun swasta tidak kalah parah di banding pendidikan di bawahnya...
Selain itu banyak jg pelanggaran etik yang dilakukan para oknum... Demi mendapat kredit guru besar dan pembicara seminar yg fee nya lumayan besar... Mafia mafianya banyak yg bersliweran... Jadi nggak heran kalau output Perguruan tinggi banyak tidak diperhatikan oleh para dosen2, tak ayal mereka disandera untuk mengejar publikasi mereka...
selain abal2 juga rawan konflik kepentingan, awas aja ada yg mempersulit yg benar2 ahli, karena ga sepaham dengan suatu instansi, dilain sisi obral gelar untuk yg ga kompeten. the real negara super power orang dalem.
*AKIBAT REJIM FOKUS KEJAR DUIT, BUKAN PRESTASI! MAKA MAU TAK MAU DITIRU OLEH PARA AKADEMISI
ngejar duit?duit pun gak ada pak,yang ada kan utang dan defisit😅
Bukan akademisi yg ngejar gelar profesor tapi para politisi , kalau akademisi itu wajar namanya juga akademi pasti dong lama lama dapat meraih gelar profesor dari belajar diakademi.
Yang ngejar Bukan Akademisi tapi para Politis, setelah melebarkan sayap di dunia politik mereka melebarkan sayap di dunia Pendidikan, bahkan tidak perlu kuliah S1 bisa langsung S2 atau S3 tinggal bayar
@@Quote430 BIJAKNYA ANDA FOKUS KE KATA SAYA REJIM DAN ARTIKAN TERDAHULU ITU, BARU MENGEXPLORASI KARUNIA OTAK ANDA DENGAN VONIS!
@@HenkyMizella Komentar itu pendapat saya tapi sesuai fakta di lapangan, dan bukan membalas komentar anda 😌, dan tulisan anda tidak perlu di Capslock 😒
Ungkapan Wani Piro masih menggema.
Dulu ada pria paruh baya tahun 2000 di Kabupaten bergelar S2 dari channel pergaulan diminta mengajar di kampus swasta disanggupi, hanya sekian bulan diprotes mahasiswa civitas karena tak bisa ngomong tak nyambung, dipecatlah.
Selalu sasaran kampus Swasta. Guru Besar Jabatan bukan Gelar.
Guru Besar jalur Jabatan diundang diskusi ilmiah dengan lulusan S1 tak bisa jawab menghindar.
Kalau gelar Doktor HC bidang bisnis untuk Pengusaha CT percaya, Gelar Doktor HC bidang media untuk Profesional GM percaya. Suruh tes TOEFL IELTS.
Hidup hanya untuk minta pengakuan, Kongkalikong, bahan tertawaan.
Hai... Dirjend Dikti... Segera tindak assesor yg meluluskan gelar professor, secepatnya...
Semoga Menteri Pendidikan Kita Selanjutnya (Bukan Pak Nadiem), Sistem Pendidikan kita harus diperbaiki sampe SDM kita nyentuh IQ 100
ya mending Nadiem lah daripada Muhadjir sama M. Nuh wkkwkw
Pret Bambang Susatyo & Pret Sufmi Dasco Ahmad sangat membagongkan
Maunya biar tampak keren biar pamonya naik. ( gitu kali)
Inflasi IPK merajalela, ditambah dengan obral jabfung guru besar. Bagaimana perwujudan Indonesia Emas 2045 bisa terealisasikan mengetahui bahwa Indonesia saat ini masih kekurangan orang jujur? Kejujuran jangan dinomorsekiankan. Sifat tersebut menjadi prerequisite dalam interrelasi kita dengan masyarakat. Apabila kita menganalisis permasalahan di Indonesia saat ini, sebagian besar yang menjadi root cause adalah ketidakjujuran. Hal ini lah yang menjadi alasan utama Indonesia belum bisa disandingkan dengan negara-negara maju yang tipikalnya memiliki reputasi yang tinggi di bidang academia. Sungguh ironis mengetahui bahwa Indonesia memilki SDM pintar dan jujur, namun kelimpahan tersebut menjadi penyusutan dikarenakan mereka berbondong-bondong untuk berimigrasi dan berkontribusi untuk negara yang sudah maju. Fenomena brain drain ini juga dapat dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka kepada pemerintah yang masih tidak jujur.
anjay infalsi IPK :v
Rekognisi (sosial) yang hakiki sekaligus menjadi tantangan riil para akademisi untuk dipenuhi adalah pada daya kritis & kebermanfaatan nya bagi peradaban & keadaban bangsa. Hal ini tidak harus tercermin dalam gelar & jabatan tertentu.
Plot-twist di ending nya menghibur. Hal ini sebenarnya fenomena gunung es, yang mungkin tidak hanya pada kalangan guru besar. Kalangan dosen dan mahasiswa sebenarnya harus dilakukan penelitian lebih lanjut apakah terjadi praktik seperti ini. If you know what I mean.
Sdm makin rendah-
Orang pintar dibungkam--
Orang tidak berkompeten banyak mengisi bangku pemerintahan---
Orang berkompeten tidak diberi jalan----
betul itu
iming iming bansos
Coba diberitakan juga dong tentang Profesor (H.C.) dan universitas mana saja yang sering memberikan gelar tersebut. Nanti setelahnya coba telusuri, salah satu penerima gelar tersebut hampir selalu tidak pernah mencantumkan keterangan honoris causa nya di berbagai kesempatan, baik itu seminar, workshop, talkshow, halaman wikipedia, dll..
Siapa? Salah satu mantan menterinya Jokowi cluenya 🙃
Jonan?
@@SuperAnangspak Jonan gelarnya Dr. (H.C.) 🙂
Prof abal2 tak memakai cara Joko Soetomo....mereka memakai cara Joko Widodo....😁😁
Nah ini 1000% TEPAT SASARAN 😂😂😂.. KEPALA yang BUSUK akan menjangkiti seluruh anggota tubuhnya,menjadi ikutan cepat membusuk. 😂😂😂
Tepat 💯 ✅
Setuju banget.....pintar mase
Oo gitu.. gak heran
Tak lebih dari sekedar telek belaka 🤣🤣
Keras bgt Tempooo... Kalo pulang kantor ramean aja ye, jgn sendiri2. Ngeri 😂
😂😂🤣🤣🤣 tolong temenin mas biar ga ngeri 🤭🤭🤭
Perlu sewa bodyguard tuh
Penutupnya juga gokil. Suruh panggil kampret
Selain cara yang saya tawarkan tadi ada juga tawaran lain, yaitu:
PEMERINTAH HARUS MEMBATALKAN JABATAN GURU BESAR (PROFESOR) JIKA TERNYATA TIDAK ADA KARYA2 ILMIAHNYA YANG BERMUTU.
PENYEBAB banyaknya orang2 yg berusaha dapatkan ijasah tanpa memiliki keahlian itu adlh
AKIBAT dari CARA yg SALAH/JAHAT yg dilakukan sejak ORLA, ORBA n Orde Reformasi dlm rekrutmen pegawai tuk dipekerjakan sbg Presiden RI, Wklnya, Menteri negara, Kep. Daerah, Wklnya, anggota legeslatif, dll yg JELAS dan TEGAS
1. Ada unsur KKN
2. Bertentangan dg usaha mencerdaskan bangsa, serta menimbulkan adanya PELECEHAN/PENGHINAAN, karena
bisa membuat Kolonel, Jenderanl, para sarjana S3 atau orang2 terbaik Indonesia itu bisa menjd PEMBANTU2NYA atau berada DIBAWAH TELAPAK KAKI orang yg bukan orang yg terbaik Indonesia, yg lulus sarjana S2, S1, atau
bahkan cuma lulusan SLTA saja yg bekerja di Legeslatif, Eksekutif, dan di Yudikatif karena KKN
Ma'af jika saya salah
dosen saya marah kalau gak dipanggil "Prof"🤣
Kehormatan itu diperoleh bukan diminta.
Agak risih aku klo ketemu akademisi yg kayak gitu.
@@muhammadsyahghozyboyke6935 Dosen S3 mungkin 🤔
gue dulu minta tanda tangan proposal, si dosen ga mau tanda tangan karena gelarnya kurang, padahal dia udah s3 tapi belum prof, kan cukup di tulis " Dr. " aj di depan namanya yah? ato cukup "Ph.D" di belakang namanya, ga usaj gelar mulai s1 ampe s3 di tulis semua😂
@@mistermaster1945 klo tk-sma lulusan diberi gelar, dosen ini bakal minta orang nulis deretan gelarnya, memastikan sebelum jd doktor sudah sekolah dari kelas 0, hadeuh ada-ada aja.
Gak usah gitu,mendapatkan S1 saja bisa abal2 demi meloloskan penyesuaian ijazah agar naik pangkat (secara pintas di asn)
Prof. Dudung mantan KSAD????....Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. H.Dudung Abdurachman OLH, PJG, PGAT, AO ,S.E., M.M
Setuju dgn sebutan prat-pret 😅😅😅
Makanya jangan asal percaya pada seseorang dengan gelar bertumpuk-tumpuk. Jika seseorang gelarnya bertumpuk-tumpuk dalam periode yang relatif singkat, maka bisa dibayangkan pasti ilmunya tidak sesuai dengan dugaan orang lain. Ada juga yang pada waktu mudanya hanya satu gelar dan setelah agak tua ekonominya mapan bisa ikut masuk perguruan tinggi yang tidak ketat masuknya dan mengejar target banyaknya mahasiswa yang diterima maupun yang diluluskan. Perguruan tinggi semacam itu banyak diserbu orang yang gila gelar. Tidak tanggung-tanggung, itu termasuk beberapa perguruan tinggi yang menyediakan prodi di bidang kesehatan - berbagai bidang kesehatan memudahkan prosedur masuk dan kelulusan. Hati-hati menggunakan jasa lulusan yang seperti itu. Usut perguruan tinggi maupun lulusan yang seperti itu. Selidiki juga asesor-asesor yang abal-abal! Bisa saja mereka memiliki posisi asesor karena punya koneksi khusus. Lebih parah lagi seseorang merasa dirinya bermutu dan intelek padahal sama sekali tidak bermutu dan tidak intelek. Wah, sakit jiwa juga kali yaaaa ...
Tempo selalu di hati.. Semoga tempo makin berani dan sukses
Di indonesia pendidikan sudah menjadi bisnis, banyak mafia pendidikan, terutama di kabupaten kota, mendirikan sekolah tinggi biaya mahal padahal fasilitas dan kualitas jauh sekali
Saya tidak setuju diganti panggilan, banyak profesor guru guru saya yang saya tau dan yakini keahlinya, hanya karena segelintir prof gadungan saya tidak mau menghilangkan rasa hormat saya terhadap guru guru saya. Saya lebih setuju mereka yg mengakali gelar prof dituntut sebagai pembohongan publik dan di pidanakan
Konsekuensi dari fokus ke kuantitas, kualitas akan diabaikan. Gara-gara prof abal2, prof betulan pun jadi korban. Martabat prof jadi menurun karena ternyata jadi prof itu mudah. Sesuatu yg didapat dgn mudah tdk akan mendapatkan penghargaan.
Ah menyebalkan! Dosen muda yg beneran riset, submit jurnal internasional bereputasi sampi nunggu tahunan baru bs publish, mau naik JAD jd kesandung gegara aturan peralihan. Ya ini salah satu penyebabnya,”Guru Besar Abal-abal” 😏
Lagi marak & trendingkan❤
Banyak sekarang ini, gelar banyak tapi peengetahuan dan moral minimal
Setuju banget sama opini tempo
Hanya tempo yang berani, media arus pemerintah mana ada yang berani
@@redikaak9986 Mirip Sinar Harapan di era Orba
Semua rusak, penuh korup
Orientasi pemerintah sudah benar dengan perbanyakan guru besar, jelas mampu meningkatkan kualitas akademisi. Masalahnya adalah pelaku akademisinya yang memang mental INLANDER, mereka hanya pekerja cari uang buat makan keluarganya, bukan bertanggung jawab atas mutu pendidikan bangsanya. Dari mereka SD-pun orang tua mereka menyuruh mereka kuliah untuk mendapatkan GELAR SARJANA, sebagai MODAL CARI KERJA. Kerja apa saja, sarjana pertanian kerja di bank, sarjana hukum kerja di event dan seterusnya. Bongkarsaja lembaga penelitian, apa yang sedang mereka lakukan ? Cari duit atau melakukan penelitian ? Hasilnya ?..."yang penting kerja mase..." buat bayar kredit mobil sama sekolah anak...🤣
Kemudian kyknya si sikap pemujaan terhadap social status seseorang emg bagian dri asian values deh😂, ak ingat di jepang, kata 'sensei' itu makna nya prestisius berlebihan di masyarakat sana, hampir semua profesi keahlian tuh dipanggil sensei, dokter dipanggil sensei, bahkan politikus juga suka disebut sensei, masalah ini juga smpt banya k guru dn dosen di jepang protes, karena status sosial mereka jdi terkesan receh😂
Banyak dosen Indonesia yg meminta nama mereka dimasuk dlm artikel orang lain
Profesor adalah gelar akademik yang seharusnya tidak sembarangan orang, harus menjalani pendidikan bertahap serta perlu dedikasi yang tinggi di dunia pendidikan dan menulis jurnal ilmiah nasional maupun internasional
Kasian loh para pengajar yang saat ini berjuang untuk gelar professor, harus punya target mengajar nya berapa jam dan target jurnal sampai nilai kum nya terpenuhi untuk mengajukan guru besar. Saat proses nya tidak mudah tapi ada pihak pihak yang seenaknya dapat gelar professor abal abal, akhirnya pejuang menjadi guru besar itu kecewa dengan sistem yang ada sekarang. Apalagi pemberian "professor honoris causa" yang gelarnya jadi ajang pamer, gelar yang sungguh menggelikan diantara para dosen pengajar
Presiden aja abal-abal gak heran sih
kalo yg paling atas ijazahnya aja abal2 bisa jd presiden, nggak heran sampe bawah2nya juga bakal ngebebek ngikutin abal2.. malah diproduksi ke-abal2an tersebut...
@@archipelagoindonesia6217kalau kalah jangan sakit hati
@@planters77
2015 bilang mereka mau ejekannya di kembaliin
@@archipelagoindonesia6217, Yang jadi Presiden thn 2024 - 2029 emangnya siapa tuh? Gk nyambung kale....😂
😂😂😂😂
Selanjutnya gelar sarjana abal2 yang semakin marak...nggak kuliah, skripsi abal2...asal ada duit tiba2 sdh sarjana aja....keluaran universitas swasta dan negeri ternama lagi....ini yg bikin bangsa nggak maju2....penyakit utama: gila hormat, jabatan dan gelar😂...merebak ke semua sektor, termasuk ke perusahaan/institusi swasta sekalipun..edan.
Betul panggilan panggilan seperti itu kadang disematkan untuk menghormati tapi membuka pintu kebanggaan yang berujung pada hal yang kurang baik baik bagi yg dipanggil atau yg melihat seseorang dipanggil demikian
Sungguh memuakan gelar konpresor. Ini.
Mantap Pak, hebat Prof.DR.
Duh itu pada gak malu bergelar profesor tanpa pengabdian di dunia akademis. Abal2 😂😂😂😂
tempo mantapp....
Aneh memang negeriku tercinta, banyak aturan yg nggak masuk akal. Yg kuliah dikampus nggak jelas diakui gelarnya dan bisa jd profesor, sedangkan yg beijazah dr universitas yg benar2 yg terkenal terakreditasi malah dipersulit oleh aturan kepegawain negara dg aturan yg lebih sulit dari aturan penjajah belanda. Sangat miris dan ironis memang.
Sebenarnya penyebutan prof itu bukan sekedar menunjukan kehormatan si, sebutan prof itu di masyarakat global biasanya menjadi simbol kepakaran, org klo udh jdi profesor dia dianggap pakar di bidang dia dn siap diuji kapanpun terkait kepakaran nya. Di indonesia, org ngeliat profesor, cma tau dia profesor doang tnpa tau apa kepakaran nya😅, ini membuat status prof itu menjadi cringe sekedar pandangan klo dia org pintar. Akibat nya banyak org yg ga layak dn punya posisi istimewa d politik terobsesi sama gelar akademis prof ini, semata2 agar namanya mentereng tnpa pernah siap diuji kepakaranya.
satu hal yang pasti masyarakat kita tuh suka bngt bersikap berlebihan sama status sosial, contoh paling parah adalah gelar haji yg kalo dikampung itu gelar prestis sehingga pak haji2 it somehow dianggap punya kedudukan tinggi di masyarakat.
Sudah selayaknya kita menilai orang dari karya dan kontribusinya, bukan gelarnya
@@onisuryaman408 sebenarnya agk susah dn butuh proses membiasakan it sih. Karena status sosial itu memberi kemudahan manusia untuk menilai org lain dgn cpt dn memberikan pentujuk dgn cpt juga bagaimana kt hrus bersikap ktika kta ketemu org lain.
Selama dosen itu sebenar2 niat mencerdaskan kehidupan bangsa, mahasiswa dan yg lain pasti akan ngikut hormat setinggi2nya walaupun beliau killer atau kaku atau apalah. Dulu malah berharap sidang skripsi atau jurnal harus dapat dosen terhormat/killer begituan. Kalo dosen terhormat aja puas siapa yg mau protes? Walopun harus kejar revisi 3x sehari
Gelar2 sarjana itu, BANYK TERJADI n SERING PADA ILMU NON EKSAKTA,,, spt HUKUM, MANAGEMEN, EJONOMI, DLL sebab kalo jurusan eksakta khususnya PTN sangat sulit dimanipulasi, apalagi PTN PTN TOP di P.Jawa
Kegilaan ambisi gelar,.. kebijakan pemerintah yang membagongkan nilai intelektual dan reputasi akademis,.. adalah biang kerok berbondong-bondongnya para pemburu gelar abal-abal.
Di satu pemerintah daerah kabupaten hampir semua lurahnya bertitel S2,.... yang membingungkan,.. kapan mereka kuliahnya???
Sementara presidennya saja hanya bertitel Ir,.. itu pun banyak yang meragukan kesahihannya.
Indonesia tidak kekurangan orang pintar tetapi kekurangan orang jujur
Pepatah ini benar adanya. Mau dibantah pun tetap aja fakta adanya.
Ingat kesuksesan tidak hanya diraih dari kepintaran seseorang melainkan dari kejujuran dan Akhlakul Karimah
gw kuliah di salah satu politeknik negeri di jawa yang bertahan top 3 bertahun2 di indonesia. dosen2 gw yang kebetulan deket karena sering konsultasi masalah lomba internasional dan nasional sampe publikasi jurnal ga pernah mau gw panggil prof, maunya dipanggil pak atau bu
Kalau rambutnya masih rapi saat mengajar, profesormya belum 100 persen, karena pikirannya fokus ke masalah besar bukan hal kecil menyisir rambut, atau karena memang tidak lagi ada rambutmya 😊
ada dosen yg buat penelitian setahun sampai 30-100 artikel dengan banganya jurnalnya bereputasi, gila ngak tuh, jadi kerjaannya cuman penelitian dan nulis artikel doang, kagak ngajar 🤣🤣🤣
yakin ngajar? yakin nulis? atau jangan2 kaga nulis kaga ngajar, mereka pejabat kampus. yg nulis orang yang publish orang juga😂
@@gwexfarming bisa jadi juga
Saya suka pembawaan naratornya yang penuh dengan satire terhadap kasak-kusuknya ironi dunia pendidikan negeri ini
Sekalian tuh UNIDA CIAWI BOGOR, selidiki juga
Mantab 👍
Bacotan Tempo mewakili saya, dan kita semua.....
Terlepas yang beneran ngebet dipanggil Prof atau Haji, bisa jadi juga placement boneka-boneka 'Akademisi'.
❤ Tutup saja universitas
Klo hanya untuk jualan ijazah
Ya, sekalian semuanya
Universitas bukannya emang jual ijazah ya
@@FiXia-RnFr2 cringe sekali
Ijazah itu hanya tanda kamu pernah kuliah/ sekolah, bukan tanda kamu selalu berpikir
Ijazah itu bonus/ apresiasi karena kita mau meluangkan waktu utk kuliah di sekolah/ kampus tsb
Duhhh bocil2 alumnus covid 19 yg sekolah nya full daring
Tidak semua transaksi tukar menukar bisa disebut jual beli
Emang kamu Terima klo bapakmu disebut telah membeli ibu kamu???!!!
@@SuperAnangsAnda juga cringe, seakan- akan orang yg kuliah gak pernah berpikir. Saya tahu banyak yg bilang ijazah hanya tanda bahwa ia telah sekolah. Dan kalimat itu cuman dipakai buat hiperbola bukan secara harfiah. Hiperbola untuk ya yg kaya dibahas di video, dan juga para lulusan yg memakai berbagai cara "curang".
@@achmadfauzan507 tentu saja sy tau maksud peribahasa tersebut
Jika akademik Indonesia tidak memiliki nilai kejujuran maka IPK tinggi hanya pujian dibalut ketidakmampuan karena secantik apapun dalam mengerjakan penelitian tetapi pakai cara instan maka menciptakan kedunguan bagi diri sendiri dan masyarakat luas
Sy lebih hormat kepada guru honorer daripada prof abal-abal,
secara bahasa saja udah jelas Honor artinya hormat[kehormatan], tapi di negeri yg masih menganut "aliran feodal" status honorer malah diklasifikasikan sebagai wong cilik.
Kampreet...😂, brani bgt tempo, sy setuju sih semuanya itu by proses kalau mainya shortcut ya jadinya bapuk kualitasnya
saya jg ga pernah panggih kenalan dg Prof... walo yg lain manggil gtu... wong di luar kampus koq... lagian keahlian mereka kan terbatas ...di luar kampus mereka bukan apa2
Memprihatinkan,,
Apa mereka ngga berpikir kasian yang benar benar sekolah,,
pemerintah gagal membangun mental masyarakat, akhirnya jiwa materialistis masuk ke dunia pendidikan dan diperparah dgn tdk meningkatnya perekonomian bangsa 30 thn terakhir alias stagnan .... khusus di Univ Lambung Mangkurat, ini fenomena gunung es aja, tahun 2016 rame kasus ijazah palsu seorg dosen fak hukum ULM, hebatnya kemudian ybs terpilih jd anggota dpr ri dan thn ini terpilih kembali dgn suara lebih banyak .... lagi2 itu krn masyarakat memaklumi atau permisif dgn tindakan tsb .... yah mental massa kita mmg sdh rusak, meskipun tuhan sdh banyak kasih contoh dimana tdk sedikit keluarga sederhana sukses menghantarkan anak2nya meraih pendidikan terbaik (bahkan ke luar negeri) tanpa harus keluar uang begitu banyak dan sukses meraih karir/pekerjaan bagus tanpa cara yg tdk baik ... tapi gitulah, ulama sdh sering cuap cuap ttg rezeki berkah, tapi kebanyakan massa kita ini udh rusak mentalnya .... ngga ada keteladanan yg baik, keteladanan yg buruk justru diperlihatkan pimpinan tertinggi
Lakukan juga investigasi atas segala manipulasi dari tingkat TK, dimana banyak pihak terlibat dalam manipulasi status, pemalsuan jumlah rombel, pemalsuan list absensi (kehadiran), gratifikasi terkait tunjangan, dll.....sejak di TK sudah dilakukan proses-proses kotor, sampai ke perti.....hancur mental akademia kita! apalagi selain mereka!
Saat kuantitas di atas kualitas
Tebel amplopnya maksdunya
Untuk guru besar harus dosen dan di mulai pangkat akademik terendah yaitu asisten ahli, lektor, lektor kepala dstnya...
Tanpa gelar, Windah Basudara dapat 200-500 jt per hari kok 😊
Gelar hanya tabu, seolah olah mempercantik undangan pernikahan semata 😊
Windah kerjanya ngonten
Kalo dia suruh kerja formal biasa bisa gak kalo gak ada ijazah?
Ada yg ribut karena gak kebagian kue kayaknya di pasar yg sedang tumbuh….
Budaya Korupsi sudah masuk di semua lini. Kita Rakyat yg menciptakannyam
Indonesia sudah darurat pendidikan, anak diajar untuk lewat jalur belakang dari SD ,.dibentuk dg sistem zonasi yg membuat ortu mengerahkan segala daya ga peduli halal atau haram utk memasukan anak ke sekolah negeri. Dan akhirnya anak akan terbentuk karakternya manjadi anak yg akan menghalalkan segala cara sama sperti ortunya..
Contoh buruknya pendidikan Indonesia adalah misal ketika di SD kita dilatih untuk teks book, seorang guru bertanya pada murid perang di Aceh itu antara siapa dengan siapa?
Sekarang bandingkan jika jika negara seperti AS, Swiss, Jerman
Pertanyaan yg dilontarkan adalah bagaimana cara Nazi bisa menguasai Eropa pada 1939 dan jawaban yg di utarakan oleh murid itu bukan benar atau salah tetapi melihat bagaimana sang murid bisa mengutarakan opini mereka tentang pertanyaan tersebut, tentunya opini soal cara Nazi bisa menguasai Eropa.
Itu sebabnya pola pikir orang Eropa lebih terbuka di bandingkan pola pikir orang Indonesia yg teks book
Wah Sama dgn almamater sy, demi mendongkrak akreditasi, banyak banget profesor nya skrng, entah itu profesor matang atau masih agak mentah....
Gelar Profesor yang didapat scara
by pass sebenarnya merugikan diri
nya sendiri, orang lain, tempatnya bekerja dan negara manakala men-
dapat gaji dari negara. Mewarisi ji-
wa feodal yang membanggakan ge
lar semata u/merendahkn sesama-
nya yang berjiwa kesatria yang san-
tun, prasaja, jujur dan rendah hati &
bukan berjiwa peminta-minta walo
dibilang miskin harta!!
Saya juga Dosen dan menurut saya di kampus saya terutama di Faklutas saya .sebenarnya yg layak itu Yg Professor itu yang nulis buku dalam jumlah cukup banyak dan itu bagi saya jadi ukuran layak dan tidaknya manjadi professor
Profesor sebenarnya tp dia bukan Profesor ya Rocky Gerung...kemana-mana dia gak pernah bilang dia seorang profesor tp orang banyak yang menilai dia layak sbg profesor. Dia kadang nyindir secara Satire spt ini : dia cuma S1 tp dosen 15 tahun di UI, dia ngajar di Lemhanas, ngajar dari S1, S2, S3.
Pendidikan dg gaya feodalah yg menjadikan orang jd gila hormat, gila gelar, gila jabatan, gila, harta, dan gila beneran
Prof. H. Ir. Djoko Wiedoodoo 🤣
🤣
😮
Huuuushhhst hati2🙊
Gokil pokoknya Tempo is the best ❤