Terima kasih sebanyak-banyaknya untk Pak Gita Wirjawan Yth. memberikan kesempatan saya membagikan pengalaman saya di podcast Endgame yang sangat berdampak positif ini. Terima kasih juga utk staff Endgame yang sangat profesional, Mba Bella dan Mas Jimmy dan para cameraman. Untuk teman2 yang menonton, semoga podcast ini berguna. Jika ada pertanyaan, silahkan tambahkan komentar baru seperti yg teman2 lain sudah lakukan. Nanti semoga saya atau komunitas garuda ilmu komputer bisa menjawab di waktu luang kami.
Terima kasih sudah mampir🙏🏻 Pasti bermanfaat. Agar lebih akrab, teman-teman yang menonton juga bisa langsung menghubungi Prof Haryadi di kanal UA-cam dan Instagram beliau: @prof.har.uchicago.
Hi teman-teman, saya lulusan PhD dari Uni of Münster, Jerman dengan keahlian di bidang baterai. Apabila teman-teman juga ada pertanyaan seputar aplikasi atau S3 di Jerman secara umum bisa tolong komen di bawah ya! Semoga saya bisa membantu 😃
Halo mas egi salam kenal saya khalid, mau tanya peluang/prospek hal instrumentasi di perbatre an buat 5-10 taun kedepan. Karna dunia bakal pake batrai semua dan tiongkok/korsel banyak buat/suplai buat otomobil hevy duty dan indo kebetulan mw dibangun kawasan di bp batam sm di cikarang lghyundai dri korea. Pertanyaan nya, seberapa green teknologi konversi energi batre dibanding oil dan alasan teebaik untuk sekolah di bidang batre dan mungkin ga hanya terbatas main di riset/akademisi alias mainin rantai dagang/suplay nya biar minimal pengrajin lokal/bengkel deket rumah warga udah biasa modifkasi/tuning. Makasi byk
Saya terinsipirasi dari sumsang dari toko mie jadi gurita korporasi buat riset gitu mas btw, minta saran buat kami yg muda' biar link n match sesuai kemampuan diri sebelum memutuskan maju ke suatu bidang dan jadi spesialis serta punya intuisi bisnis. Semoga mas sehat selalu (Danke Schön) 🙏🏻
Hallo mas, kalau mau di-forecast, teknologi baterai akan masih berkembang sampai 20 tahun ke depan. Hijau atau tidaknya ini masih debatable, mainly karena proses mining untuk material baterai juga berkontribusi utk emisi yg besar. Namun kalau dikalkulasi dengan potensi daur ulangnya, teknologi ini bakal mengurangi dampak emisi secara signifikan. Alasan terbaik untuk menggeluti bidang baterai mungkin agar kita tidak hanya menjadi saksi perubahan, tapi juga menjadi bagian dari perubahan teknologi itu sendiri ya😊 Tentu career pathnya tidak selalu menjadi akademisi. Bahkan saya bisa bilang 90% kolega saya setelah selesai PhD langsung masuk ke industri. Saya jg yg termasuk kerja di industri baterai. PR jg bagi saya untuk masuk ke rantai bisnis baterai di Indonesia. Tergantung mau masuk di level apa. Level material, cell, modul, atau pack. Selain ilmu, saya kira bisnis baterai harus tahu know-how nya. Saat ini kebanyakan Chinese company yg menjadi leader. Bisa baca tulisan saya di The Conversation Indonesia mengenai ini😊
@@EgyAdhitama terimakasih buat penjabaran nya mas dari update industri per-batre an, cukup menarik perkembangan nya, kalau buat siswa sma/freshgrad baik nya ambil jurusan apa ya pak, kemudian jika belum ada ijazah dari bidang per batre an untuk dpt pengalaman/intern bagaimana ya pak karna zaman sekarang relatif banyak sdm anak muda yang nganggur (tamatan sma/k dan s1) tapi belum ada pengalaman di per batre an. Di indo ada komunitas telegram atau forum diskusi nya kah mas ?
Saya lahir dan besar di Tarakan, saat ini sedang menempuh Ph.D di Amerika (Purdue University) di bidang transportation engineering dan mendapat funding sebagai asisten riset. Jika ada pertanyaan mengenai application, saya bersedia menjawab.
thanks Kenny. kalau lihat profil kamu, kamu contoh bagus utk siswa2 yg hop dulu di master di asia sebelum hop ke phd di AS. kapan2 kalau ke chicago mampir. google 'garuda ilmu komputer' ada beberapa GIK alumni yg di chicago.
@@ricobolivar8233 google aja nama Kenny .. nanti ketemu profil dan email nya :) saya selalu bilang ke siswa saya: apa-apa tanya google dulu, kalau nggak temu jawaban nya baru tanya.
setelah menonton ini, saya semakin percaya bahwa mimpi itu memang harus di ikhtiarkan. Ijin Pak Gita Wirjawan dan Prof Haryadi, sy sedang mempersiapkan PhD ke New Zealand untuk mengambil Early Childhood program.
Good luck. "Vision without action is merely a dream. Action without Vision just passes time. Vision with Action can change the world (and your future)"
karna nonton podcast ini, aku semakin mencintai profesi sebagai dosen full time. tertusuk dengan pernyataan prof Haryadi "menjadi akademisi bukan cuma utk mengajar dan riset saja, tapi mengembangkan sdm/mahasiswa dari nothing menjadi something".. semoga semakin banyak dosen-dosen Indonesia yang punya visi ini Amin.
KEREN. Saya jika menempatkan posisi sebagai mahasiswa, memang betul selama kuliah saya mengklasifikasikan dosen2 five stars, 3 stars, dan under 3 stars. Dosen yang bisa membangkan mhs dari nothing menjadi something itu tidak banyak dan itu masuk 5 stars sih di kategori saya. Tapi tentunya juga didukung oleh mahasiswa yang siap dengan endurance belajar dan semangat luar biasa juga :)
🎯 Key Takeaways for quick navigation: 00:39 🇮🇩 *Profesor Haryadi Gunawi berbagi perjalanan hidupnya dari SD hingga menjadi profesor di bidang Ilmu Komputer di University of Chicago.* 02:36 🎓 *Profesor Gunawi menceritakan bagaimana keputusannya untuk kuliah di Amerika, khususnya di University of Wisconsin, Madison, terutama karena banyak teman yang juga ke sana.* 04:51 💻 *Adaptasi Profesor Gunawi ke dunia ilmu komputer di awal kuliahnya di Madison, dari awal yang sulit hingga menjadi poin balik hidupnya.* 06:15 📚 *Perubahan mindset Profesor Gunawi ketika menyadari pentingnya prestasi akademis selama kuliah dan bagaimana hal itu memengaruhi kariernya di masa depan.* 09:58 🎓 *Keputusan Profesor Gunawi untuk mengejar gelar PhD di Amerika yang menawarkan kombinasi S2 dan S3 secara gratis, tanpa memberatkan orang tua.* 11:44 🖥️ *Pilihan Profesor Gunawi dalam bidang ilmu komputer fokus pada sistem, terutama dalam sistem operasi, database, dan jaringan.* 13:42 💼 *Profesor Gunawi membahas godaan untuk bekerja di industri dengan gaji besar setelah lulus PhD, namun memilih jalur akademis sebagai guru dan peneliti.* 16:31 🤔 *Setelah PhD, Profesor Gunawi mengambil jalur postdoc daripada bekerja di industri karena keyakinannya bahwa dirinya tidak cocok untuk dunia industri.* 18:19 🎙️ *Saat melamar sebagai profesor, proses wawancara sangat berat, termasuk presentasi riset, pertemuan dengan banyak profesor dari berbagai bidang, dan fine dining untuk menilai kepemimpinan.* 19:47 🍽️ *Jawaban yang tepat saat ditanya tentang rencana lima tahun ke depan dalam wawancara profesor adalah ingin menjadi pemimpin di bidang tersebut, bukan hanya berfokus pada publikasi.* 21:39 🌍 *Ketika melamar menjadi profesor, pilihan sekolah tergantung pada departemen yang membuka area bidang tertentu, dan faktor keberuntungan juga berperan.* 26:31 💼 *Statistik menunjukkan bahwa dalam STEM di Amerika, siswa internasional membentuk 40% dari lulusan PhD, dengan Tiongkok dan India mendominasi, sementara Indonesia hanya memiliki 82 lulusan.* 31:42 🌐 *Untuk membangun reputasi universitas Indonesia di mata dunia, dibutuhkan waktu dan upaya, termasuk mendengar dari diaspora serta membentuk jaringan dengan professor di luar negeri.* 36:04 🌐 *Indonesia hanya mengambil kesempatan 0.4 triliun dari 2.5 milyar US Dollar dana riset di Amerika, sedangkan Tiongkok mendapatkan 2.8 milyar dalam 6 tahun.* 38:18 🎓 *Mitos bahwa gelar PhD berarti menjadi dosen tidak akurat; hanya 10% yang menjadi professor, 80% memasuki industri besar seperti Google dan Facebook.* 43:33 💰 *Ada mitos bahwa pendanaan sulit ditemukan untuk studi di Amerika; sementara uang banyak di sana, tembus dinding masuk perlu riset dan bekal akademis yang baik.* 47:40 🎓 *PhD di Amerika merupakan combo S2-S3, berbeda dengan Eropa. Memahami konsep ini dapat mengubah pandangan siswa S1 tentang melanjutkan studi.* 49:05 🌍 *PhD di Amerika memahami kondisi mahasiswa, sehingga menawarkan program combo S2-S3, di mana biaya Master diambil dari dana PhD, memungkinkan lebih cepat masuk ke riset.* 51:31 🤔 *Ada mitos bahwa PhD membosankan, tetapi di ilmu komputer, risetnya sangat terkait dengan perkembangan industri besar dalam beberapa tahun ke depan.* 52:28 🌐 *Pada konferensi seperti SOSP dan OSDA, 20-30% publikasi berasal dari industri seperti Google Brain dan Microsoft.* 53:25 🧠 *Desain infrastruktur seperti TensorFlow dapat diinspirasi dari publikasi akademisi dan industri di konferensi yang sama.* 54:24 📸 *Studi kasus Facebook Meta menunjukkan bagaimana riset akademis dan industri saling terkait dalam konferensi yang sama.* 55:22 🌎 *Mahasiswa PhD di ilmu komputer sering melakukan internship di perusahaan besar seperti Google dan Microsoft, menghadapi tantangan seru.* 57:22 📚 *Mahasiswa PhD Indonesia yang kembali ke Tanah Air memiliki kesempatan untuk menerapkan keahlian mereka di industri lokal.* 58:15 🎓 *Mematahkan mitos bahwa PhD membosankan, PhD berlebihan, dan tidak ada peluang di industri untuk lulusan PhD.* 59:39 💡 *Pentingnya mengubah mindset dan mempersiapkan diri untuk kesempatan di dunia akademis dan industri.* 01:00:34 🧠 *Menolak konsep "brain drain" dan mempromosikan "brain linkage" atau "brain circulation" untuk meningkatkan kontribusi diaspora.* 01:07:19 🚀 *Inisiatif "Garuda Ilmu Komputer" (GIK) bertujuan mengirim 30-50 orang ahli komputer dari Indonesia ke luar negeri setiap tahun.* 01:09:43 🌱 *Filosofi "Garuda Ilmu Komputer" menekankan pentingnya membantu keahlian kecil untuk tumbuh dan membawa dampak positif pada berbagai aspek.* Made with HARPA AI
Hadir Menyimak. Terima kasih banyak Pak Gita Wirjawan sudah mengundang Mas Haryadi Gunawi (Associate Professor University of Chicago) dalam perbincangan ini. Salam sehat selalu! *Latar Belakang* 00:00 - Intro 01:09 - Kehidupan sekolah 02:32 - Ke AS ‘97 untuk uni 04:46 - Turning point 08:14 - Kisah dan kebijaksanaan saat PhD 13:28 - Haryadi Gunawi : Temptation di industri itu uangnya besar, tapi itu bukan passion saya. 19:21 - Behind the scene jadi seorang profesor. *Fakta Pahit* 25:53 - ‘Kesepian di Amerika’: Statistik jumlah STEM PhD 28:34 - Gita Wirjawan : Kenapa masih sedikit orang Indo dan kalah sama negara-negara lain? Haryadi Gunawi : Penyebaran informasi dari diaspora melalui word of mouth. Pengajar dari negara asal berperan sebagai ‘jalan pintas’ untuk membuka jalur mahasiswa Indo bisa belajar di LN. *Mitos Mengejar Gelar Doktor* Dimulai pada menit 33:16 1. Sulitnya pendanaan 2. Career path cuma jadi akademisi. 3. Untuk tembus admission wall, harus punya IPK tinggi dan punya pengalaman kompetisi. 4. PhD lama dan mahal. 5. Kuliah Doktor gak seru. *Bergerak dalam Diam* 56:48 - Belajar dari Tiongkok 1:00:03 - Brain linkage & circulation 1:01:37 - Haryadi Gunawi’s nationalism and the ‘98 tragedy 1:05:57 - Haryadi Gunawi’s initiative : Garuda Ilmu Komputer 1:07:53 - Belenggu birokrasi 1:09:37 - Filosofi bonsai *Riset & Mindset* 1:10:59 - Tips untuk melanjutkan sekolah pascasarjana di AS: 1. Menyisihkan 20 jam per minggu untuk riset. 2. Cari professor yang ingin kita belajar bareng. 1:19:31 - Mengubah mindset pemerintah 1:20:49 - Keuntungan kolaborasi riset: Bukan hanya untuk individu, tapi juga institusi. 1:26:01 - Bimbel persiapan sekolah ke luar negeri 1:29:35 - Jumlah dosen Indonesia di AS Selengkapnya di sgpp.me/eps164notes
Terima kasih sudah mendatangkan tamu yg luar biasa 💫💫💫, Pak Gita 🙏. Saya oktober tahun kemarin baru menyelesaikan S2 Akuntansi di Unair tapi mendengar penyampaian Prof. Har jadi tertarik untuk mengulang S2 demi program kombo. Saya suka riset dan industri. Padahal dari jaman S1 punya keinginan kuliah S2 di Eropa tapi dengar Prof. Har jadi minat ke Amerika 😄. Terharu sekali di bagian penjelasan Prof. Har bahwa tragedi 97-98 menjadi titik balik agar giat dan lebih baik lagi 😍😍😍.
Terima kasih Pak Gita sudah selalu menginspirasi. Saya Bagas alumni master degree ilmu komputer dan seorang dosen muda di salah satu univ di Indonesia dan saya sangat merelate apa yang disampaikan Pak Haryadi di podcast ini. Sebagai dosen muda, kami dibebani pekerjaan administrasi yang saaaangat banyak sekali sehingga tidak punya waktu lagi untuk mengerjakan yang lain, bahkan dalam satu semester saja pengalaman pribadi saya pernah mengajar di 10 kelas dalam seminggu dengan mata kuliah yang berbeda-beda. Itupun dengan taraf hidup yang untuk hidup mandiri saja belum layak. Apalagi jika diminta untuk meluangkan waktu melakukan riset, ini sebuah kesempatan yang cukup sulit untuk dilakukan kecuali dengan mencuri-curi waktu untuk berkonsolidasi dengan rekan sejawat untuk menyusun proposal dan sebagainya. Saya sangat terinpirasi sekali dan terbuka wawasan saya atas penjelasan Pak Haryadi di podcast ini. Saya sangat tertarik untuk bergabung dengan Garuda Ilmu Komputer dan jika berhasil saya juga sangat bersemangat untuk membibit rekan rekan mahasiswa S1 terutama yang sudah mengikuti kelas internasional untuk bisa bersama sama masuk ke jalur yang telah dibukakan oleh Pak Haryadi. Sehat selalu Pak Gita dan Pak Haryadi, semoga bisa berkolaborasi di masa mendatang. Salam Merah Putih ❤
Halo pak Bagas, memang sistem edukasi indonesia utk dosen itu masih kurang jelas. Kalau di AS “dosen” itu langsung di bagi ke 2 track. Track riset (tenure track) atau track mengajar (track instructor). Kalau di Indo sepertinya dosen diminta jadi superman, harus dua-dua nya banyak. Sharing saya disini lebih bersifat bahwa kita bisa menempuh cara2 sendiri tanpa bergantung pada program. Tapi memang akan berat karena utk sukses di riset minimal saya rasa harus ada 20 jam per minggu. Pak Bagas tolong dengarkan bagian saya sharing tentang Rex yg dari Tiongkok itu bagiama dia menghubungi saya. Pak Bagas bisa buat koneksi sendiri tanpa program. Tapi siap2 utk email mungkin 50 profesor karena tidak semua akan balas. Ini adalah permainan probabilitas juga. Tapi anda hanya butuh 1 profesor yg reply email anda dan bersedia utk kolaborasi. Tapi again kalau tidak ada 20 jam per minggu biasa kolaborasi akan gagal.
Haryadi Gunawi, seorang profesor Ilmu Komputer di University of Chicago, berbagi perjalanan pendidikan dan karirnya. Ia membahas tantangan dalam menempuh pendidikan tinggi di Amerika Serikat, mencermati miskonsepsi seputar pendanaan riset dan mitos tentang mahasiswa Indonesia di bidang STEM. Gunawi juga menyoroti isu-isu dalam sistem pendidikan Indonesia, menekankan perlunya ekosistem riset yang kuat sejak tingkat sarjana. Ia mendiskusikan dampak positif "brain linkage" dan kontribusi diaspora untuk pengembangan ekosistem akademis dan industri di Indonesia.
Awal tahun 2023, nonton podcast Pak Gita dengan Bagus Muljadi dimana saya sedang pusing ngerjain skripsi. Podcast itu bikin saya semangat untuk melanjutkan studi master ke luar negeri. Awalnya mikir itu mustahil karena saya adalah murid yang biasa biasa aja. Namun ternyata saya cukup beruntung bisa berangkat setelah lulus kuliah di Indonesia. Podcast kali ini bikin saya mikir gimana gambaran masa yang harus disiapkan. Saya ucapkan terima kasih kepada Pak Gita yang sudah mengundang banyak orang keren & menginspirasi!
thank you for the insightful yet enjoyable talk Prof. Gunawi, terima kasih juga Pak Gita yg selalu invite narasumber yg inspiring. Dari Prof. Gunawi saya jadi makin aware bedanya trayek S2-S3 di Eropa & US - it’s just different tapi sama-sama baik & berkualitas. Latar belakang saya kedokteran, saya sudah minat riset onkologi sejak jadi asisten dosen (semester 5-7). Setelah lulus, saya putuskan utk ambil research master di bidang onkologi krn saya sadar skill riset saya (terutama wet lab) timpang dibanding clinical skills. Saat ini saya sedang PhD tahun ke-3 di Belanda (bidang cancer genetics), I do agree that sometimes the PhD journey can be lonely. Saya tinggal di Groningen, salah satu kota pelajar di Belanda yg diaspora Indonesia nya cukup besar. Tapi saya satu-satunya PhD student asal Indonesia di departemen Genetika utk sekarang ini, semoga ke depannya ada sesama pelajar Indonesia yg minat belajar bidang ilmu ini. Bila ada viewers yg minat research master / S3 (terutama utk employee track) di Belanda, boleh kontak saya. Semoga pengalaman saya bisa membantu.. 😊
Hi ka Kathrine.. sebelumnya salam kenal! Saya fresh graduate dari prodi Bioteknologi yang tertarik pada riset genetika. Apakah ada saran mengenai keterampilan khusus atau proyek tertentu yang sebaiknya saya lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum lanjut ke jenjang master di departemen genetika? Terima kasih banyak atas inspirasinya!
Saya sangat terinspirasi dengan podcast ini, kebetulan saya memang sedang berencana melanjutkan studi lanjut tahun depan setelah 6 tahun lalu lulus S1 dan langsung bekerja. Saya percaya makin banyak informasi seperti ini akan memperbanyak anak-anak muda Indonesia yang sadar kalau melanjutkan pendidikan, terutama di luar negeri adalah hal yang sangat mungkin. Walaupun seperti kata pak Haryadi, ini bukan 'free lunch' jadi memang perlu diimbangi dengan usaha yang tekun, tapi kalau sudah yakin, pasti kejadian.
Perkenalkan Prof Haryadi, saya Rezal Prihatin sedang proses menunggu wisuda untuk gelar sarjana saya di bidang Fisika di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Konsentrasi saya adalah Geofisika, dengan riset skripsi saya kemarin "Analisis bidang gelincir tanah longsor dengan metode geolistrik resistivitas di suatu daerah". Mohon bimbingannya Prof agar bisa mendapatkan beasiswa studi lanjutan (S2 dan S3) di US, Terima kasih prof
Halo. Ini pertanyaan sama dengan pertanyaan lainnya dibawah. Ini saya copy paste jawaban saya: Prinsip paling berguna menurut saya konsep ‘atomic habit’ (coba google ini dan baca youtube ini). Anda harus setiap hari 15 menit, mulai membuat pertanyaan2 yg anda punya tentang area anda, masa depan anda, plan anda, mimpi anda. Lalu di waktu slot ini mulai google cari jawabannya sendiri. Semoga banyak blog2 atau article seperti di quora dlsb yg bisa menjawab pertanyaan anda. Dari jawaban tersebut akan muncul pertanyaan baru, tambahkan lagi. Jadi saya tidak bisa jawab pertanyaan anda karena saya bukan di area tersebut. Anda juga cari phd student indo di area anda yg di eropa, amerika, dlsb. Tembak pertanyaan ke mereka. Kalau nggak dijawab yah tidak apa apa :), tapi itu bukti anda coba. Cari lagi. Ulang terus sampai anda akhirnya ada gambaran.
Dear Pak Gita dan Pak Haryadi perkenalkan saya Ulil Albab sedang menempuh S2 di Biology UGM. Saya tertarik dengan bidang Bioinformatics terutama topik molecular docking and simulation. Saya berterimakasih karena podcast ini sangat membuka wawasan terkait mitos untuk kuliah PhD di luar negeri. Apakah ada info terkait professor yg berkenan membimbing secara remote research di bidang Bioinformatics? Jika ada mohon informasinya. Terimakasih. 🙏🏿
google "csrankings" utk pergi ke situs csrankings . Di kiri ada pilihan, select bioinformatics, dan anda bisa lihat konferensi seperti ACM SIGBIO, ISMB, RECOMB. lihat para authors nya, apakah ada contoh authors yg afiliasi nya dari berbeda2 institusi di berbeda negara. semoga ada. Susahnya anything yg berhubungan "bio" itu agak sensitif karena berhubungan dengan pasien data, dlsb. jadi susah utk remote research.
salam kenal ka! saya fresh graduated bioteknologi mendengar penjelasan Prof Haryadi yang terlintas dipikiran Saya juga mengenai bioinformatics research, mohon sarannya course atau skill apa yg sebaiknya disiapkan sebelum mengambil master di bidang ini? Mohon info juga jika sudah mendapatkan rekomendasi Professor nggih. Terima kasih
Kali ini keren banget narasumber Pak Gita.. Tetap Semangat Pak Har Untuk Kemajuan teknologi informasi Indonesia untuk Semakin banyak Mahasiswa yang belajar di Amerika dan Eropa
Perkenalkan Pak prof Haryadi. Saya Irfan Mahasiswa semester 3 Prodi Pendidikan Teknik Informatika di salah satu Universitas Negeri di Indonesia. Sebelumnya terimakasih atas informasinya yg sangat penting mengenai phd program di US. Dari mulai semester 2 saya sering di kontak dosen untuk membantu riset dan dapat tawaran lagi dari dosen lainnya. Untuk saat ini saya sudah ada 1 prosiding yg walaupun belum publish masih dalam tahap review bersama dosen dan saya kebetulan jadi Third Author. Apakah ini bisa menjadi awalan yang cukup baik bila riset bersama dosen internal ini dijadikan bahan resume kedepan mengingat riset yang saya join bukan riset bersama prof luar negeri seperti di cerita pak prof Haryadi tadi. Terimakasih pak prof
tentu ini awal yg bagus. tapi kalau tujuan nya misal masuk universitas bagus di amerika, erope, atau di benua lain, proceeding lokal biasa tidak dianggap (maaf, realitas nya begitu). jadi semoga prosiding anda adalah prosiding dimana authors lain datang dari top schools. itu salah satu cara tau apakah prosiding yg anda masukan bermutu di mata level internasional atau tidak. simply, bertanya berapa banyak institusi dari top-30 universities around the world di area anda yg publish di prosiding anda itu. jika jawaban nya 0, ini yg kita anggap prosiding lokal. satu dilema kadang dosen juga dipaksa kejar quantity over quality, sedangkan prosiding ternama biasa butuh 2-3 tahun utk bisa publish. jadi menurut saya utk anda, setelah riset ini kelar kalau memang ingin menuju top schools di luar, mulai coba cari kolaborator internasional. lihat cerita saya tentang Rex dan beijing di 2nd half of this podcast.
Thank you, Pak Gita for the inspiring content. Thank you, Prof. Har for sharing and inspiring us to dare to pursue PhD abroad. Mungkin sedikit berbagi perasaan, masih maju mundur pengen phd ke luar negeri juga karena prepare yang butuh pembiayaan yang lumayan banyak. IELTS, dokumen, visa, dll. Jadi relate sekali yang dibilang oleh Prof. Har tidak hanya butuh dana beasiswa tapi mahasiswa Indonesia juga butuh dana persiapan😌
Testimoni yg bagus. Beberapa diaspora sedang push ini, semoga pemerintahan mendengar. Jaman 10 tahun terakhir pemerintah sudah maju sekali dalam konteks dana beasiswa. Sudah saat masuk ke dana/sistem persiapan supaya bisa menembus sekolah bagus.
Halo Pak Gita dan Prof Haryadi, Terima kasih untuk episode podcast Endgame kali ini! Episode-episode Endgame tidak pernah gagal untuk menginspirasi. Perkenalkan, saya Amanda Siagian, seorang mahasiswi di University of Western Australia yang berasal dari Indonesia, baru saja masuk di semester pertama beberapa bulan kemarin. Saya sedang mengambil program double major di bidang Data Science & Business Analytics. Episode podcast ini membuka wawasan saya terutama di bidang computing, bahwa kesempatan PhD dapat sangat berguna khususnya di industri ini dan mitos-mitos terkait program PhD yang selama ini pun saya pegang dipecahkan oleh Prof Haryadi. Pertanyaan saya, sebagai mahasiswi yang tergolong baru dalam industri ini, bagaimana cara saya dapat mencari topik yang cocok untuk saya lakukan riset? Sebagai pertanyaan tambahan juga, bagaimana cara agar seseorang dapat mendaftar/berpartisipasi di Garuda Ilmu Komputer (GIK)? Terima kasih sekali lagi Pak Gita dan Prof Haryadi, jika berkenan dan ada waktu untuk menjawab pertanyaan saya akan sangat saya apresiasi. Sukses selalu!
Makasih utk komen nya. Kalau topik, mulai dari topik / area besar dulu, misal dari kelas2 yg anda ambil mana yg anda paling tertarik. Tapi juga harus di balance dengan area mana yg lagi dibutuhkan, misal jika lebih ingin gampang membawa dampak atau mencari kerja. Lalu dari area terssebut karena anda sudah di universitas international, cari profesor yg mau advise anda dan anda masuk ke grup riset nya. Siap2 di-reject. Penolakan sudah baisa. Saya pas S1, di tolak/cuekin 2 profesor sampai akhirnya ketemu profesor yg mau advise saya.
Sangat menginspirasi... Adalah sesuatu yg positif bila keinginan anak u belajar di LN sdh nge klik dgn orang tuanya, selanjutnya tinggal ke"nekad"an mereka bersama yg bisa menjadikan anak berangkat dan berjuang dgn penuh kebanggaan dan kebebasan bergerak untuk meraih cita2nya.
Energi positif, dengan bertukar diskusi secara naratif dengan pro haryadi yang memotivasi, pada generasi" sekarang dalam menyatakan bahwa meraih PHD, yang pasti dengan riset serta usaha, secara nalar dan dilektua yang nyata, mampus membawa anak" bangsa dalam generasi 45 yang mendatang, terimakasih prof atas inspirasinya diskusi yang normatif hari ini.
Teman anak dpt beasiswa as sampai s2 dan s3 di bantu oleh propesor beasiswa s3 jd dia asisten propesor sampai bisa beli mobil karna dpt gaji sambil sekolah,,memang anak itu sangat cerdas otak.
memang saya lihat sistem phd di AS itu fair. dan mengikuti free market, jadi gaji asisten dosen dan asisten riset di area seperti computer science dan engineering tinggi. di kampus kami, gaji stipend seorang phd student itu sudah hampir $4000 per bulan.
Terimakasih pengetahuan serta motivasinya. Telat banget nontonnya. Sudah 3 bulan yang lalu. Apakah ada yang sama seperti saya yang turut melihat podcast hebat ini? Guru honorer SMA. Guru bahasa daerah. Guru biasa yang tak memiliki prestasi apa2. yang hanya ingin bisa menghantarkan siswa-siswi kami setidaknya minimal untuk punya mindset, daya saing dan daya juang untuk terhubung dengan luasnya dunia. 😄
Terima kasih sudah menghadirkan orang-orang keren yang ahli di bidangnya untuk menambah wawasan dan inspirasi bagi banyak orang khususnya anak-anak muda di Indonesia Pak Gita. Sehat selalu Pak Gita dan seluruh penonton Channel Endgame! Selamat Liburan ✨
Terima kasih atas informasinya. Saya dukung dan setuju dibuat kan lembaganya agar lebih banyak lagi orangnindonesianyang bisa ambil Ph.D di USA. Mantan guru Penabur disini, bangga dengan karya dan pelayanan anda Prof.Haryadi
Terima kasih untuk pak gita dan pak haryadi 1:16:30 Saya jadi inget waktu saya S1 dan sedang riset untuk kebutuhan publikasi, saat itu saya butuh instrumen penelitian semacam sebuah kuesioner yang ada di suatu paper milik peneliti dari kolombia yang baru beliau publish tahun 2018 akhir, pada saat itu saya di awal tahun 2019 mengirimkan email kepada beliau dengan sopan menunjukkan ketertarikan saya terhadap riset beliau, 1 minggu kemudian beliau mengirimkan kuesionernya dalam bentuk word melalui email. Ternyata memang selama ada keinginan pasti ada jalan,
menarik sekali insightnya, perlu ada insentif "pra beasiswa" supaya bisa mendorong dan menjaring banyak talent-talent. sama ekosistem pendampingan yang dilembagakan
Luarbiasa sangat mencerahkan, semoga memberikan inspirasi bagi anak-anak Indonesia di masa yang akan datang untuk berkiprah menjadi Profesor-profesor ahli.
terima kasih atas podcastnya pak Gita dan prof. Haryadi yang sudah memberikan penggambaran baru soal PhD. Kalo dari saya, dari yang sudah prof. Haryadi rangkumkan. Masalah paling detail justru bukan pada funding, tapi ketidakpercayaan diri untuk hidup abroad. Baru selanjutnya, mahasiswa Indonesia tidak didalami atau dididik dalam urusan riset, yang mana seperti prof. Haryadi bilang, kebanyakan mahasiswa S1 mengejar IP, dan termakan omongan bahwa saat kuliah harus berorganisasi, atau paling jauh doing internship --> yang mana tujuan akhirnya adalah masuk industri. Jadi ada tidak selarasnya juga antara kesempatan yang sebetulnya bisa sekali diambil, tapi dari segi SDM memang mahasiswa S1 ini tidak banyak yang "mengalami" riset, artinya probability nya kecil untuk lolos PhD. Maka, tantangannya menurut saya ada pada mental untuk abroad dan sistem pendidikan yang harusnya dibuat dua jalur sih prof, ada yang ke industri, ada yang jalur mahasiswa yang suka riset dan pada akhirnya diarahkan untuk PhD. Karena tidak bisa ditampik juga prof, kebanyakan yang mungkin saya kurang luas ambil data nya, PhD yang di Indonesia adalah menjadi dosen, bukan masuk ke industri seperti yang prof bilang (mungkin data itu terjadinya di US) *izin koreksi prof. Kira-kira bagaimana prof? Kalo dari saya sendiri, jujur tidak diarahkan untuk riset sampai saya semester 8 saat ini di S1, dan ditambah inisiatif kami juga kurang. Namun, sejujurnya pengen sekali prof bisa berkesempatan PhD combo seperti yang prof bilang hihi😁
Iya balik2 lagi ini semua mitos/rumor. Saya ada teman yg punya teman yg punya PhD di semacam material science or chemical engineering (saya lupa), dan dia sudah di Indo bikin bisnis bikin sedotan plastik yg composable. Laku, banyak dipake di restoran. Kenapa bisa? Karena dia punya skill nya dari PhD yg dia dapat. Dia tau rumusnya. Jadi ujung nya yah harus sering2 google sendiri, PhD di setiap area itu ujung nya apa. Lihat contoh bagaimana suatu publikasi menjadi suatu produk.
Terjawab sudah salah satu faktor kenapa China & S. Korea bisa reverse engineering begitu cepat. Jumlah PhD dari US sangat banyak dan linkage mereka ke industri sangat intense, bahkan sejak saat kuliah. Thanks pak gita & pak haryadi
Betul kuncinya adalah: scale (jumlah masif). Tiap kali saya ngomong “scale” di video ini, translasi nya malah ditulis nya “skill”. Seperti kata pak Gita harus ada scale dan brain linkage.
Hallo Prof, bgmna caranya membangun kebiasaan yg bagus spya anak2 itu punya pola pikir kritis, rata2 di desa di Indonesia Timur anak2 impiannya jd polisi, tentara, guru .. dari dulu bgtu2 saja
@@quoteslifechoice5081 urun pendapat saja. Saya 5th smpt hidup di indonesia timur (papua). Tidak ada cara lain selain memperluas horizon berpikir mereka. Mengapa hanya berimpian menjadi profesi demikian, karena sehari-hari mereka hny intens berinteraksi dgn ptofesi2 itu. Tidak ada jalan lain, klo mau berkembang ya mesti sekolah di jawa. Pemerataan pembnagunan dlm 5th terakhir belum cukup mencegah brain drain (semua pergi dan ta kembali)
Thanks pak Gita dan pak Haryadi untuk podcast yg inspiring. Sebuah Spirit driven calling dari pak Haryadi untuk mengembangkan ekosistem academic research Indonesia. Semoga brain circulation/linkage ini bisa dimasifkan.
Terimakasih prof. Har sudah sharing. Sungguh membuka wawasan tentang pendidikan di Indo dan dunia dan bagaimana peluang itu sebenarnya ada dan tersedia bagi seluruh elemen masyarakat. Kuranya semangat dan tujuan dalam diri tetap menyala sehibgga tidak mudah menyerah dalam memperjuangkan ini semua. Tuhan memberkati 🙏🥰🎉
saya sangat tertampar dengan mendengarkan dan menonton poadcast ini . Poadcast pak gita ini sangat bermanfaat sekali, dan juga izin mau bertanya. saya lahir dijambi, saya sedang berkuliah s1 dibidang teknologi pertanian, saya sangat pingin menjadi ahli dibidang ini !! mungkin pak hariadi dan teman2 lain ada Apakah ada info terkait dengan beasiswa diluar negeri mengenai bidang teknologi pertanian
Prinsip paling berguna menurut saya konsep ‘atomic habit’ (coba google ini dan baca youtube ini). Anda harus setiap hari 15 menit, mulai membuat pertanyaan2 yg anda punya tentang area anda, masa depan anda, plan anda, mimpi anda. Lalu di waktu slot ini mulai google cari jawabannya sendiri. Semoga banyak blog2 atau article seperti di quora dlsb yg bisa menjawab pertanyaan anda. Dari jawaban tersebut akan muncul pertanyaan baru, tambahkan lagi. Jadi saya tidak bisa jawab pertanyaan anda karena saya bukan di area tersebut. Anda juga cari phd student indo di area anda yg di eropa, amerika, dlsb. Tembak pertanyaan ke mereka. Kalau nggak dijawab yah tidak apa apa :), tapi itu bukti anda coba. Cari lagi. Ulang terus sampai anda akhirnya ada gambaran.
Kesimpulan yang aku tangkap dari video ini adalah harus semakin banyak profesor Indonesia yang riset dan mengajar di kampus kampus Amerika dengan proses secepat mungkin agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang STEM. Problem yang ada dari jalur beasiswa pemerintah adalah kewajiban untuk pulang setelah lulus sehingga akan berat untuk kembali ke negara maju sebagai tempat mendapat gelar S3 dan menjadi profesor di negara tersebut sehingga mungkin jalur terbaik adalah kuliah S1-S3 di Amerika jalur independen (tanpa beasiswa pemerintah). Tantangannya adalah dari pihak kampus Amerika tidak banyak yang memberikan beasiswa penuh bagi warga Indonesia untuk program S1. Usul aku adalah mungkin narasumber yaitu Prof. Har bisa bekerjasama dengan pihak ketiga untuk membuka jalur beasiswa S1 di Amerika bagi warga Indonesia yang sejak lulus SMA ingin fast track ke S3. Aku yakin siswa dari SMA Penabur atau sekolah sejenis akan ada banyak yang tertarik untuk ikutan bila jalur tersebut sudah terbuka. Sebagai contoh adalah menarget siswa Indonesia yang sejak SMP sudah riset tentang kompresi ukuran file sehingga ia diundang oleh Google untuk berkarya. Dengan menarik siswa SMP/SMA Indonesia seperti ini ke program beasiswa fast track S1-S3 di kampus Amerika adalah agar bisa bypass kerancuan sistem kuliah S1 Indonesia dan langsung menarget professorship di kampus Amerika bidang STEM agar Indonesia bisa lebih cepat bersaing dengan negara lain seperti Indonesia di jaman Pak Karno dulu.
Ide bagus, tapi utk S1 sulit dilakukan. Karena jarang sekali dana beasiswa utk murid international S1. Dana beasiswa lebih buat warga negara amerika sendiri. Dikbud/LPDP sudah mulai initiatif baru beasiswa indonesia maju (BIM) utk S1, program bagus. Tapi ya memang harus pulang karena itu dana biaya mahal. S1 juga tidak bisa ‘gratis’ kerena konsep S1 kan siswa nya yg menerima pendidikan. Sedangkan di phd (kombo s2+s3) itu gratis dan diberi gaji bulanan karena siswa nya memberi kontribusi sebagai asisten pengajar atau asisten riset. Jadi ini mengapa konsep s1 gratis itu jarang.
@@prof.har.uchicago Untuk kasus siswa SMP/SMA Indonesia yang diundang oleh Google ke Amerika untuk berkarya sebagai follow up dari hasil penelitian tentang kompresi ukuran file, mungkin Prof Har bisa mendekati pihak Google (atau Microsoft, atau pihak ketiga manapun) untuk membiayai kuliah S1-S3 fast track di Amerika. Karena selama ini sudah ada sekolah di Indonesia yang spesialisasi dalam mencetak siswa untuk juara olimpiade STEM tingkat dunia seperti di Russia, Cina, dan Amerika sekaligus tembus program S1 di kampus Amerika; namun masih terkendala pada keterbatasan dari kampus Amerika memberikan sebanyak mungkin beasiswa penuh kepada mahasiswa Indonesia. Bila kedua pihak ini antara sekolah di Indonesia dan kampus Amerika bisa digandengkan dengan pihak ketiga sebagai penyandang dana, program fast track S1-S3 bidang STEM ini bisa segera terlaksana. Usul saya Pak Prof adalah untuk bekerjasama dengan sekolah di Indonesia yang muridnya telah menjadi juara olimpiade Ilmu Komputasi tingkat internasional atau yang sudah tembus kampus S1 Amerika tanpa beasiswa pemerintah untuk dilatih dalam mengkaji jurnal atau hasil penelitian ilmiah seputar System, Machine Learning, atau Teori Komputasi demi membantu proyek proyek yang perusahaan seperti Microsoft atau Google garap sehingga perusahaan ini akan tertarik untuk membantu lebih banyak siswa Indonesia dalam bentuk program fast track S1-S3. Dengan demikian perusahaan merasa diuntungkan karena cukup mengandalkan siswa SMP/SMA dalam proyek penelitian; tak perlu lagi menunggu mereka hingga lulus program Doktor untuk bekerja di perusahaan.
Selamat malam Pak Gita dan Prof Haryadi. Perkenalkan saya Maulana Ichsan, saya Mahasiswa Pascasarjana Magister ilmu Manajemen. Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sudah semester 3 dan sedang melakukan penelitian untuk tesis saya. Kedepan setelah selesai, dan menamatkan S2 saya, saya berkeinginan untuk melanjutkan studi ke jenjang PhD dalam bidang ilmu Manajemen Bisnis di Amerika Serikat. Mohon arahannya Prof Haryadi dalam membuka langkah dan peluang saya dalam melanjutkan studi PhD di Amerika Serikat. Semoga Pak Gita dan Prof Haryadi sehat selalu. Terima Kasih.
Halo Maulana, setiap area cara masuk nya beda2. Strategi nya beda. Cara persiapan nya beda. Utk area anda saya kurang tahu. Anda harus mencari diaspora di bidang anda utk share trik2 utk bisa menemukan celah nya. Semoga sukses.
Terima Kasih Prof Har... sangat menginspirasi dan membuka pandangan saya.. kebetulan saya sedang s2 informatika.. dan jadi dapat insight baru mengenai milestone kedepannya
1:13:37 sebenarnya bisa ada alternatif lain. BEM dan Hima harus membentuk suatu divisi riset independen yang mampu memberikan akses kepada mahasiswa2 S1 yang mau mencoba riset selain skripsi, dan Pengurus BEM dan Hima bisa melakukan riset tersebut
Indah ketika banyak anak bangsa yang mau develop bangsanya dari setiap sisi yang bisa dimaksimalkan Jangan melulu nasionalisme diukur dari ttap di Indonesia but do nothing for this nation. yang penting adalah apa yang kamu kasih untuk Bangsa ini? Yuk, sama2 berdampak untuk bangsa ini lewat setiap lini yang bisa kita pertanggungjawabkan
Hampir semua episode end game saya tonton, walaupun banyak topik yang saya sangat awam tapi entah kenapa selalu ingin menghabiskan sampe akhir. Semua narasumber orang hebat dan sepertinya hampir semua narasumber adalah mayoritas anak bangsa yang punya kesempatan kuliah di luar negeri. Jadi berfikir, gimana supaya outcome lulusan kampus di indonesia tidak kalah dengan lulusan luar? Gimana agar saya bisa pivot dan mengejar cita2 pendidikan s2 bahkan lebih di usia 35 dan masih sibuk kerja untuk cr penghasilan dibanding fokus pendidikan?
Iya jujur saya mengerti sekali keadaan anda. Ujung nya menurut saya adalah mencari 10-20 jam seminggu konsisten selama 1-2 tahun utk melakukan riset di luar jam pekerjaan anda. Dulu saya juga ada coba membantu teman2 yg sudah lulus, tapi sayang nya sebagian besar keluar di tengah jalan karena susah mencari waktu sekian banyak jika pekerjaan 'kantor' membutuhkan 40 jam atau lebih per minggu. Dan mencari waktu riset setelah kerja seharian sangat capai. Dari semua yg baru mulai riset setelah lulus, hanya ada 1 yg berhasil. Saya lupa namanya. Tapi dia rajin dan mendengar saya, bahwa setiap hari bangun pagi sekali dan melakukan riset dulu sebelum dia ke kantor. Perjalanan panjang dan susah. Tapi ini intinya. saya ada teman orang india pengen pindah kerjaan dari perusahaan dia ke google, dan dia harus tiap minggu cari 10-15 jam di setiap malam atau sabtu/minggu utk bisa menembus 'google interview', seperti pelajari soal2 interview, coding test dlsb.
Wah jawabannya sangat baguss pak saya berencana untuk mempelajari bidang digital marketing expert dibidang ini ,mau nyediakan waktu untuk inii...Krn switch karir dr sblmnya@@prof.har.uchicago
Saya rekruter, saya lihat banyak PhD yg belajar tinggi2 tp pada akhirnya susah dapat kerja di industri dan pada akhirnya cuma bisa jadi akademisi. Menurut saya sekolah tinggi2 tdk masalah, yg jadi persoalan adalah jangan lupa aplikasinya di dunia nyata. Saya tahu for a fact, banyak orang yg memutuskan lanjut S2, S3 karena tidak tahu selanjutnya mau ngapain atau belum ingin kerja. Bahkan ada orang yg menyatakan bahwa universitas itu cuma memperpanjang masa anak2 seseorang. Jangan lupa juga, bahwa universitas2 punya tujuan untuk cari duit, jadi makin banyak yg lanjut sekolah = pemasukan makin banyak. Fine bisa masuk via beasiswa, "gratis" istilahnya tapi beasiswapun selalu ada uangnya di belakang. intinya, mau sekolah tinggi2 silakan, tp jangan lupa kedepannya harus ada aplikasinya di industri, dan ingat juga bahwa universitas juga butuh duit.
Karena ini di Indonesia, di Indonesia memang untuk posisi S3 selain jadi dosen memang sedikit posisinya. Dunia RnD industri kita hanya sedikit yang membutuhkan S3. Di US dan Eropa lain cerita...
Susah dapet kerja ya karena ekosistem dunia kerja di Indo juga mayoritas persyaratan ga ngotak. Baru lulus S1 udah diminta punya pengalaman kerja, sedangkan realita bisa magang untuk S1 yang resmi dari kampus cuma boleh maksimal 5 minggu ya kekmana punya pengalaman kerja setahun sesuai bidang. Selain itu, jumlah rekruter yang cari minimal lulusan master atau PhD ga sebanyak yang Bachelor, ya pasti ga sesuai lah. Belum lagi gaji lulusan master atau PhD disamain sama bachelor, makin ga bener 😂. Emang ekosistem Indonesia yang ga beres
Betul, tapi tidak bisa generalisasi. Saya juga lihat banyak lulusah S3 di bidang matematika di amerika, mereka tidak menemukan pekerjaan sesuai yg mereka inginkan, karena itu area lama, apalagi kalau pure math. Mereka akhirnya diambil jadi software engineers, atau quantitative analysis. Jadi harus pintar2 juga melihat pergerakan dunia. Area mana yg lagi hot/dibutuhkan. Contoh ada yg apply matematika ke biology, interdisciplinary, dan funding nya lebih banyak.
Utk program PhD STEM yg biayai di US, itu pure siswa dapat gaji dan $0 uang kuliah. Di kampus kami gaji murid phd student di informatika itu hampir $4000 per bulan. Benar, per bulan.
Pak saya sangat berminat PHD ilmu politik di Amerika. Mohon arahan dan apakah saya bisa berdiskusi dengan bapak? Atau ada ruang yang tersedia untuk saya bisa menghubungi bapak ? Salam 🙏
Senang bisa mendengar semangat yang sama melalui episode endgame ini.. saya sedang meniti karir di australia melalui skema skill di pabrik daging (meat factory). ini adalah salah satu pathway yang paling "low hanging fruit" untuk bisa meng-ekspor talenta2 tanah air untuk tunjuk gigi secara internasional. teman2 dari filipina sudah banyak sekali menapaki pathway ini. harapannya semoga ada kebijakan yang bisa mendorong dan selaras dengan skill2 yang dibutuhkan di australia.
Terimakasih konten yang sangat bermanfaat, Pak Gita dan Pak Haryadi, saya sanagat berminat dalam program phd dibidang machine learning terutama aplikasinya dalam bidang geoinformatics
Hampir semua bidang memakai AI/ML sekarang. Jadi anda harus tau tujuan departemen anda, misal saya rasa di geophysics? Dan lihat contoh2 paper, dan publikasi, apakah banyak kolaborasi internastional di antara authors nya, dlsb. Lalu lihat apakah riset nya bisa di lakukan secara remotely, misal dengan open data, open source. Semoga sukses.
prof har, thank you so much. you are such inspiring me. thank you juga kepada pak gita yg sudah memberikan konten sekeren ini, semoga makin banyak konten-konten seperti ini di bidang disiplin ilmu lainnya. sekali lagi terimakasih banyak prof har dan pak gita🤩
Bersyukur sekali, diketemukan video ini. Terima kasih kepada Pak Gita dan Pak Haryadi. Sharing yang luar biasa. Sangat menginspirasi dan menggerakkan. Terutama saya sebagai orang ibu. Membuka mata hati dan pikiran saya, tentang masa depan anak saya. Semoga hal yang sama, dirasakan juga oleh ibu-ibu yang lain, yang haus belajar dan punya mimpi untuk anak-anak mereka dapat menggali potensi di luar negri, yang akhirnya memberi manfaat bagi orang banyak. Ada yang ingin saya tanyakan secara personal, jika anak saya suka dan berbakat di matematika, negara mana yang direferensikan oleh Pak Gita dan Pak Haryadi, sebagai tempat untuk menempuh jenjang S1? Terima kasih.. 🙏
Selalu tercerahkan tiap kali nonton podcast endgame. Thank you Pak Gita untuk selalu semangat, tindakan dan inspirasi nya dalam mercerdaskan bangsa. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikan ganjaran di akhirat kelak. Tips untuk cari publikasi dan cari professor yang sesuai dengan minat kita gimana Pak Gita atau Prof. Haryadi? Ada saran?
Prof saya dulu bilang teman baik saya adalah google, artinya kalau ada pertanyaan saya harus tanya ke google dulu, cari sendiri jawaban nya, setelah ber-jam2 tidak menemu jawaban nya baru minta nasihat langsung. Jadi banyak informasi sudah terbuka seperti google scholar, tinggal keyword search dan gampang dapat contoh publikasi. Tapi harus cari juga profesor yg memang terbuka utk kolaborasi internasional. Harus mencari juga diaspora di area anda utk mendapat info tambahan.
Prof.. Thank you for sharing your experiences and perspectives with such humility and simplicity. Tolong sering2 sharing kyk gini Prof Very relatable in almost every aspects mentioned Proficiat buat Prof Har 👏🏻👏🏻👏🏻
Permisi, ini mungkin saya telat untuk men komen ini, dan bahasa saya terdengar kasual dan rakyat biasa, tapi saya sangat ingin kuliah di luar negeri S1, saya cuman lulusan SMK, dan tertarik ke jurusan teknik atau jaringan, saya sangat ingin dibantu untuk kuliah di luar neger, panduan/peluang apapun akan sangat membantu saya, saya belum memiliki uang yang banyak dan knowledge yang banyak,tapi saya sangat berkeinginan, saya mau bekerja keras untuk kesana, tapi saya masih bingung bagaimana cara meng apply nya, terimakasih banyak telah mendengar cerita saya, have a nice day buat semuanya😊
perkenalkan saya mahasiswa tahun pertama PhD Epidemiology di Thailand Saat memutuskan menempuh PhD ini,terkadang saya bertanya nanti setelah tamat akan membuat perubahan apa, dan akan bermanfaat untuk orang sekitar seperti Apa. Sebagai latar belakang, saya belum menemukan fokus area saya, dimana jurusan s1 dan s2 saya berbeda, namun PhD kali ini sama dengan jurusan S1. Setelah menonton podcast Anda, saya menjadi sadar bahwa kita perlu untuk berpikir lebih besar, melalui teleskop, karena ada banyak pilihan yang ada Apakah Anda ada saran untuk saya mengenai hal ini, dan apa menurut Anda yang menjadi hal yang selalu Anda pegang untuk bisa menjadi seperti saat ini?
Kalau mau PhD, menurut saya harus punya mental "creator". Jadi kalau lulus bukan pasif saja. Harus bisa lihat 3-5 tahun kedepan kemana. Pilih area riset juga tidak bisa hanya karena "suka". Saya tau teman yg "suka" matematika, tapi pas PhD di matematika kesusahan. Lulus PhD kalau pulang Indo juga mental nya tidak bisa berharap banyak yg apresiasi, tapi harus mental creator. Contoh, salah satu brand earth-friendly straws yg kita pakai di cafe2 di Indo, itu core material nya ditemukan oleh teman dari teman saya, dan orang tsb. sudah punya PhD. Jadi dari bekal penelitian tersebut bisa jadi produk. Kalau kita tidak punya core STEM, kita jadi negara pasar saja, tapi tidak ada inovasi.
terimakasih pencerahannya Prof @@prof.har.uchicago. Sangat beruntung langsung dijawab oleh Bapak. Mohon doanya juga pak, saat ini saya dalam proses mengembangkan proposal riset saya, dan saya beruntung diberi nasihat oleh bapak di tahun pertama di PhD jadi saya akan merubah mindset, belajar banyak hal dan membangun networking dengan baik. Prof saya di departemen mengatakan ke depannya big data akan semakin berkembang dan sangat banyak dipakai dalam bidang kesehatan. Saya akan mempersiapkan diri untuk itu, belajar dan meningkatkan skill.
Big Thanks Bpk Gita dan Prof.Har untuk content dan informasi yang sungguh menginspirasi...Saya accountant usia 36 tahun dan so far sudah pernah bekerja in some company, dan di hati kecil saya berkeinginan sekali untuk bisa belajar mengexplore melanjutkan pendidikan. Izin bertanya Prof.Har untuk Non-STEM sendiri atau area lain apakah juga terdapat combopath seperti halnya di bidang bapak? Terimakasih
Banyak yang tidak tahu bahwa dengan S1 saja kita bisa langsung masuk ke PhD di Amerika dan "International PhD" di Eropa dan berbagai negara lainnya. Yang penting kita memiliki persyaratan utama yaitu pengalaman riset (research experience)...Karena program mereka 5-6 tahun, dan di tahun 1-2 ada ambil mata pelajaran layaknya di program S2. Semua program seperti ini biasanya selain TUITION WAIVED (uang sekolah tidak perlu dibayar) kita juga mendapatkan STIPEND ("gaji" sebagai RA research assistant dan tergantung institusi TA teaching assistant)
S2 di Amerika tidak ada yang gratis selain kita mendapatkan beasiswa. Menurut saya S2 hanya untuk: 1. Orang yang mau memperdalam di satu bidang tapi tidak suka riset/mau langsung masuk ke industri 2. Orang yang mau meneruskan ke PhD tapi kurang pengalaman riset. (Untuk orang Amerika mereka beruntung ada program post-bac yang dibayar). Untuk yang ke 2 saya lebih menyarankan kerja atau volunteer (2-3 tahun) di mana kita bisa mendapatkan pengalaman riset. Setahu saya kebanyakan PhD di Amerika tidak terima mata kuliah transfer... jadi walaupun anda memiliki S2 di bidang yang sama (selain di institusi yang sama) anda tetap akan menjalankan programnya 5-6 tahun.
Saya dahulu juga bersekolah di luar negeri, sayangnya Indonesia adalah salah satu yang paling sedikit mahasiswanya dibandingkan dengan mahasiswa dari negara lain. Di kampus saya lebih banyak orang Vietnam, Taiwan, India, dsb ketimbang orang Indonesia.
Sangat Menarik topik hari ini. Mohon izin untuk berpendapat, kenapa banyak mahasiswa di Indonesia kalau ditanya mengenai PhD pasti akan jadi Dosen. Karena, pada dasarnya sedikit sekali perusahaan yang ada di Indonesia yang hire orang dengan gelar PhD. Sehingga, Mau tidak mau, lulusan PhD yang berkarir di Indonesia mungkin 90% akan berkarir di dunia pendidikan. Selain itu, sistem Indonesia yang masih berkaitan ORDAL masih menjadi issue juga. Semoga kedepannya sistem di Indonesia akan menjadi lebih baik dan banyak lulusan PhD Indonesia yang semakin berkualitas. Dan semoga saya juga mendapatkan kesempatan untuk menempuh PhD segera. :)
Amin. Memang cerita2 tentang lulusan PhD itu tidak muncul. Yg menyebar yah cerita2 jelek, seperti tidak dapet kerja dlsb. Kalau mau PhD, menurut saya harus punya mental "creator". Jadi kalau lulus bukan pasif saja. Harus bisa lihat 3-5 tahun kedepan kemana. Pilih area riset juga tidak bisa hanya karena "suka". Saya tau teman yg "suka" matematika, tapi pas PhD di matematika kesusahan. Atau yg lulus PHD matematika tapi tidak dapat "dream job" jadi kerja jadi software engineer. Lulus PhD kalau pulang Indo juga mental nya tidak bisa berharap banyak yg apresiasi, tapi harus mental creator. Contoh, salah satu brand earth-friendly straws (sedotan) yg kita pakai di cafe2 di Indo, itu core material nya di design oleh teman dari teman saya, dan orang tsb. sudah punya PhD di area kimia / teknik kimia / material. Jadi dari bekal penelitian tersebut bisa jadi produk. Jadi sebenarnya ada outlet nya, cuman banyak yg belum bisa lihat.
@@prof.har.uchicago waahhh sangar setuju sekali dengan kata2 "CREATOR", semoga para PhD Dari Indonesia bisa mrnjadi seorang creator Di bidang mereka masing2, terimakasih atas insightsnya professor... Sehat selalu
Thanks to Pak Gita and Pak Haryadi for the insightful podcast, it's opening my mind for continuing as post-doc in US. I would like to ask a question about for becoming a post-doc in US. Now, I just started my PhD in Chulalongkorn University, Thailand and after graduate, I have planned to take a post-doc in US. Is it possible for non-US graduated to be a post-doc in US and how likely is it? Best regards
Chulalongkorn adalah univ bagus di thailand. Selamat. Salah satu murid phd saya dulu lulusan dari sana juga. Utk postdoc anda harus masuk dari komunitas anda, dari area anda. Harus tanya profesor/advisor anda di univ anda, tanya langsung, di amerika kira2 profesor dimana yg kenal beliau. Minta tolong profesor anda email ke kenalan dia di amerika jika ada. Seperti di podcast ini, saya bilang 2x, akademisi nggak ada bedanya dengan berbisnis, ini perlu koneksi (dalam arti positif). Tidak bisa apply asal-asalan ke tempat yg tidak tahu profesor anda. Jadi jawaban nya possible, dan probabilitias nya itu tergantung seberapa gigih anda dan profesor anda mencari celah. Anda juga harus masuk ke situs2 profesor di Amerika di area anda satu-satu! Dan anda harus lihat yg lagi buka postdoc siapa. Semoga berhasil.
Terima kasih sebanyak-banyaknya untk Pak Gita Wirjawan Yth. memberikan kesempatan saya membagikan pengalaman saya di podcast Endgame yang sangat berdampak positif ini. Terima kasih juga utk staff Endgame yang sangat profesional, Mba Bella dan Mas Jimmy dan para cameraman.
Untuk teman2 yang menonton, semoga podcast ini berguna. Jika ada pertanyaan, silahkan tambahkan komentar baru seperti yg teman2 lain sudah lakukan. Nanti semoga saya atau komunitas garuda ilmu komputer bisa menjawab di waktu luang kami.
Thankyou Prof for sharing with us
Terima kasih sudah mampir🙏🏻 Pasti bermanfaat.
Agar lebih akrab, teman-teman yang menonton juga bisa langsung menghubungi Prof Haryadi di kanal UA-cam dan Instagram beliau: @prof.har.uchicago.
Wah, kami yang terima kasih, Pak!! Semoga kapan-kapan bisa ketemu dan ngobrol lagi sama Bapak. Sehat selalu🙏🏻
Keren Prof Haryadi....membuka mata banget buat anak muda yg "insecure" sama program S2+S3 diluar🎉
bener sepi kah?
aku dong mau S3, punggung ku jebol buat nyari biaya S2
Hi teman-teman, saya lulusan PhD dari Uni of Münster, Jerman dengan keahlian di bidang baterai. Apabila teman-teman juga ada pertanyaan seputar aplikasi atau S3 di Jerman secara umum bisa tolong komen di bawah ya! Semoga saya bisa membantu 😃
Halo mas egi salam kenal saya khalid, mau tanya peluang/prospek hal instrumentasi di perbatre an buat 5-10 taun kedepan. Karna dunia bakal pake batrai semua dan tiongkok/korsel banyak buat/suplai buat otomobil hevy duty dan indo kebetulan mw dibangun kawasan di bp batam sm di cikarang lghyundai dri korea. Pertanyaan nya, seberapa green teknologi konversi energi batre dibanding oil dan alasan teebaik untuk sekolah di bidang batre dan mungkin ga hanya terbatas main di riset/akademisi alias mainin rantai dagang/suplay nya biar minimal pengrajin lokal/bengkel deket rumah warga udah biasa modifkasi/tuning. Makasi byk
Saya terinsipirasi dari sumsang dari toko mie jadi gurita korporasi buat riset gitu mas btw, minta saran buat kami yg muda' biar link n match sesuai kemampuan diri sebelum memutuskan maju ke suatu bidang dan jadi spesialis serta punya intuisi bisnis. Semoga mas sehat selalu (Danke Schön) 🙏🏻
Hallo mas, kalau mau di-forecast, teknologi baterai akan masih berkembang sampai 20 tahun ke depan. Hijau atau tidaknya ini masih debatable, mainly karena proses mining untuk material baterai juga berkontribusi utk emisi yg besar. Namun kalau dikalkulasi dengan potensi daur ulangnya, teknologi ini bakal mengurangi dampak emisi secara signifikan.
Alasan terbaik untuk menggeluti bidang baterai mungkin agar kita tidak hanya menjadi saksi perubahan, tapi juga menjadi bagian dari perubahan teknologi itu sendiri ya😊
Tentu career pathnya tidak selalu menjadi akademisi. Bahkan saya bisa bilang 90% kolega saya setelah selesai PhD langsung masuk ke industri. Saya jg yg termasuk kerja di industri baterai.
PR jg bagi saya untuk masuk ke rantai bisnis baterai di Indonesia. Tergantung mau masuk di level apa. Level material, cell, modul, atau pack. Selain ilmu, saya kira bisnis baterai harus tahu know-how nya. Saat ini kebanyakan Chinese company yg menjadi leader. Bisa baca tulisan saya di The Conversation Indonesia mengenai ini😊
Mantap! :)
@@EgyAdhitama terimakasih buat penjabaran nya mas dari update industri per-batre an, cukup menarik perkembangan nya, kalau buat siswa sma/freshgrad baik nya ambil jurusan apa ya pak, kemudian jika belum ada ijazah dari bidang per batre an untuk dpt pengalaman/intern bagaimana ya pak karna zaman sekarang relatif banyak sdm anak muda yang nganggur (tamatan sma/k dan s1) tapi belum ada pengalaman di per batre an. Di indo ada komunitas telegram atau forum diskusi nya kah mas ?
Saya lahir dan besar di Tarakan, saat ini sedang menempuh Ph.D di Amerika (Purdue University) di bidang transportation engineering dan mendapat funding sebagai asisten riset. Jika ada pertanyaan mengenai application, saya bersedia menjawab.
Halo kak, ada kontak/instagram, atau yg lainnya untuk bertanya?
thanks Kenny. kalau lihat profil kamu, kamu contoh bagus utk siswa2 yg hop dulu di master di asia sebelum hop ke phd di AS. kapan2 kalau ke chicago mampir. google 'garuda ilmu komputer' ada beberapa GIK alumni yg di chicago.
@@ricobolivar8233 google aja nama Kenny .. nanti ketemu profil dan email nya :) saya selalu bilang ke siswa saya: apa-apa tanya google dulu, kalau nggak temu jawaban nya baru tanya.
Tarakan dekat tempat kerja saya di Pulau Bunyu
Izin mau tanya2 kak
setelah menonton ini, saya semakin percaya bahwa mimpi itu memang harus di ikhtiarkan. Ijin Pak Gita Wirjawan dan Prof Haryadi, sy sedang mempersiapkan PhD ke New Zealand untuk mengambil Early Childhood program.
Good luck. "Vision without action is merely a dream. Action without Vision just passes time. Vision with Action can change the world (and your future)"
Semangat, Kak. Semoga bisa menyusul
good luck, kak!
gass
Semangat kak semoga bisa menyusul
karna nonton podcast ini, aku semakin mencintai profesi sebagai dosen full time. tertusuk dengan pernyataan prof Haryadi "menjadi akademisi bukan cuma utk mengajar dan riset saja, tapi mengembangkan sdm/mahasiswa dari nothing menjadi something".. semoga semakin banyak dosen-dosen Indonesia yang punya visi ini Amin.
KEREN. Saya jika menempatkan posisi sebagai mahasiswa, memang betul selama kuliah saya mengklasifikasikan dosen2 five stars, 3 stars, dan under 3 stars. Dosen yang bisa membangkan mhs dari nothing menjadi something itu tidak banyak dan itu masuk 5 stars sih di kategori saya. Tapi tentunya juga didukung oleh mahasiswa yang siap dengan endurance belajar dan semangat luar biasa juga :)
seorang patriot dimanapun berada masih memikirkan nasib bangsanya 👍👍👍
🎯 Key Takeaways for quick navigation:
00:39 🇮🇩 *Profesor Haryadi Gunawi berbagi perjalanan hidupnya dari SD hingga menjadi profesor di bidang Ilmu Komputer di University of Chicago.*
02:36 🎓 *Profesor Gunawi menceritakan bagaimana keputusannya untuk kuliah di Amerika, khususnya di University of Wisconsin, Madison, terutama karena banyak teman yang juga ke sana.*
04:51 💻 *Adaptasi Profesor Gunawi ke dunia ilmu komputer di awal kuliahnya di Madison, dari awal yang sulit hingga menjadi poin balik hidupnya.*
06:15 📚 *Perubahan mindset Profesor Gunawi ketika menyadari pentingnya prestasi akademis selama kuliah dan bagaimana hal itu memengaruhi kariernya di masa depan.*
09:58 🎓 *Keputusan Profesor Gunawi untuk mengejar gelar PhD di Amerika yang menawarkan kombinasi S2 dan S3 secara gratis, tanpa memberatkan orang tua.*
11:44 🖥️ *Pilihan Profesor Gunawi dalam bidang ilmu komputer fokus pada sistem, terutama dalam sistem operasi, database, dan jaringan.*
13:42 💼 *Profesor Gunawi membahas godaan untuk bekerja di industri dengan gaji besar setelah lulus PhD, namun memilih jalur akademis sebagai guru dan peneliti.*
16:31 🤔 *Setelah PhD, Profesor Gunawi mengambil jalur postdoc daripada bekerja di industri karena keyakinannya bahwa dirinya tidak cocok untuk dunia industri.*
18:19 🎙️ *Saat melamar sebagai profesor, proses wawancara sangat berat, termasuk presentasi riset, pertemuan dengan banyak profesor dari berbagai bidang, dan fine dining untuk menilai kepemimpinan.*
19:47 🍽️ *Jawaban yang tepat saat ditanya tentang rencana lima tahun ke depan dalam wawancara profesor adalah ingin menjadi pemimpin di bidang tersebut, bukan hanya berfokus pada publikasi.*
21:39 🌍 *Ketika melamar menjadi profesor, pilihan sekolah tergantung pada departemen yang membuka area bidang tertentu, dan faktor keberuntungan juga berperan.*
26:31 💼 *Statistik menunjukkan bahwa dalam STEM di Amerika, siswa internasional membentuk 40% dari lulusan PhD, dengan Tiongkok dan India mendominasi, sementara Indonesia hanya memiliki 82 lulusan.*
31:42 🌐 *Untuk membangun reputasi universitas Indonesia di mata dunia, dibutuhkan waktu dan upaya, termasuk mendengar dari diaspora serta membentuk jaringan dengan professor di luar negeri.*
36:04 🌐 *Indonesia hanya mengambil kesempatan 0.4 triliun dari 2.5 milyar US Dollar dana riset di Amerika, sedangkan Tiongkok mendapatkan 2.8 milyar dalam 6 tahun.*
38:18 🎓 *Mitos bahwa gelar PhD berarti menjadi dosen tidak akurat; hanya 10% yang menjadi professor, 80% memasuki industri besar seperti Google dan Facebook.*
43:33 💰 *Ada mitos bahwa pendanaan sulit ditemukan untuk studi di Amerika; sementara uang banyak di sana, tembus dinding masuk perlu riset dan bekal akademis yang baik.*
47:40 🎓 *PhD di Amerika merupakan combo S2-S3, berbeda dengan Eropa. Memahami konsep ini dapat mengubah pandangan siswa S1 tentang melanjutkan studi.*
49:05 🌍 *PhD di Amerika memahami kondisi mahasiswa, sehingga menawarkan program combo S2-S3, di mana biaya Master diambil dari dana PhD, memungkinkan lebih cepat masuk ke riset.*
51:31 🤔 *Ada mitos bahwa PhD membosankan, tetapi di ilmu komputer, risetnya sangat terkait dengan perkembangan industri besar dalam beberapa tahun ke depan.*
52:28 🌐 *Pada konferensi seperti SOSP dan OSDA, 20-30% publikasi berasal dari industri seperti Google Brain dan Microsoft.*
53:25 🧠 *Desain infrastruktur seperti TensorFlow dapat diinspirasi dari publikasi akademisi dan industri di konferensi yang sama.*
54:24 📸 *Studi kasus Facebook Meta menunjukkan bagaimana riset akademis dan industri saling terkait dalam konferensi yang sama.*
55:22 🌎 *Mahasiswa PhD di ilmu komputer sering melakukan internship di perusahaan besar seperti Google dan Microsoft, menghadapi tantangan seru.*
57:22 📚 *Mahasiswa PhD Indonesia yang kembali ke Tanah Air memiliki kesempatan untuk menerapkan keahlian mereka di industri lokal.*
58:15 🎓 *Mematahkan mitos bahwa PhD membosankan, PhD berlebihan, dan tidak ada peluang di industri untuk lulusan PhD.*
59:39 💡 *Pentingnya mengubah mindset dan mempersiapkan diri untuk kesempatan di dunia akademis dan industri.*
01:00:34 🧠 *Menolak konsep "brain drain" dan mempromosikan "brain linkage" atau "brain circulation" untuk meningkatkan kontribusi diaspora.*
01:07:19 🚀 *Inisiatif "Garuda Ilmu Komputer" (GIK) bertujuan mengirim 30-50 orang ahli komputer dari Indonesia ke luar negeri setiap tahun.*
01:09:43 🌱 *Filosofi "Garuda Ilmu Komputer" menekankan pentingnya membantu keahlian kecil untuk tumbuh dan membawa dampak positif pada berbagai aspek.*
Made with HARPA AI
Terima kasih utk outline nya yg detil.
thankyouuuu kak
Thankyou for the summary mas. Sangat membantu
Ayo Prof. Gita, yg murah hati, bikin pre-scholarship yg murah itu. Saya daftar nomor satu.
Hadir Menyimak. Terima kasih banyak Pak Gita Wirjawan sudah mengundang Mas Haryadi Gunawi (Associate Professor University of Chicago) dalam perbincangan ini. Salam sehat selalu!
*Latar Belakang*
00:00 - Intro
01:09 - Kehidupan sekolah
02:32 - Ke AS ‘97 untuk uni
04:46 - Turning point
08:14 - Kisah dan kebijaksanaan saat PhD
13:28 - Haryadi Gunawi : Temptation di industri itu uangnya besar, tapi itu bukan passion saya.
19:21 - Behind the scene jadi seorang profesor.
*Fakta Pahit*
25:53 - ‘Kesepian di Amerika’: Statistik jumlah STEM PhD
28:34 - Gita Wirjawan : Kenapa masih sedikit orang Indo dan kalah sama negara-negara lain?
Haryadi Gunawi : Penyebaran informasi dari diaspora melalui word of mouth. Pengajar dari negara asal berperan sebagai ‘jalan pintas’ untuk membuka jalur mahasiswa Indo bisa belajar di LN.
*Mitos Mengejar Gelar Doktor*
Dimulai pada menit 33:16
1. Sulitnya pendanaan
2. Career path cuma jadi akademisi.
3. Untuk tembus admission wall, harus punya IPK tinggi dan punya pengalaman kompetisi.
4. PhD lama dan mahal.
5. Kuliah Doktor gak seru.
*Bergerak dalam Diam*
56:48 - Belajar dari Tiongkok
1:00:03 - Brain linkage & circulation
1:01:37 - Haryadi Gunawi’s nationalism and the ‘98 tragedy
1:05:57 - Haryadi Gunawi’s initiative : Garuda Ilmu Komputer
1:07:53 - Belenggu birokrasi
1:09:37 - Filosofi bonsai
*Riset & Mindset*
1:10:59 - Tips untuk melanjutkan sekolah pascasarjana di AS:
1. Menyisihkan 20 jam per minggu untuk riset.
2. Cari professor yang ingin kita belajar bareng.
1:19:31 - Mengubah mindset pemerintah
1:20:49 - Keuntungan kolaborasi riset: Bukan hanya untuk individu, tapi juga institusi.
1:26:01 - Bimbel persiapan sekolah ke luar negeri
1:29:35 - Jumlah dosen Indonesia di AS
Selengkapnya di sgpp.me/eps164notes
Terima kasih utk outline nya.
Terimakasih sudah dibuatkan
Terima kasih sudah mendatangkan tamu yg luar biasa 💫💫💫, Pak Gita 🙏. Saya oktober tahun kemarin baru menyelesaikan S2 Akuntansi di Unair tapi mendengar penyampaian Prof. Har jadi tertarik untuk mengulang S2 demi program kombo. Saya suka riset dan industri. Padahal dari jaman S1 punya keinginan kuliah S2 di Eropa tapi dengar Prof. Har jadi minat ke Amerika 😄. Terharu sekali di bagian penjelasan Prof. Har bahwa tragedi 97-98 menjadi titik balik agar giat dan lebih baik lagi 😍😍😍.
Pak Gita concern di bidang pendidikan dari kapan ya? Kalau menjabat sebagai Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi bagaimana, Pak? 😃
Terima kasih Pak Gita sudah selalu menginspirasi. Saya Bagas alumni master degree ilmu komputer dan seorang dosen muda di salah satu univ di Indonesia dan saya sangat merelate apa yang disampaikan Pak Haryadi di podcast ini. Sebagai dosen muda, kami dibebani pekerjaan administrasi yang saaaangat banyak sekali sehingga tidak punya waktu lagi untuk mengerjakan yang lain, bahkan dalam satu semester saja pengalaman pribadi saya pernah mengajar di 10 kelas dalam seminggu dengan mata kuliah yang berbeda-beda. Itupun dengan taraf hidup yang untuk hidup mandiri saja belum layak. Apalagi jika diminta untuk meluangkan waktu melakukan riset, ini sebuah kesempatan yang cukup sulit untuk dilakukan kecuali dengan mencuri-curi waktu untuk berkonsolidasi dengan rekan sejawat untuk menyusun proposal dan sebagainya.
Saya sangat terinpirasi sekali dan terbuka wawasan saya atas penjelasan Pak Haryadi di podcast ini. Saya sangat tertarik untuk bergabung dengan Garuda Ilmu Komputer dan jika berhasil saya juga sangat bersemangat untuk membibit rekan rekan mahasiswa S1 terutama yang sudah mengikuti kelas internasional untuk bisa bersama sama masuk ke jalur yang telah dibukakan oleh Pak Haryadi.
Sehat selalu Pak Gita dan Pak Haryadi, semoga bisa berkolaborasi di masa mendatang. Salam Merah Putih ❤
Halo pak Bagas, memang sistem edukasi indonesia utk dosen itu masih kurang jelas. Kalau di AS “dosen” itu langsung di bagi ke 2 track. Track riset (tenure track) atau track mengajar (track instructor). Kalau di Indo sepertinya dosen diminta jadi superman, harus dua-dua nya banyak. Sharing saya disini lebih bersifat bahwa kita bisa menempuh cara2 sendiri tanpa bergantung pada program. Tapi memang akan berat karena utk sukses di riset minimal saya rasa harus ada 20 jam per minggu. Pak Bagas tolong dengarkan bagian saya sharing tentang Rex yg dari Tiongkok itu bagiama dia menghubungi saya. Pak Bagas bisa buat koneksi sendiri tanpa program. Tapi siap2 utk email mungkin 50 profesor karena tidak semua akan balas. Ini adalah permainan probabilitas juga. Tapi anda hanya butuh 1 profesor yg reply email anda dan bersedia utk kolaborasi. Tapi again kalau tidak ada 20 jam per minggu biasa kolaborasi akan gagal.
Haryadi Gunawi, seorang profesor Ilmu Komputer di University of Chicago, berbagi perjalanan pendidikan dan karirnya. Ia membahas tantangan dalam menempuh pendidikan tinggi di Amerika Serikat, mencermati miskonsepsi seputar pendanaan riset dan mitos tentang mahasiswa Indonesia di bidang STEM. Gunawi juga menyoroti isu-isu dalam sistem pendidikan Indonesia, menekankan perlunya ekosistem riset yang kuat sejak tingkat sarjana. Ia mendiskusikan dampak positif "brain linkage" dan kontribusi diaspora untuk pengembangan ekosistem akademis dan industri di Indonesia.
Awal tahun 2023, nonton podcast Pak Gita dengan Bagus Muljadi dimana saya sedang pusing ngerjain skripsi. Podcast itu bikin saya semangat untuk melanjutkan studi master ke luar negeri. Awalnya mikir itu mustahil karena saya adalah murid yang biasa biasa aja. Namun ternyata saya cukup beruntung bisa berangkat setelah lulus kuliah di Indonesia. Podcast kali ini bikin saya mikir gimana gambaran masa yang harus disiapkan. Saya ucapkan terima kasih kepada Pak Gita yang sudah mengundang banyak orang keren & menginspirasi!
master ke negeri mana mas?
massive thank you for inviting him as a guest, what an eye opener! really inspiring. Terima kasih.
thank you for the insightful yet enjoyable talk Prof. Gunawi, terima kasih juga Pak Gita yg selalu invite narasumber yg inspiring. Dari Prof. Gunawi saya jadi makin aware bedanya trayek S2-S3 di Eropa & US - it’s just different tapi sama-sama baik & berkualitas.
Latar belakang saya kedokteran, saya sudah minat riset onkologi sejak jadi asisten dosen (semester 5-7). Setelah lulus, saya putuskan utk ambil research master di bidang onkologi krn saya sadar skill riset saya (terutama wet lab) timpang dibanding clinical skills. Saat ini saya sedang PhD tahun ke-3 di Belanda (bidang cancer genetics), I do agree that sometimes the PhD journey can be lonely. Saya tinggal di Groningen, salah satu kota pelajar di Belanda yg diaspora Indonesia nya cukup besar. Tapi saya satu-satunya PhD student asal Indonesia di departemen Genetika utk sekarang ini, semoga ke depannya ada sesama pelajar Indonesia yg minat belajar bidang ilmu ini. Bila ada viewers yg minat research master / S3 (terutama utk employee track) di Belanda, boleh kontak saya. Semoga pengalaman saya bisa membantu.. 😊
Thank you Katherine atas sharing nya. Semoga sukses.
Hi ka Kathrine..
sebelumnya salam kenal! Saya fresh graduate dari prodi Bioteknologi yang tertarik pada riset genetika. Apakah ada saran mengenai keterampilan khusus atau proyek tertentu yang sebaiknya saya lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum lanjut ke jenjang master di departemen genetika? Terima kasih banyak atas inspirasinya!
Saya sangat terinspirasi dengan podcast ini, kebetulan saya memang sedang berencana melanjutkan studi lanjut tahun depan setelah 6 tahun lalu lulus S1 dan langsung bekerja. Saya percaya makin banyak informasi seperti ini akan memperbanyak anak-anak muda Indonesia yang sadar kalau melanjutkan pendidikan, terutama di luar negeri adalah hal yang sangat mungkin. Walaupun seperti kata pak Haryadi, ini bukan 'free lunch' jadi memang perlu diimbangi dengan usaha yang tekun, tapi kalau sudah yakin, pasti kejadian.
Perkenalkan Prof Haryadi, saya Rezal Prihatin sedang proses menunggu wisuda untuk gelar sarjana saya di bidang Fisika di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Konsentrasi saya adalah Geofisika, dengan riset skripsi saya kemarin "Analisis bidang gelincir tanah longsor dengan metode geolistrik resistivitas di suatu daerah". Mohon bimbingannya Prof agar bisa mendapatkan beasiswa studi lanjutan (S2 dan S3) di US, Terima kasih prof
Halo. Ini pertanyaan sama dengan pertanyaan lainnya dibawah. Ini saya copy paste jawaban saya: Prinsip paling berguna menurut saya konsep ‘atomic habit’ (coba google ini dan baca youtube ini). Anda harus setiap hari 15 menit, mulai membuat pertanyaan2 yg anda punya tentang area anda, masa depan anda, plan anda, mimpi anda. Lalu di waktu slot ini mulai google cari jawabannya sendiri. Semoga banyak blog2 atau article seperti di quora dlsb yg bisa menjawab pertanyaan anda. Dari jawaban tersebut akan muncul pertanyaan baru, tambahkan lagi. Jadi saya tidak bisa jawab pertanyaan anda karena saya bukan di area tersebut. Anda juga cari phd student indo di area anda yg di eropa, amerika, dlsb. Tembak pertanyaan ke mereka. Kalau nggak dijawab yah tidak apa apa :), tapi itu bukti anda coba. Cari lagi. Ulang terus sampai anda akhirnya ada gambaran.
baik terima kasih prof@@prof.har.uchicago
Dear Pak Gita dan Pak Haryadi perkenalkan saya Ulil Albab sedang menempuh S2 di Biology UGM. Saya tertarik dengan bidang Bioinformatics terutama topik molecular docking and simulation. Saya berterimakasih karena podcast ini sangat membuka wawasan terkait mitos untuk kuliah PhD di luar negeri. Apakah ada info terkait professor yg berkenan membimbing secara remote research di bidang Bioinformatics? Jika ada mohon informasinya. Terimakasih. 🙏🏿
google "csrankings" utk pergi ke situs csrankings . Di kiri ada pilihan, select bioinformatics, dan anda bisa lihat konferensi seperti ACM SIGBIO, ISMB, RECOMB. lihat para authors nya, apakah ada contoh authors yg afiliasi nya dari berbeda2 institusi di berbeda negara. semoga ada. Susahnya anything yg berhubungan "bio" itu agak sensitif karena berhubungan dengan pasien data, dlsb. jadi susah utk remote research.
Up
salam kenal ka! saya fresh graduated bioteknologi mendengar penjelasan Prof Haryadi yang terlintas dipikiran Saya juga mengenai bioinformatics research, mohon sarannya course atau skill apa yg sebaiknya disiapkan sebelum mengambil master di bidang ini? Mohon info juga jika sudah mendapatkan rekomendasi Professor nggih. Terima kasih
Kali ini keren banget narasumber Pak Gita.. Tetap Semangat Pak Har Untuk Kemajuan teknologi informasi Indonesia untuk Semakin banyak Mahasiswa yang belajar di Amerika dan Eropa
Perkenalkan Pak prof Haryadi. Saya Irfan Mahasiswa semester 3 Prodi Pendidikan Teknik Informatika di salah satu Universitas Negeri di Indonesia. Sebelumnya terimakasih atas informasinya yg sangat penting mengenai phd program di US.
Dari mulai semester 2 saya sering di kontak dosen untuk membantu riset dan dapat tawaran lagi dari dosen lainnya. Untuk saat ini saya sudah ada 1 prosiding yg walaupun belum publish masih dalam tahap review bersama dosen dan saya kebetulan jadi Third Author.
Apakah ini bisa menjadi awalan yang cukup baik bila riset bersama dosen internal ini dijadikan bahan resume kedepan mengingat riset yang saya join bukan riset bersama prof luar negeri seperti di cerita pak prof Haryadi tadi.
Terimakasih pak prof
tentu ini awal yg bagus. tapi kalau tujuan nya misal masuk universitas bagus di amerika, erope, atau di benua lain, proceeding lokal biasa tidak dianggap (maaf, realitas nya begitu). jadi semoga prosiding anda adalah prosiding dimana authors lain datang dari top schools. itu salah satu cara tau apakah prosiding yg anda masukan bermutu di mata level internasional atau tidak. simply, bertanya berapa banyak institusi dari top-30 universities around the world di area anda yg publish di prosiding anda itu. jika jawaban nya 0, ini yg kita anggap prosiding lokal. satu dilema kadang dosen juga dipaksa kejar quantity over quality, sedangkan prosiding ternama biasa butuh 2-3 tahun utk bisa publish. jadi menurut saya utk anda, setelah riset ini kelar kalau memang ingin menuju top schools di luar, mulai coba cari kolaborator internasional. lihat cerita saya tentang Rex dan beijing di 2nd half of this podcast.
Thank you, Pak Gita for the inspiring content. Thank you, Prof. Har for sharing and inspiring us to dare to pursue PhD abroad. Mungkin sedikit berbagi perasaan, masih maju mundur pengen phd ke luar negeri juga karena prepare yang butuh pembiayaan yang lumayan banyak. IELTS, dokumen, visa, dll. Jadi relate sekali yang dibilang oleh Prof. Har tidak hanya butuh dana beasiswa tapi mahasiswa Indonesia juga butuh dana persiapan😌
Testimoni yg bagus. Beberapa diaspora sedang push ini, semoga pemerintahan mendengar. Jaman 10 tahun terakhir pemerintah sudah maju sekali dalam konteks dana beasiswa. Sudah saat masuk ke dana/sistem persiapan supaya bisa menembus sekolah bagus.
Halo Pak Gita dan Prof Haryadi,
Terima kasih untuk episode podcast Endgame kali ini! Episode-episode Endgame tidak pernah gagal untuk menginspirasi.
Perkenalkan, saya Amanda Siagian, seorang mahasiswi di University of Western Australia yang berasal dari Indonesia, baru saja masuk di semester pertama beberapa bulan kemarin. Saya sedang mengambil program double major di bidang Data Science & Business Analytics.
Episode podcast ini membuka wawasan saya terutama di bidang computing, bahwa kesempatan PhD dapat sangat berguna khususnya di industri ini dan mitos-mitos terkait program PhD yang selama ini pun saya pegang dipecahkan oleh Prof Haryadi. Pertanyaan saya, sebagai mahasiswi yang tergolong baru dalam industri ini, bagaimana cara saya dapat mencari topik yang cocok untuk saya lakukan riset? Sebagai pertanyaan tambahan juga, bagaimana cara agar seseorang dapat mendaftar/berpartisipasi di Garuda Ilmu Komputer (GIK)?
Terima kasih sekali lagi Pak Gita dan Prof Haryadi, jika berkenan dan ada waktu untuk menjawab pertanyaan saya akan sangat saya apresiasi. Sukses selalu!
Makasih utk komen nya. Kalau topik, mulai dari topik / area besar dulu, misal dari kelas2 yg anda ambil mana yg anda paling tertarik. Tapi juga harus di balance dengan area mana yg lagi dibutuhkan, misal jika lebih ingin gampang membawa dampak atau mencari kerja. Lalu dari area terssebut karena anda sudah di universitas international, cari profesor yg mau advise anda dan anda masuk ke grup riset nya. Siap2 di-reject. Penolakan sudah baisa. Saya pas S1, di tolak/cuekin 2 profesor sampai akhirnya ketemu profesor yg mau advise saya.
@@prof.har.uchicago Terima kasih banyak atas jawabannya, Prof! Sangat membantu☺️🙏
kejar mimpi mu, Amanda! Never back down🤗☺️
@@oscarhutahaean Thank you!
Endgame keren,..... membuat narasumber lebih banyak dan tuntas memberikan inforamasi dengan pancingan pertanyaan yang sedikit saja...
Sangat menginspirasi...
Adalah sesuatu yg positif bila keinginan anak u belajar di LN sdh nge klik dgn orang tuanya, selanjutnya tinggal ke"nekad"an mereka bersama yg bisa menjadikan anak berangkat dan berjuang dgn penuh kebanggaan dan kebebasan bergerak untuk meraih cita2nya.
Terimakasih Pak Gita Wirjawan dan Prof Har, obrolan kali ini menjadi pemantik atas mimpi saya yang ingin Belajar banyak dari negara maju..
Punya mimpi bisa PhD ke australia, semoga dilancarkan. Mohon doanya teman2 semua.
Aamiin
Energi positif, dengan bertukar diskusi secara naratif dengan pro haryadi yang memotivasi, pada generasi" sekarang dalam menyatakan bahwa meraih PHD, yang pasti dengan riset serta usaha, secara nalar dan dilektua yang nyata, mampus membawa anak" bangsa dalam generasi 45 yang mendatang, terimakasih prof atas inspirasinya diskusi yang normatif hari ini.
Teman anak dpt beasiswa as sampai s2 dan s3 di bantu oleh propesor beasiswa s3 jd dia asisten propesor sampai bisa beli mobil karna dpt gaji sambil sekolah,,memang anak itu sangat cerdas otak.
Siapa namanya?
@@ferucagaunt1701gus samsudin
memang saya lihat sistem phd di AS itu fair. dan mengikuti free market, jadi gaji asisten dosen dan asisten riset di area seperti computer science dan engineering tinggi. di kampus kami, gaji stipend seorang phd student itu sudah hampir $4000 per bulan.
kasian anak tetangga nya. 😂
Pak apakah gaji sebesar itu juga berlaku bagi phd student non engineering seperti linguistics?
Terimakasih pengetahuan serta motivasinya.
Telat banget nontonnya. Sudah 3 bulan yang lalu.
Apakah ada yang sama seperti saya yang turut melihat podcast hebat ini?
Guru honorer SMA. Guru bahasa daerah. Guru biasa yang tak memiliki prestasi apa2. yang hanya ingin bisa menghantarkan siswa-siswi kami setidaknya minimal untuk punya mindset, daya saing dan daya juang untuk terhubung dengan luasnya dunia.
😄
Terima kasih prof Haryadi dan Dr Gita, atas inspirasinya. kita sangat butuh ekosistem yang baik
Terima kasih sudah menghadirkan orang-orang keren yang ahli di bidangnya untuk menambah wawasan dan inspirasi bagi banyak orang khususnya anak-anak muda di Indonesia Pak Gita. Sehat selalu Pak Gita dan seluruh penonton Channel Endgame! Selamat Liburan ✨
Thank you prof, banyak berkat untuk mu....luar biasa untuk #generasiemasindonesia
Terima kasih atas informasinya. Saya dukung dan setuju dibuat kan lembaganya agar lebih banyak lagi orangnindonesianyang bisa ambil Ph.D di USA. Mantan guru Penabur disini, bangga dengan karya dan pelayanan anda Prof.Haryadi
Thank you bu Inggrid.
This is so inspiring. Thanks so much Pak Gita for inviting Prof Haryadi, really heartwarming and inspiring!!!
Terima kasih untuk pak gita dan pak haryadi
1:16:30 Saya jadi inget waktu saya S1 dan sedang riset untuk kebutuhan publikasi, saat itu saya butuh instrumen penelitian semacam sebuah kuesioner yang ada di suatu paper milik peneliti dari kolombia yang baru beliau publish tahun 2018 akhir, pada saat itu saya di awal tahun 2019 mengirimkan email kepada beliau dengan sopan menunjukkan ketertarikan saya terhadap riset beliau, 1 minggu kemudian beliau mengirimkan kuesionernya dalam bentuk word melalui email.
Ternyata memang selama ada keinginan pasti ada jalan,
Testimoni yg bagus. Keep up the spirit! :)
Terharu banget pak Gita ngebuka ruang dari Prof Haryadi. Bener2 ngebuka mimpi dan kembali yakin sama mimpi
menarik sekali insightnya, perlu ada insentif "pra beasiswa" supaya bisa mendorong dan menjaring banyak talent-talent. sama ekosistem pendampingan yang dilembagakan
Prof Haryadi keliatan sangat rendah hati banget, sopan banget setiap mau ngomong, keliatan banget orang berilmunya
Luarbiasa sangat mencerahkan, semoga memberikan inspirasi bagi anak-anak Indonesia di masa yang akan datang untuk berkiprah menjadi Profesor-profesor ahli.
terima kasih atas podcastnya pak Gita dan prof. Haryadi yang sudah memberikan penggambaran baru soal PhD. Kalo dari saya, dari yang sudah prof. Haryadi rangkumkan. Masalah paling detail justru bukan pada funding, tapi ketidakpercayaan diri untuk hidup abroad. Baru selanjutnya, mahasiswa Indonesia tidak didalami atau dididik dalam urusan riset, yang mana seperti prof. Haryadi bilang, kebanyakan mahasiswa S1 mengejar IP, dan termakan omongan bahwa saat kuliah harus berorganisasi, atau paling jauh doing internship --> yang mana tujuan akhirnya adalah masuk industri.
Jadi ada tidak selarasnya juga antara kesempatan yang sebetulnya bisa sekali diambil, tapi dari segi SDM memang mahasiswa S1 ini tidak banyak yang "mengalami" riset, artinya probability nya kecil untuk lolos PhD.
Maka, tantangannya menurut saya ada pada mental untuk abroad dan sistem pendidikan yang harusnya dibuat dua jalur sih prof, ada yang ke industri, ada yang jalur mahasiswa yang suka riset dan pada akhirnya diarahkan untuk PhD. Karena tidak bisa ditampik juga prof, kebanyakan yang mungkin saya kurang luas ambil data nya, PhD yang di Indonesia adalah menjadi dosen, bukan masuk ke industri seperti yang prof bilang (mungkin data itu terjadinya di US) *izin koreksi prof.
Kira-kira bagaimana prof? Kalo dari saya sendiri, jujur tidak diarahkan untuk riset sampai saya semester 8 saat ini di S1, dan ditambah inisiatif kami juga kurang. Namun, sejujurnya pengen sekali prof bisa berkesempatan PhD combo seperti yang prof bilang hihi😁
Iya balik2 lagi ini semua mitos/rumor. Saya ada teman yg punya teman yg punya PhD di semacam material science or chemical engineering (saya lupa), dan dia sudah di Indo bikin bisnis bikin sedotan plastik yg composable. Laku, banyak dipake di restoran. Kenapa bisa? Karena dia punya skill nya dari PhD yg dia dapat. Dia tau rumusnya. Jadi ujung nya yah harus sering2 google sendiri, PhD di setiap area itu ujung nya apa. Lihat contoh bagaimana suatu publikasi menjadi suatu produk.
Terjawab sudah salah satu faktor kenapa China & S. Korea bisa reverse engineering begitu cepat. Jumlah PhD dari US sangat banyak dan linkage mereka ke industri sangat intense, bahkan sejak saat kuliah.
Thanks pak gita & pak haryadi
Betul kuncinya adalah: scale (jumlah masif). Tiap kali saya ngomong “scale” di video ini, translasi nya malah ditulis nya “skill”. Seperti kata pak Gita harus ada scale dan brain linkage.
Hallo Prof, bgmna caranya membangun kebiasaan yg bagus spya anak2 itu punya pola pikir kritis, rata2 di desa di Indonesia Timur anak2 impiannya jd polisi, tentara, guru .. dari dulu bgtu2 saja
@@quoteslifechoice5081rata2 PNS doang😂
@@quoteslifechoice5081 urun pendapat saja. Saya 5th smpt hidup di indonesia timur (papua). Tidak ada cara lain selain memperluas horizon berpikir mereka. Mengapa hanya berimpian menjadi profesi demikian, karena sehari-hari mereka hny intens berinteraksi dgn ptofesi2 itu. Tidak ada jalan lain, klo mau berkembang ya mesti sekolah di jawa. Pemerataan pembnagunan dlm 5th terakhir belum cukup mencegah brain drain (semua pergi dan ta kembali)
Thanks pak Gita dan pak Haryadi untuk podcast yg inspiring. Sebuah Spirit driven calling dari pak Haryadi untuk mengembangkan ekosistem academic research Indonesia. Semoga brain circulation/linkage ini bisa dimasifkan.
saya dan keluarga di kerusuhan Dayak-Madura tahun 2001, Alhamdulillah selamat semua, keponakan lagi kuliah teknik mesin di salah satu PTS :)
Terimakasih prof. Har sudah sharing. Sungguh membuka wawasan tentang pendidikan di Indo dan dunia dan bagaimana peluang itu sebenarnya ada dan tersedia bagi seluruh elemen masyarakat. Kuranya semangat dan tujuan dalam diri tetap menyala sehibgga tidak mudah menyerah dalam memperjuangkan ini semua. Tuhan memberkati 🙏🥰🎉
koq baru dengar ini ya sekarang, nggak 15 tahun lalu saat usia masih 20puluhan hehhe.
Makasih pak Gita, sangat menginspirasi
saya sangat tertampar dengan mendengarkan dan menonton poadcast ini . Poadcast pak gita ini sangat bermanfaat sekali, dan juga izin mau bertanya. saya lahir dijambi, saya sedang berkuliah s1 dibidang teknologi pertanian, saya sangat pingin menjadi ahli dibidang ini !! mungkin pak hariadi dan teman2 lain ada Apakah ada info terkait dengan beasiswa diluar negeri mengenai bidang teknologi pertanian
Prinsip paling berguna menurut saya konsep ‘atomic habit’ (coba google ini dan baca youtube ini). Anda harus setiap hari 15 menit, mulai membuat pertanyaan2 yg anda punya tentang area anda, masa depan anda, plan anda, mimpi anda. Lalu di waktu slot ini mulai google cari jawabannya sendiri. Semoga banyak blog2 atau article seperti di quora dlsb yg bisa menjawab pertanyaan anda. Dari jawaban tersebut akan muncul pertanyaan baru, tambahkan lagi. Jadi saya tidak bisa jawab pertanyaan anda karena saya bukan di area tersebut. Anda juga cari phd student indo di area anda yg di eropa, amerika, dlsb. Tembak pertanyaan ke mereka. Kalau nggak dijawab yah tidak apa apa :), tapi itu bukti anda coba. Cari lagi. Ulang terus sampai anda akhirnya ada gambaran.
Saya berharap bisa lanjut s2 di ASU (Arizona State University), Amin.
Doain unt bs masuk dan dapat beasiswa unt S3 di Taiwan. 🙏🙏
Kesimpulan yang aku tangkap dari video ini adalah harus semakin banyak profesor Indonesia yang riset dan mengajar di kampus kampus Amerika dengan proses secepat mungkin agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang STEM. Problem yang ada dari jalur beasiswa pemerintah adalah kewajiban untuk pulang setelah lulus sehingga akan berat untuk kembali ke negara maju sebagai tempat mendapat gelar S3 dan menjadi profesor di negara tersebut sehingga mungkin jalur terbaik adalah kuliah S1-S3 di Amerika jalur independen (tanpa beasiswa pemerintah). Tantangannya adalah dari pihak kampus Amerika tidak banyak yang memberikan beasiswa penuh bagi warga Indonesia untuk program S1. Usul aku adalah mungkin narasumber yaitu Prof. Har bisa bekerjasama dengan pihak ketiga untuk membuka jalur beasiswa S1 di Amerika bagi warga Indonesia yang sejak lulus SMA ingin fast track ke S3. Aku yakin siswa dari SMA Penabur atau sekolah sejenis akan ada banyak yang tertarik untuk ikutan bila jalur tersebut sudah terbuka. Sebagai contoh adalah menarget siswa Indonesia yang sejak SMP sudah riset tentang kompresi ukuran file sehingga ia diundang oleh Google untuk berkarya. Dengan menarik siswa SMP/SMA Indonesia seperti ini ke program beasiswa fast track S1-S3 di kampus Amerika adalah agar bisa bypass kerancuan sistem kuliah S1 Indonesia dan langsung menarget professorship di kampus Amerika bidang STEM agar Indonesia bisa lebih cepat bersaing dengan negara lain seperti Indonesia di jaman Pak Karno dulu.
Ide bagus, tapi utk S1 sulit dilakukan. Karena jarang sekali dana beasiswa utk murid international S1. Dana beasiswa lebih buat warga negara amerika sendiri. Dikbud/LPDP sudah mulai initiatif baru beasiswa indonesia maju (BIM) utk S1, program bagus. Tapi ya memang harus pulang karena itu dana biaya mahal. S1 juga tidak bisa ‘gratis’ kerena konsep S1 kan siswa nya yg menerima pendidikan. Sedangkan di phd (kombo s2+s3) itu gratis dan diberi gaji bulanan karena siswa nya memberi kontribusi sebagai asisten pengajar atau asisten riset. Jadi ini mengapa konsep s1 gratis itu jarang.
@@prof.har.uchicago Untuk kasus siswa SMP/SMA Indonesia yang diundang oleh Google ke Amerika untuk berkarya sebagai follow up dari hasil penelitian tentang kompresi ukuran file, mungkin Prof Har bisa mendekati pihak Google (atau Microsoft, atau pihak ketiga manapun) untuk membiayai kuliah S1-S3 fast track di Amerika. Karena selama ini sudah ada sekolah di Indonesia yang spesialisasi dalam mencetak siswa untuk juara olimpiade STEM tingkat dunia seperti di Russia, Cina, dan Amerika sekaligus tembus program S1 di kampus Amerika; namun masih terkendala pada keterbatasan dari kampus Amerika memberikan sebanyak mungkin beasiswa penuh kepada mahasiswa Indonesia. Bila kedua pihak ini antara sekolah di Indonesia dan kampus Amerika bisa digandengkan dengan pihak ketiga sebagai penyandang dana, program fast track S1-S3 bidang STEM ini bisa segera terlaksana.
Usul saya Pak Prof adalah untuk bekerjasama dengan sekolah di Indonesia yang muridnya telah menjadi juara olimpiade Ilmu Komputasi tingkat internasional atau yang sudah tembus kampus S1 Amerika tanpa beasiswa pemerintah untuk dilatih dalam mengkaji jurnal atau hasil penelitian ilmiah seputar System, Machine Learning, atau Teori Komputasi demi membantu proyek proyek yang perusahaan seperti Microsoft atau Google garap sehingga perusahaan ini akan tertarik untuk membantu lebih banyak siswa Indonesia dalam bentuk program fast track S1-S3. Dengan demikian perusahaan merasa diuntungkan karena cukup mengandalkan siswa SMP/SMA dalam proyek penelitian; tak perlu lagi menunggu mereka hingga lulus program Doktor untuk bekerja di perusahaan.
semakin terinspirasi buat mengejar ilmu di luar negeri, semoga cita2 saya mengambil master in abroad tercapai, aminn
Aamiin
Selamat malam Pak Gita dan Prof Haryadi.
Perkenalkan saya Maulana Ichsan, saya Mahasiswa Pascasarjana Magister ilmu Manajemen. Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sudah semester 3 dan sedang melakukan penelitian untuk tesis saya. Kedepan setelah selesai, dan menamatkan S2 saya, saya berkeinginan untuk melanjutkan studi ke jenjang PhD dalam bidang ilmu Manajemen Bisnis di Amerika Serikat. Mohon arahannya Prof Haryadi dalam membuka langkah dan peluang saya dalam melanjutkan studi PhD di Amerika Serikat.
Semoga Pak Gita dan Prof Haryadi sehat selalu. Terima Kasih.
Halo Maulana, setiap area cara masuk nya beda2. Strategi nya beda. Cara persiapan nya beda. Utk area anda saya kurang tahu. Anda harus mencari diaspora di bidang anda utk share trik2 utk bisa menemukan celah nya. Semoga sukses.
Luar biasa❤ Semoga suatu saat nnti saya bisa melanjutkan studi S3 ke luar negeri. Amin😇
semoga kedepan akan lebih banyak lagi anak bangsa ini mendapatkan beasiswa dan sukses seperti pak Haryadi
Amin
Apakah bisa mengambil
Program tsb usia diatas 40th, dan bidang diluar computer
Saya bbrp kali menonton End Game. Baru kali ini saya menonton sampai selesai. Thx for sharing Pak Gita dan Prof Har
Pa Gita W...Endgame PodHub👍👍👍👍👍
Terima Kasih Prof Har... sangat menginspirasi dan membuka pandangan saya.. kebetulan saya sedang s2 informatika.. dan jadi dapat insight baru mengenai milestone kedepannya
you're very welcome. my pleasure.
1:13:37 sebenarnya bisa ada alternatif lain. BEM dan Hima harus membentuk suatu divisi riset independen yang mampu memberikan akses kepada mahasiswa2 S1 yang mau mencoba riset selain skripsi, dan Pengurus BEM dan Hima bisa melakukan riset tersebut
Indah ketika banyak anak bangsa yang mau develop bangsanya dari setiap sisi yang bisa dimaksimalkan
Jangan melulu nasionalisme diukur dari ttap di Indonesia but do nothing for this nation.
yang penting adalah apa yang kamu kasih untuk Bangsa ini?
Yuk, sama2 berdampak untuk bangsa ini lewat setiap lini yang bisa kita pertanggungjawabkan
Pak gita undang akademisi bidang sistematika ikan air tawar
Hampir semua episode end game saya tonton, walaupun banyak topik yang saya sangat awam tapi entah kenapa selalu ingin menghabiskan sampe akhir.
Semua narasumber orang hebat dan sepertinya hampir semua narasumber adalah mayoritas anak bangsa yang punya kesempatan kuliah di luar negeri.
Jadi berfikir,
gimana supaya outcome lulusan kampus di indonesia tidak kalah dengan lulusan luar?
Gimana agar saya bisa pivot dan mengejar cita2 pendidikan s2 bahkan lebih di usia 35 dan masih sibuk kerja untuk cr penghasilan dibanding fokus pendidikan?
Iya jujur saya mengerti sekali keadaan anda. Ujung nya menurut saya adalah mencari 10-20 jam seminggu konsisten selama 1-2 tahun utk melakukan riset di luar jam pekerjaan anda. Dulu saya juga ada coba membantu teman2 yg sudah lulus, tapi sayang nya sebagian besar keluar di tengah jalan karena susah mencari waktu sekian banyak jika pekerjaan 'kantor' membutuhkan 40 jam atau lebih per minggu. Dan mencari waktu riset setelah kerja seharian sangat capai. Dari semua yg baru mulai riset setelah lulus, hanya ada 1 yg berhasil. Saya lupa namanya. Tapi dia rajin dan mendengar saya, bahwa setiap hari bangun pagi sekali dan melakukan riset dulu sebelum dia ke kantor. Perjalanan panjang dan susah. Tapi ini intinya. saya ada teman orang india pengen pindah kerjaan dari perusahaan dia ke google, dan dia harus tiap minggu cari 10-15 jam di setiap malam atau sabtu/minggu utk bisa menembus 'google interview', seperti pelajari soal2 interview, coding test dlsb.
Wah jawabannya sangat baguss pak saya berencana untuk mempelajari bidang digital marketing expert dibidang ini ,mau nyediakan waktu untuk inii...Krn switch karir dr sblmnya@@prof.har.uchicago
Kadang kalau dengar orang pinter bicara agak bingung,,tapi intisarinya jelas,, maklum ga semua orang pintu itu story teller
Saya rekruter, saya lihat banyak PhD yg belajar tinggi2 tp pada akhirnya susah dapat kerja di industri dan pada akhirnya cuma bisa jadi akademisi. Menurut saya sekolah tinggi2 tdk masalah, yg jadi persoalan adalah jangan lupa aplikasinya di dunia nyata. Saya tahu for a fact, banyak orang yg memutuskan lanjut S2, S3 karena tidak tahu selanjutnya mau ngapain atau belum ingin kerja.
Bahkan ada orang yg menyatakan bahwa universitas itu cuma memperpanjang masa anak2 seseorang.
Jangan lupa juga, bahwa universitas2 punya tujuan untuk cari duit, jadi makin banyak yg lanjut sekolah = pemasukan makin banyak. Fine bisa masuk via beasiswa, "gratis" istilahnya tapi beasiswapun selalu ada uangnya di belakang.
intinya, mau sekolah tinggi2 silakan, tp jangan lupa kedepannya harus ada aplikasinya di industri, dan ingat juga bahwa universitas juga butuh duit.
Karena ini di Indonesia, di Indonesia memang untuk posisi S3 selain jadi dosen memang sedikit posisinya. Dunia RnD industri kita hanya sedikit yang membutuhkan S3. Di US dan Eropa lain cerita...
Susah dapet kerja ya karena ekosistem dunia kerja di Indo juga mayoritas persyaratan ga ngotak. Baru lulus S1 udah diminta punya pengalaman kerja, sedangkan realita bisa magang untuk S1 yang resmi dari kampus cuma boleh maksimal 5 minggu ya kekmana punya pengalaman kerja setahun sesuai bidang.
Selain itu, jumlah rekruter yang cari minimal lulusan master atau PhD ga sebanyak yang Bachelor, ya pasti ga sesuai lah. Belum lagi gaji lulusan master atau PhD disamain sama bachelor, makin ga bener 😂. Emang ekosistem Indonesia yang ga beres
Betul, tapi tidak bisa generalisasi. Saya juga lihat banyak lulusah S3 di bidang matematika di amerika, mereka tidak menemukan pekerjaan sesuai yg mereka inginkan, karena itu area lama, apalagi kalau pure math. Mereka akhirnya diambil jadi software engineers, atau quantitative analysis. Jadi harus pintar2 juga melihat pergerakan dunia. Area mana yg lagi hot/dibutuhkan. Contoh ada yg apply matematika ke biology, interdisciplinary, dan funding nya lebih banyak.
Utk program PhD STEM yg biayai di US, itu pure siswa dapat gaji dan $0 uang kuliah. Di kampus kami gaji murid phd student di informatika itu hampir $4000 per bulan. Benar, per bulan.
@@prof.har.uchicago jauh lebih besar dibandingkan stipend nya LPDP ya.
Alhamdulillah. Prof. Har dan pak.Gita. Sangat bermanfaat dan menginspirasi. Hebat. Suksess sll untuk.kita semua. Thank you so much.
Inspiratif, saya beruntung bisa S3 ilmu politik di Amerika gratis 😅 kalau mau tanya tips tricks bisa nanya nanya juga ke saya ya, siap ngasih info 🎉
Pak saya sangat berminat PHD ilmu politik di Amerika. Mohon arahan dan apakah saya bisa berdiskusi dengan bapak? Atau ada ruang yang tersedia untuk saya bisa menghubungi bapak ? Salam 🙏
Sangat inspiratif. Menguatkan tekad saya untuk mengambil Ph.D di 2025
Senang bisa mendengar semangat yang sama melalui episode endgame ini.. saya sedang meniti karir di australia melalui skema skill di pabrik daging (meat factory). ini adalah salah satu pathway yang paling "low hanging fruit" untuk bisa meng-ekspor talenta2 tanah air untuk tunjuk gigi secara internasional. teman2 dari filipina sudah banyak sekali menapaki pathway ini. harapannya semoga ada kebijakan yang bisa mendorong dan selaras dengan skill2 yang dibutuhkan di australia.
Bagus kalau sudah ketemu celah nya. Semoga informasi ini menyebar utk teman2 di area Anda. Terima kasih utk sharing nya.
Suka banget kalau episode kayak gini🙌👏
Terimakasih konten yang sangat bermanfaat, Pak Gita dan Pak Haryadi, saya sanagat berminat dalam program phd dibidang machine learning terutama aplikasinya dalam bidang geoinformatics
Hampir semua bidang memakai AI/ML sekarang. Jadi anda harus tau tujuan departemen anda, misal saya rasa di geophysics? Dan lihat contoh2 paper, dan publikasi, apakah banyak kolaborasi internastional di antara authors nya, dlsb. Lalu lihat apakah riset nya bisa di lakukan secara remotely, misal dengan open data, open source. Semoga sukses.
Perbincangan yg luar biasa. 👏👏
Pak Gita, coba undang Dr. Arvin Gouw, dosen Stanford
prof har, thank you so much. you are such inspiring me. thank you juga kepada pak gita yg sudah memberikan konten sekeren ini, semoga makin banyak konten-konten seperti ini di bidang disiplin ilmu lainnya. sekali lagi terimakasih banyak prof har dan pak gita🤩
you're very welcome. my pleasure.
We proud of you Pak Hariadi, thanks for inspiring us
salam buat keluarga dr Solo
thankyou prof, keren banget! keep inspiring 🔥
ah, sayang saya sudah tua, AS is amazing!
ini podcast dgn content paling mind blowing menurut saya
Selalu Dinantikan Episode Terbarunya
Pak Gita undang akademisi teknik sipil dong
Bersyukur sekali, diketemukan video ini. Terima kasih kepada Pak Gita dan Pak Haryadi. Sharing yang luar biasa. Sangat menginspirasi dan menggerakkan. Terutama saya sebagai orang ibu. Membuka mata hati dan pikiran saya, tentang masa depan anak saya. Semoga hal yang sama, dirasakan juga oleh ibu-ibu yang lain, yang haus belajar dan punya mimpi untuk anak-anak mereka dapat menggali potensi di luar negri, yang akhirnya memberi manfaat bagi orang banyak.
Ada yang ingin saya tanyakan secara personal, jika anak saya suka dan berbakat di matematika, negara mana yang direferensikan oleh Pak Gita dan Pak Haryadi, sebagai tempat untuk menempuh jenjang S1? Terima kasih.. 🙏
Stanford, MIT and Cornell have solid faculty for their math studies. Peking and Tsinghua Unv are of course equally exceptional.
Selalu tercerahkan tiap kali nonton podcast endgame. Thank you Pak Gita untuk selalu semangat, tindakan dan inspirasi nya dalam mercerdaskan bangsa. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikan ganjaran di akhirat kelak.
Tips untuk cari publikasi dan cari professor yang sesuai dengan minat kita gimana Pak Gita atau Prof. Haryadi? Ada saran?
Prof saya dulu bilang teman baik saya adalah google, artinya kalau ada pertanyaan saya harus tanya ke google dulu, cari sendiri jawaban nya, setelah ber-jam2 tidak menemu jawaban nya baru minta nasihat langsung. Jadi banyak informasi sudah terbuka seperti google scholar, tinggal keyword search dan gampang dapat contoh publikasi. Tapi harus cari juga profesor yg memang terbuka utk kolaborasi internasional. Harus mencari juga diaspora di area anda utk mendapat info tambahan.
Terimakasih prof🔥
Pak Haryadi Gunawi
Prof..
Thank you for sharing your experiences and perspectives with such humility and simplicity.
Tolong sering2 sharing kyk gini Prof
Very relatable in almost every aspects mentioned
Proficiat buat Prof Har 👏🏻👏🏻👏🏻
oke udah rangkum semua jawaban dari komen2 ke prof. Haryadi 🙌🏻 Happy Working Guys !..
Permisi, ini mungkin saya telat untuk men komen ini, dan bahasa saya terdengar kasual dan rakyat biasa, tapi saya sangat ingin kuliah di luar negeri S1, saya cuman lulusan SMK, dan tertarik ke jurusan teknik atau jaringan, saya sangat ingin dibantu untuk kuliah di luar neger, panduan/peluang apapun akan sangat membantu saya, saya belum memiliki uang yang banyak dan knowledge yang banyak,tapi saya sangat berkeinginan, saya mau bekerja keras untuk kesana, tapi saya masih bingung bagaimana cara meng apply nya, terimakasih banyak telah mendengar cerita saya, have a nice day buat semuanya😊
BUKAN SEPI PEMINAT.. SYARATNYA YG WOW
perkenalkan saya mahasiswa tahun pertama PhD Epidemiology di Thailand
Saat memutuskan menempuh PhD ini,terkadang saya bertanya nanti setelah tamat akan membuat perubahan apa, dan akan bermanfaat untuk orang sekitar seperti Apa.
Sebagai latar belakang, saya belum menemukan fokus area saya, dimana jurusan s1 dan s2 saya berbeda, namun PhD kali ini sama dengan jurusan S1.
Setelah menonton podcast Anda, saya menjadi sadar bahwa kita perlu untuk berpikir lebih besar, melalui teleskop, karena ada banyak pilihan yang ada
Apakah Anda ada saran untuk saya mengenai hal ini, dan apa menurut Anda yang menjadi hal yang selalu Anda pegang untuk bisa menjadi seperti saat ini?
Output S2 dan S3 ya jadi Peneliti/ilmuan
Kalau mau PhD, menurut saya harus punya mental "creator". Jadi kalau lulus bukan pasif saja. Harus bisa lihat 3-5 tahun kedepan kemana. Pilih area riset juga tidak bisa hanya karena "suka". Saya tau teman yg "suka" matematika, tapi pas PhD di matematika kesusahan. Lulus PhD kalau pulang Indo juga mental nya tidak bisa berharap banyak yg apresiasi, tapi harus mental creator. Contoh, salah satu brand earth-friendly straws yg kita pakai di cafe2 di Indo, itu core material nya ditemukan oleh teman dari teman saya, dan orang tsb. sudah punya PhD. Jadi dari bekal penelitian tersebut bisa jadi produk. Kalau kita tidak punya core STEM, kita jadi negara pasar saja, tapi tidak ada inovasi.
terimakasih pencerahannya Prof @@prof.har.uchicago. Sangat beruntung langsung dijawab oleh Bapak. Mohon doanya juga pak, saat ini saya dalam proses mengembangkan proposal riset saya, dan saya beruntung diberi nasihat oleh bapak di tahun pertama di PhD jadi saya akan merubah mindset, belajar banyak hal dan membangun networking dengan baik. Prof saya di departemen mengatakan ke depannya big data akan semakin berkembang dan sangat banyak dipakai dalam bidang kesehatan. Saya akan mempersiapkan diri untuk itu, belajar dan meningkatkan skill.
Klau di indonesia tdk seperti as,,di as klau koas spesialis di gaji oleh propesor univesitas sampai tamat spesialis.
terimakasih banyak untuk insight nya..
lagi belajar data science sambil dengerin podcast ini jadi tambah semngat.. thanks a lot pak gita dan prof har
Big Thanks Bpk Gita dan Prof.Har untuk content dan informasi yang sungguh menginspirasi...Saya accountant usia 36 tahun dan so far sudah pernah bekerja in some company, dan di hati kecil saya berkeinginan sekali untuk bisa belajar mengexplore melanjutkan pendidikan. Izin bertanya Prof.Har untuk Non-STEM sendiri atau area lain apakah juga terdapat combopath seperti halnya di bidang bapak? Terimakasih
Merah putih biru tambah bintang 🤣
Thanks Prof. Haryadi
Banyak yang tidak tahu bahwa dengan S1 saja kita bisa langsung masuk ke PhD di Amerika dan "International PhD" di Eropa dan berbagai negara lainnya. Yang penting kita memiliki persyaratan utama yaitu pengalaman riset (research experience)...Karena program mereka 5-6 tahun, dan di tahun 1-2 ada ambil mata pelajaran layaknya di program S2. Semua program seperti ini biasanya selain TUITION WAIVED (uang sekolah tidak perlu dibayar) kita juga mendapatkan STIPEND ("gaji" sebagai RA research assistant dan tergantung institusi TA teaching assistant)
S2 di Amerika tidak ada yang gratis selain kita mendapatkan beasiswa.
Menurut saya S2 hanya untuk:
1. Orang yang mau memperdalam di satu bidang tapi tidak suka riset/mau langsung masuk ke industri
2. Orang yang mau meneruskan ke PhD tapi kurang pengalaman riset. (Untuk orang Amerika mereka beruntung ada program post-bac yang dibayar).
Untuk yang ke 2 saya lebih menyarankan kerja atau volunteer (2-3 tahun) di mana kita bisa mendapatkan pengalaman riset.
Setahu saya kebanyakan PhD di Amerika tidak terima mata kuliah transfer... jadi walaupun anda memiliki S2 di bidang yang sama (selain di institusi yang sama) anda tetap akan menjalankan programnya 5-6 tahun.
Luar biasa Pak Gita 👍🏻
Menarik banget😢, informasinya yang sangat mahal sekali.. cuman memang belum kesentuh
Wah mantab Pak bisa jadi enjoy naik kereta nanti nih. sip download
20:50 gokil
Saya dahulu juga bersekolah di luar negeri, sayangnya Indonesia adalah salah satu yang paling sedikit mahasiswanya dibandingkan dengan mahasiswa dari negara lain. Di kampus saya lebih banyak orang Vietnam, Taiwan, India, dsb ketimbang orang Indonesia.
Sangat Menarik topik hari ini. Mohon izin untuk berpendapat, kenapa banyak mahasiswa di Indonesia kalau ditanya mengenai PhD pasti akan jadi Dosen. Karena, pada dasarnya sedikit sekali perusahaan yang ada di Indonesia yang hire orang dengan gelar PhD. Sehingga, Mau tidak mau, lulusan PhD yang berkarir di Indonesia mungkin 90% akan berkarir di dunia pendidikan. Selain itu, sistem Indonesia yang masih berkaitan ORDAL masih menjadi issue juga.
Semoga kedepannya sistem di Indonesia akan menjadi lebih baik dan banyak lulusan PhD Indonesia yang semakin berkualitas.
Dan semoga saya juga mendapatkan kesempatan untuk menempuh PhD segera. :)
Amin. Memang cerita2 tentang lulusan PhD itu tidak muncul. Yg menyebar yah cerita2 jelek, seperti tidak dapet kerja dlsb. Kalau mau PhD, menurut saya harus punya mental "creator". Jadi kalau lulus bukan pasif saja. Harus bisa lihat 3-5 tahun kedepan kemana. Pilih area riset juga tidak bisa hanya karena "suka". Saya tau teman yg "suka" matematika, tapi pas PhD di matematika kesusahan. Atau yg lulus PHD matematika tapi tidak dapat "dream job" jadi kerja jadi software engineer. Lulus PhD kalau pulang Indo juga mental nya tidak bisa berharap banyak yg apresiasi, tapi harus mental creator. Contoh, salah satu brand earth-friendly straws (sedotan) yg kita pakai di cafe2 di Indo, itu core material nya di design oleh teman dari teman saya, dan orang tsb. sudah punya PhD di area kimia / teknik kimia / material. Jadi dari bekal penelitian tersebut bisa jadi produk. Jadi sebenarnya ada outlet nya, cuman banyak yg belum bisa lihat.
@@prof.har.uchicago waahhh sangar setuju sekali dengan kata2 "CREATOR", semoga para PhD Dari Indonesia bisa mrnjadi seorang creator Di bidang mereka masing2, terimakasih atas insightsnya professor... Sehat selalu
Thanks to Pak Gita and Pak Haryadi for the insightful podcast, it's opening my mind for continuing as post-doc in US.
I would like to ask a question about for becoming a post-doc in US. Now, I just started my PhD in Chulalongkorn University, Thailand and after graduate, I have planned to take a post-doc in US. Is it possible for non-US graduated to be a post-doc in US and how likely is it?
Best regards
Chulalongkorn adalah univ bagus di thailand. Selamat. Salah satu murid phd saya dulu lulusan dari sana juga. Utk postdoc anda harus masuk dari komunitas anda, dari area anda. Harus tanya profesor/advisor anda di univ anda, tanya langsung, di amerika kira2 profesor dimana yg kenal beliau. Minta tolong profesor anda email ke kenalan dia di amerika jika ada. Seperti di podcast ini, saya bilang 2x, akademisi nggak ada bedanya dengan berbisnis, ini perlu koneksi (dalam arti positif). Tidak bisa apply asal-asalan ke tempat yg tidak tahu profesor anda. Jadi jawaban nya possible, dan probabilitias nya itu tergantung seberapa gigih anda dan profesor anda mencari celah. Anda juga harus masuk ke situs2 profesor di Amerika di area anda satu-satu! Dan anda harus lihat yg lagi buka postdoc siapa. Semoga berhasil.