Di era Orde baru daya tampung SMP dan SMA 12-17 kelas dengan rasio SMP 48 siswa per kelas dan SMA/SMK 44 siswa per kelas, tetampi itu berdasarkan aturan dari Kemensiknas. dulu yang berdasar pada UU siksiknas. untuk mencapai hal itu tentu harus ada penambahan Unit Sekolah Baru (USB SMP dan USB SMA/SMK sebagai cikal bakal tentu menjadi beban untuk pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota. Akalau utu bisa SPMB tentu tidak akan ada masalah dan berjalan sesuai keinginan nasyarakat. Apapun sistim yang dianut jika daya tampung di tingkat SMP,SMA/SMK terbatas dan tidak sesuai jumlah kulusan dari SD yang mau je ke SMP dan lulusan SMP yang mau ke SMA dan SMK.itulah yang menjadi persoalan utama stiap SPMB tidak seimbangnya lulusan dengan daya tapung sekolah negeri. Masyarakat sekarang masinh Negeri maunded karena faktor kemampuan ekonomi, karena sekolah swasta tudak terjangkau masyarakat kecyali yang masyarakat berkemampuan ekonomi.
Kuota penerimaan kan berdasarkan daya tampung.kalau daya tampung diperluas tentu daya tampung penerimaan akan menambah kuota. Intinya daya tampung diperbanyak, persialannya terbatasnya daya tampung di setiap satuan pendidikan negeri SMP dan SMA/SMK. Pemerintah tentu harus menambah daya tampung tiap satuang pendidikan
Ada yang lebih penting daripada prosespenerimaan murid baru, tapi adalah proses belajar mengajar dan pendidikannya...coba lihat itu Pak Menteri kelas 3 SD belum bisa membaca lulus SD Pancasila nggak hapal Indonesia raya nggak hapal lulus smp malah tawuran lulus SMA gurunya dipukulin. Pendidikan macam apa ini
Inilah yang terjadi kalau sistem pendidikan di politisasi.....ganti menteri ganti sistem dan kurukulum,,seolah2 ingin menunjukkan bahwa menteri tersebut bisa dan sudah bekerja serta layak di tunjuk menjadi menteri......ujung2nya yang pusing dan kelimpungan dari pergantian kebijakan dan sistem tersebut adalah masyarakat khususnya para orang tua serta calon siswa/siswi.....PARAH.
Ganti mentri ganti sistem pendidikan duuuh. PPDB jadi SPMB, Zonasi jadi Domisili, Libur Lebaran jadi Belajar Ramadhan dirumah. Lama2 fikinisasi ni mentri
Di era Orde baru daya tampung SMP dan SMA 12-17 kelas dengan rasio SMP 48 siswa per kelas dan SMA/SMK 44 siswa per kelas, tetampi itu berdasarkan aturan dari Kemensiknas. dulu yang berdasar pada UU siksiknas. untuk mencapai hal itu tentu harus ada penambahan Unit Sekolah Baru (USB SMP dan USB SMA/SMK sebagai cikal bakal tentu menjadi beban untuk pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota. Akalau utu bisa SPMB tentu tidak akan ada masalah dan berjalan sesuai keinginan nasyarakat. Apapun sistim yang dianut jika daya tampung di tingkat SMP,SMA/SMK terbatas dan tidak sesuai jumlah kulusan dari SD yang mau je ke SMP dan lulusan SMP yang mau ke SMA dan SMK.itulah yang menjadi persoalan utama stiap SPMB tidak seimbangnya lulusan dengan daya tapung sekolah negeri. Masyarakat sekarang masinh Negeri maunded karena faktor kemampuan ekonomi, karena sekolah swasta tudak terjangkau masyarakat kecyali yang masyarakat berkemampuan ekonomi.
Kuota penerimaan kan berdasarkan daya tampung.kalau daya tampung diperluas tentu daya tampung penerimaan akan menambah kuota. Intinya daya tampung diperbanyak, persialannya terbatasnya daya tampung di setiap satuan pendidikan negeri SMP dan SMA/SMK. Pemerintah tentu harus menambah daya tampung tiap satuang pendidikan
Ada yang lebih penting daripada prosespenerimaan murid baru, tapi adalah proses belajar mengajar dan pendidikannya...coba lihat itu Pak Menteri kelas 3 SD belum bisa membaca lulus SD Pancasila nggak hapal Indonesia raya nggak hapal lulus smp malah tawuran lulus SMA gurunya dipukulin. Pendidikan macam apa ini
Kelas 3 SD belum bisa membaca sih masih biasa. Fakta di lapangan ada anak kelas 8 (kelas 2 SMP) belum bisa membaca. 😄
ya sabar lah, kan harus perlahan. penerimaan muridnya dlu yg dibenarkan biar merata, baru sistem mengajarnya.
Inilah yang terjadi kalau sistem pendidikan di politisasi.....ganti menteri ganti sistem dan kurukulum,,seolah2 ingin menunjukkan bahwa menteri tersebut bisa dan sudah bekerja serta layak di tunjuk menjadi menteri......ujung2nya yang pusing dan kelimpungan dari pergantian kebijakan dan sistem tersebut adalah masyarakat khususnya para orang tua serta calon siswa/siswi.....PARAH.
Ganti mentri ganti sistem pendidikan duuuh. PPDB jadi SPMB, Zonasi jadi Domisili, Libur Lebaran jadi Belajar Ramadhan dirumah. Lama2 fikinisasi ni mentri
tingkatkan kwalitas nya
Istilahnya pake jarak baru pas
susah klo mentri² titipan partai
Di bikin mumet tapi kualitas pendidikan gak juga naik.
Udahlah paling bagus itu di jaman orba gak ribet
kasihan masyarakat.... jadi bahan ujicoba ide-ide tak jelas..... 🤣🤣🤣