Waduh bre ini juga relate sama kehidupan saya sekarang yang lagi kuliah di jurusan hukum di kampus swasta di kota sendiri. Saya kuliah ambil kelas eksekutif yang isinya orang-orang kantoran yang nyari titel, naik pangkat, sama nambah gaji dari naik pangkat. Saya juga mau mengomentari beberapa hal dari video ini. Point pertama, yes bener banget kalau kuliah di jurusan hukum gak selalu terkait jadi pengacara, hakim, dan lain sebagainya. Karena pada akhirnya ketika lulus, tidak semua akan bekerja linier sesuai dengan jurusan yang pernah dipelajari sebelumnya. Karena selain dari persaingan yang ketat di dunia kerja, orang juga akan dihadapkan terkait kemampuan/kecakapan dari pengetahuan selama perkuliahan apa saja yang sudah dipelajari. Kalau dirasa gak mampu atau tidak memenuhi standar ya bakal dicuekin alias gak dipake. Point kedua, tidak jauh beda dengan argumen saya yang pertama. Seseorang akan dipakai/dipekerjakan bila disebut mampu/cakap/memiliki pengetahuan dan skill yang sesuai standar. Dalam hal ini kita berbicara terkait menjadi seorang publik speaker. Alumni hukum juga harus mampu karena semisal ada klien yang pakai, kita harus mampu menjadi jubir mereka di depan pers. Kalau masih menjadi mahasiswa ya paling gak ya aktif. Entah aktif bertanya atau menjawab sebagai interaksi dengan dosen. Atau aktif melihat masalah yang sering terjadi di masyarakat. Bukan karena untuk mencari nilai tambah, tapi lebih kepada bisa menjadi problem solver atau penengah dari setiap masalah untuk diterapkan di lingkungan masyarakat. Point ketiga, yes ini juga benar. Mahasiswa maupun alumni hukum gak perlu hafal semua pasal yang ada di KUHAP. Cukup pasal yang paling umum/sering muncul di masyarakat entah itu terkait perdata maupun pidana. Bahkan level profesor pun mereka juga gak hafal isi dari KUHAP atau UU yang lain. Yang penting sesuai dengan bidang/konsentrasi yang diambil, itu aja. Point keempat, nah ini juga.. sayangnya kok bener lagi. Ini buat yang minat konsentrasi di hukum perdata wajib tau kaya di hukum perjanjian, jaminan, bahkan agraria wajib paham. Soalnya itu problem umum yang artinya bakal kepake terus. Point kelima, kalau yang ini gak selalu begitu. Kalau aktivis ini berlaku buat mahasiswa atau alumni yang semasa kuliah lebih sering nyempetin buat ikut organisasi atau memiliki jam terbang tinggi di lingkungan sekitar seperti kegiatan sosialisasi/penyuluhan. Demo juga biasanya gak bakal gak ikut, mesti ikut. Entah itu di daerah masing-masing atau sampai jauh-jauh ke kota sebelah buat menyuarakan aspirasi rakyat. Itu tadi berdasarkan dari pengalaman saya di kampus yang sekarang dengan anak-anak di jurusan hukum. Walau gak se lama di psikologi, tetapi di jurusan hukum juga ada kesan tersendiri. Kalau ada salah penafsiran atau bahasa kurang sopan boleh dikoreksi (komen) karena saya masih belajar juga alias belum lulus di jurusan hukum.
Waduh bre ini juga relate sama kehidupan saya sekarang yang lagi kuliah di jurusan hukum di kampus swasta di kota sendiri.
Saya kuliah ambil kelas eksekutif yang isinya orang-orang kantoran yang nyari titel, naik pangkat, sama nambah gaji dari naik pangkat.
Saya juga mau mengomentari beberapa hal dari video ini.
Point pertama, yes bener banget kalau kuliah di jurusan hukum gak selalu terkait jadi pengacara, hakim, dan lain sebagainya. Karena pada akhirnya ketika lulus, tidak semua akan bekerja linier sesuai dengan jurusan yang pernah dipelajari sebelumnya. Karena selain dari persaingan yang ketat di dunia kerja, orang juga akan dihadapkan terkait kemampuan/kecakapan dari pengetahuan selama perkuliahan apa saja yang sudah dipelajari. Kalau dirasa gak mampu atau tidak memenuhi standar ya bakal dicuekin alias gak dipake.
Point kedua, tidak jauh beda dengan argumen saya yang pertama. Seseorang akan dipakai/dipekerjakan bila disebut mampu/cakap/memiliki pengetahuan dan skill yang sesuai standar. Dalam hal ini kita berbicara terkait menjadi seorang publik speaker. Alumni hukum juga harus mampu karena semisal ada klien yang pakai, kita harus mampu menjadi jubir mereka di depan pers. Kalau masih menjadi mahasiswa ya paling gak ya aktif. Entah aktif bertanya atau menjawab sebagai interaksi dengan dosen. Atau aktif melihat masalah yang sering terjadi di masyarakat. Bukan karena untuk mencari nilai tambah, tapi lebih kepada bisa menjadi problem solver atau penengah dari setiap masalah untuk diterapkan di lingkungan masyarakat.
Point ketiga, yes ini juga benar. Mahasiswa maupun alumni hukum gak perlu hafal semua pasal yang ada di KUHAP. Cukup pasal yang paling umum/sering muncul di masyarakat entah itu terkait perdata maupun pidana. Bahkan level profesor pun mereka juga gak hafal isi dari KUHAP atau UU yang lain. Yang penting sesuai dengan bidang/konsentrasi yang diambil, itu aja.
Point keempat, nah ini juga.. sayangnya kok bener lagi. Ini buat yang minat konsentrasi di hukum perdata wajib tau kaya di hukum perjanjian, jaminan, bahkan agraria wajib paham. Soalnya itu problem umum yang artinya bakal kepake terus.
Point kelima, kalau yang ini gak selalu begitu. Kalau aktivis ini berlaku buat mahasiswa atau alumni yang semasa kuliah lebih sering nyempetin buat ikut organisasi atau memiliki jam terbang tinggi di lingkungan sekitar seperti kegiatan sosialisasi/penyuluhan. Demo juga biasanya gak bakal gak ikut, mesti ikut. Entah itu di daerah masing-masing atau sampai jauh-jauh ke kota sebelah buat menyuarakan aspirasi rakyat.
Itu tadi berdasarkan dari pengalaman saya di kampus yang sekarang dengan anak-anak di jurusan hukum. Walau gak se lama di psikologi, tetapi di jurusan hukum juga ada kesan tersendiri.
Kalau ada salah penafsiran atau bahasa kurang sopan boleh dikoreksi (komen) karena saya masih belajar juga alias belum lulus di jurusan hukum.
uyyy..🤘
Saya kira mahasiswa hukum bisa menghindari salah satu pelajaran yang paling sulit di dunia 😐
Yakaaan sama kukira juga gituu :(((
😀
Gw punya temen anak hukum wibu, katanya dia lulus pengen jadi ASN