Minggu Keabadian
Вставка
- Опубліковано 27 лис 2024
- Fanörötödö simate, fanörötödö fa’amate, fanörötödö fa’auri si lö aetu adalah 3 istilah yang cukup dekat di alam pikiran orang Kristen - Ono Niha. Ketiga istilah ini digunakan secara bebas untuk menunjuk momen yang sama yaitu Minggu Keabadian, yang jatuh pada minggu terakhir dari siklus kalender gerejawi atau seminggu sebelum minggu adven yang merupakan awal tahun kalender gerejawi.
Minggu Keabadian atau yang dinamakan juga Minggu Kristus Raja memiliki sejarah yang panjang. Ini erat sekali kaitannya dengan hari raya semua orang kudus dan hari raya arwah. Sebagaimana kita ketahui sejak abad pertama kekristenan mengalami penganiayaan yang begitu hebat terutama dari kekaisaran Romawi. Banyak orang Kristen yang mati dibunuh. Jenazah para martir ini umumnya dimakamkan di lobang-lobang dinding katakombe - katakombe adalah semacam goa bawah tanah yang memiliki banyak lorong. Di tempat itu juga orang-orang Kristen yang masih hidup bersembunyi dan melangsungkan ibadahnya secara diam-diam. Kemudian mulai abad ke-4 katakombe digunakan sebagai tempat memperingati para martir yang telah mati - inilah cikal bakal hari raya semua orang kudus. Dan di akhir abad ke-6 katakombe menjadi pusat kehidupan gerejawi. Pada masa itu gereja menyadari adanya ikatan spiritual antara mereka dengan orang-orang kudus yang telah meninggal. Suasana katakombe dimana para martir disemayamkan menguatkan kesadaran itu. Ini menginatkan kita Ibrani 11 tentang keberadaan saksi-saksi iman yang telah mendahului kita, dan Ibrani 12:1 mengatakan demikian: “… kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita...”
Apakah ikatan spiritual ini sama dengan sinkritisme? Apakah ini penyembahan terhadap roh-roh orang mati? Tentu saja bukan. Mari kita melihata bagian ketiga teks Pengakuan Iman Rasuli yang berbunyi: Aku percaya kepada Roh Kudus. Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus. Frasa persekutuan orang kudus dalam bahasa Latin disebut communio sanctorum yang menegaskan kesinambungan persekutuan umat Tuhan dari segala zaman yang terpusat pada Kristus. Kristus menjadi simpul dari ikatan spiritual antara orang-orang beriman yang masih di dunia dengan orang-orang beriman yang telah bersama Tuhan. Realitas persekutuan ini tidak sama dan tidak melibatkan penyembahan terhadap orang mati. Oleh karena itu boleh dikatakan hari raya semua orang kudus merupakan wujud kesadaran adanya persekutuan seluruh umat Tuhan dari segala zaman - bukan sinkritisme.
Pada abad ke-9 gereja-gereja di Inggris mulai memperingati hari raya semua orang kudus pada awal November. Lalu tahun 1816 gereja-gereja Lutheran di Jerman memperingatinya pada minggu terakahir kalender gerejawi. Dan singkatnya tradisi ini diteruskan oleh orang-orang Kristen suku Nias khususnya yang berlatar belakang gereja Lutheran seperti gereja BKPN. Dari sinilah kita mengenal istilah fanörötödö simate, fanörötödö fa’amate, fanörötödö fa’auri si lö aetu yang selalu ditandai dengan ziarah dan aktivitas membersihkan kuburan keluarga beberapa hari sebelumnya.
Istilah fanörötödö simate yang berarti peringatan akan orang mati yaitu mereka yang mati di dalam Tuhan dekat sekali dengan istilah hari raya semua orang kudus atau hari raya arwah. Namun latar belakang suku Nias yang pernah mempraktekkan penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang sebelum mereka menjadi Kristen membuat istilah fanörötödö simate bisa tergelincir, disalah pahami seolah-olah orang Kristen-Nias diperbolehkan berkomunikasi dengan mereka yang sudah meninggal - faktanya saat ziarah kuburan tidak jarang ada yang mendoakan orang mati atau sebaliknya memohon doa dari orang mati. Jelas ini salah.
Karena potensi bahaya ini maka gereja-gereja Nias memakai istilah lain yaitu fanörötödö fa’amate yang artinya peringatan akan hari kematian. Pesan dari istilah ini hendak mengingatkan setiap orang yang masih hidup akan hari kematiannya - hari dimana ia akan menyusul saudara-saudara seimannya yang telah mendahuluinya. Dan istilah terakhir yang digunakan adalah fanörötödö fa’auri si lö aetu artinya peringatan kehidupan kekal. Istilah ini melampaui pintu kematian, mengatasi alam kubur. Fanörötödö fa’auri si lö aetu mengarahkan kita pada tujuan akhir dari seluruh umat Tuhan baik yang masih hidup maupun mereka yang telah meninggal, yaitu kehidupan kekal bersama Krsitus sang Raja.