"'Indigenous' and the Islamic Archipelago System" | Ustadz Muhammad Jazir, ASP. | Q&A KPI
Вставка
- Опубліковано 3 жов 2024
- Coverage of the question session of the Islamic Political Studies "'Indigenous' and Nusantara Islamic System" with Ustadz Muhammad Jazir, ASP. on Sunday, October 22, 2017 at the Jogokariyan Mosque, Yogyakarta.
***
Support and follow Pro-U Media for the latest updates!
Facebook (facebook/proumedia)
Twitter (@proumedia)
Instagram Pro-U Media (@proumedia)
Instagram Pro-You Channel (@prouchannel)
ustadz jazir adalah manusia muslim baik yang amat langka....
segeralah prinsip2 nya dan prestasinya di cloning dan di terapkan oleh muslim seindonesia bahkan sedunia.....
hatrunuhun ustadz jazir.....
Mantap tausyiah beliau. Sebagai warga Jogja , saya bangga dan sangat setuju dengan tausyiah beliau. Jogja istimewa.....
Kami sangat menghargai saudara2ku dari eknis thiongwa, dan saling menghormati keberadaannya. Khusus persoalan kepemilikan atas hak tanah, kita semua harus patuh pada aturan yg berlaku di DIY, yg telah dikeluarkan Oleh Sinuwon Sri Sultan HB, baik ke IX maupun ke X.
Jan Muantebb bgtt Ceramah Nya Ustadz ini saya Bangga sekali jarang ada Ustadz Yg berani Seperti Ustadz Muhammad Jaffar, Semoga Allah SWT selalu menjaga Dan Melimpahkan Rahmat Nya Amiiiin....
Muhammad Jazir
Makin jelas siapa yg mencintai negri ini secara tulus. Dan siapa yg numpang makan dan merampok
Makin jelas siapa yang goblok
Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
Semoga ustadz sehat selalu untuk meluruskan yang ustad katakan di tahun 2017 ini,,, ini gak smw salah dan gak semua benar, logikanya kacau, ini bisa menumbuhkan kebencian ras yg sudah sangat sensitif di Indonesia, dongeng sejarahnya banyak berlubang dan gak berimbang,,,,tolong teman2 netizen lebih bijak dan mencari sumber lagi agar tidak hanya dri satu sisi dri sang ustadz ini....sy orang Bugis yg lahir besar dibali dan kami smw bergaul dgn sama bahkan ada dri tionghoa itu yg beragama muslim jg.
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Skrg aset2 Indonesia banyak digondol keluar negeri oleh mrk2 yg punya 2 kewarga negaraan ini.
Makin terbukti kebenaran sejarah yg disampaikan pak ustadz
@Mata Duitan mksd e ki opoo..
@Mata Duitan mksd e opoo?
Kirim2 link gak jelas.
Nama akun mu sendiri menggambarkan kaum penjilat budak China....pokoknya duit, apapun ok...ya nggak bro?😀
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
@@boyfanplaceswift1886 Anda benar. Maka perbedaan ttg kewarganegaraan ini juga menggambarkan ttg nasionalisme warganya... 👍👍
Warga keturunan manapun, klo dia hidup di sebuah negara, haruslah menjadi warga negara tersebut dan membela kepentingan negara nya (harga mati). Bukan membela negara nenek moyang nya, dg menggondol aset negara nya ke luar negeri misalnya...
Alhamdulillah banyak mendapat ilmu dari Ust. M Jazir
Mantab Betul Ustadz, baru tahu sejarahnya kami hal " Pribumi " dan " Non Pribumi ". Terima Kasih
Cerdas, kritis dan berani. Pantas saja masjid Jogokaryan begitu fenomenal!
Penjelasan sejarah yg sangat jelas dan logis.
Subhanallah ustad diberkahi sehat terus oleh Allah SWT, pencerahan agama dan sejarah sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia saat ini
Jadi anda mau belajar sejarah yg sudah diputarbalikan, dibuat", dari sumber yang tidak jelas? Itu sebabnya banyak muslim" beriman dan berotak bengis. Karena dijejali ceramah" pemecah belah. Semua ucapan dia ttg tionghoa itu saja sudah jelas karangan dia, tidak ada satupun yg disebutkan di ceramah tadi tertulis di notulen yg dia klaim punya itu, Belajarlah islam dari ustadz yg benar. Agar anda lebih berpengetahuan, lebih bijak dan lebih beretika.
Yang anda maksud muslim berotak beriman dan berotak bengis siapa?
Alhamdulillah...baru tahu sejarah... info ini sangat bermanfaat untuk anak muda
@MichaelHart96Official
Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
Sampaikan terus pak ustat Jogokaryan penting itu
Sekarang ini ada orang yg tidak baik baik saja dengan warga keturunan Arab
nderek nyimak pk kiyai
Allohu Akbar
sejarah ini yg gk pernah disampaikan waktu sy msh sekolah....
Dan ada jangan menelan mentah-mentah
Cari tau lg lebih dalam
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
@@dwisantoso6694 Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinus bukan ius solli kayak cina
Semoga Gus Pleret dengar ini
Alhmdulillah.allah.buka.rahasia.negara.Amin
Ooooo.... Baru tahu ini saya... Terimakasih pak Jazir atas informasinya ini...
Terkuak sejarah sebenarnya, kenapa asimilasi Arab lebih diterima melebur sebagai bangsa indonesia
Matur suwun infone pak kyai
Yg habis nonton video ADE ARMANDO..
Fix ceramah yang berbahaya
Betul pak ustad....sy pernah bekerja pada mereka...mereka membanggakan negara mereka...tdk merasa indonesia.walopun ada beberapa orang yg nasionalis..
Matur nuwun Ustadz
Bener sekali...kebijakan gubernur diy atau sultan mhn dpt diterapkan juga utk kasus rempang batam, kalimantan-ikn atau kasus di morowali....merdeka..salam.
Hebat kyai. Cendekiawan
Yah itulah sejarah.
Klo keberatan adakan seminar atau gugat dipengadilan biar fair.
Mantab pak kyai
Negeri RRT memang menganut asas kewarganegaraan berdasarkan keturunan (ius sanguinis) jd semua org keturunan RRT di manapun berada sejatinya adalah warga negara RRT termasuk yg ada di Indonesia & sudah jadi WNI sekalipun, oleh krna itulah rasa nasionalisme mereka patut dipertanyakan dan menurut saya adalah suatu kebodohan kita sbg pribumi kalau sampai mjdikan mereka sbg pejabat publik(negara).
Ngak ada RRT ada nya RRC...republik rakyat cina
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
@@selobaplang8187 tiongkok
Betul pak aku setuju klu warga non pribumi ngga boleh miliki tanah di indonesia
Kenapa tidak boleh memiliki tanah, apa yg anda bisa buktikan kalau anda asli pribumi di Indonesia!!?? Jogjakarta dan Aceh adalah seperti negara yg berada di dalam negara. Ingin punya aturan keadministrasian sendiri. Oleh sebab itu, dulu Soeharto memerangi aceh, karena dasarnya adalah penolakan peraturan dan system negara kesatuan RI.
Sayap Patah Jangan hanya etnis Tinghoa ntu Abah2 arab gk ada sekarahmya mereka maua ada percampuran pernikahan, chinese masih mending mau nikah sama pribumi.
@@eddytb baca sejarah. Bro. Kenapa ada daerah istimewa.
@@aryadelta7945 dari komen anda ketahuan ga nonton video secara utuh. Atau gagal paham. Cina itu sombong.
Ya boleh . China bl tanah mahal .beli tanah saya boleh . Bkn pabrik oppo 27 pribumi bekerja. Kota nya jd ramai . Silahkan boleh di magelang
Liem koen Hian adalah tokoh Tionghoa yg sangat berjasa untuk kemerdekaan Indonesia
Bahkan beliaulah yg mengibarkan semangat nasionalisme Indonesia untuk mengusir penjajah Belanda..
Juga koran sin po lah yg memuat pertama kali lagu Indonesia raya
Karena wr Supratman adalah wartawan di koran sin po...
Jadilah warga negara yg cerdas dan mencintai bangsamu...
Jangan mudah percaya sama provokasi yg menganut sistem Belanda
Memilah dan memecah belah suku ras dan golongan. ...
Buktinya yg korup trilyunan itu keturunan cina. Fakta. Mereka serakah.
Bahwa ada cina yg baik memang ada.
Tp yg masih jiwa materialistis dan berhaluan komunis itu bahaya untuk bangsa ini.
adu data kalian di pengadilan,,jgn cuma ngomong di sosmed...klu cuma di sosmed hanya mempengaruhi opini masyarakat bukan untuk mencari kebenaran
Konon Lim Koen menolak sbg WNI dan mati sebagai WNA. Tapi sya yakin jika warga keturunan yg sdh Islam mereka sdh nasionalis, mereka pasti cinta lahir bathin kpd Indonesia.. maaf jika tdk berkenan..
@@aminaberylstudio4280 ya kita jujur menilai apa ada nya...memang warga keturunan yg sdh muslim lah yg sebagian besar membaur dgn warga pribumi dan kami semua menganggap mereka adalah saudara...terlepas apapun agama nya klu mereka tidak membatasi diri mungkin tidak akan ada sekatan antara kita...harus nya saudara keturunan yg muslim bisa lebih berperan aktif lagi kedepan nya...semoga
Jangan Konan konon !!
Cek sejarah lagu Indonesia raya
Coba lihat video ade armando yang terkait soal masalah ini.. sy kira video ade armando yg lbh benar penjelasannya
Sependapat
Masalahnya, banyak yang gak suka ama dia :V
(Bukan aku -_-')
Edit:Bisa dibilang, sama seperti RG-Keduanya punya pendukung dan pembenci dalam jumlah banyak
Ade Armando selalu bicara fakta dgn logikanya
Sehingga tiap kali dilaporkan ke polisi selalu mentah
Orang bicara fakta tidak ada pelanggaran hukum nya
Wkwkwk ade armando
Ade armando... Lebih hebat..... Dan sangat mengerti sejarah
mantap ustatnya
Smart...
Wah cerita sejarah ini g di pelajaran sekolah dulu pak ustad
Apakah itu dr nu?
mannnnteb !!
btul.juga.apa..yg.ust.bilang.yaa.ALLAH.BRU.DENGER.CERMNAYA.TERSNTU.HTIKU.JTUH.CINTA.SEJRAH.INI
Sumirah Sukamdiustat dajel
Orang Tiong Hoa tidak mau bergabung dengan Pribumi??? ua-cam.com/video/cf7mCr43318/v-deo.html cek video ini..... Menangis saya melihat seekor manusia yang memutar balikan sejarah...Masih ingatkah berapakali Etnis Tionghoa di diskriminasi sejak jaman kolonial? Berapa kali Etnis Tionghoa dibantai, didiskriminasi, bahkan sudutkan oleh kalian ? Ingatkah kalian selalu mengambinghitamkan Etnis Tionghoa , spt pembantaian 1740,1948,1965,1998? BUKAN KAMI YANG TIDAK MAU BERBAUR , NAMUN KALIAN YANG SELALU MENYUDUTKAN KAMI APALAGI BERMAIN KEKERASAN..... A.R Baswedan itu berguru pada Liem Koen Hian seorang NASIONALIS TIONGHOA.... Manusia seperti anda tidak dibutuhkan di Indonesia yang sudab bulat bersatu1!1!1! SAYA TAU , ANDA MAU BANGSA INI PECAH , KAN?
Sabar ya pak Tan, dia sedang mengexpose dirinya sendiri, hare gene lagilah ada dua kewarganegaraan, konteks sejarah basi, masa itu baru selesai Perang Dunia II, baru negara baru terbentuk dan membentuk ya wajarlah beberapa Tionghoa kalau bingung berorientasi tidak spt sekarang yang mayoritas bulat setia NKRI, kenyataan lebih banyak kalangan Kadrunnya yang dasarnya pendengki, memusuhi minoritas karena menganut sempitnya versi agama mereka.
Plintar-plintir bolak-balik fakta dan sudah sepatutnya dilaporkan manusia Ustadz ini sebagai provokator penghasut kebencian SARA dan pembenaran diskriminasi.
Sabar Pak Tan.
Mari Kita Berdoa,
Ya Tuhan, Siapapun yg ingin mengganggu , menindas kaum minoritas dan siapapun yang mau memecah belah bangsa Indonesia (lewat media ceramah, media apapun itu), akan berurusan dengan Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa.
Dan satu persatu yg menindas kaum minoritas akan di permalukan AMIN.
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Belajar sejarah makanya
SAYA PRIBUMI
TAPI SAYA MENCINTAI SAUDARAKU YG BEDA ETNIK
SAYA NGEFANS SAMA DUO MINION
LAMA LAMA NGGAK RESPECT SAMA PENCERAMAH BERGELAR USTADZ
MEMUTAR BALIK FAKTA SEJARAH
DEMI KEPENTINGAN NYA
Bukan urusan saya.
Sejarah emang begitu kok sangsi
Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah ..
Sebagai perbandingan narasi yang berdasarkan bukti sejarah, silahkan tonton ua-cam.com/video/Gxo_GuFfYTI/v-deo.html
Hanya dengan mengatakan memiliki dokumennya, bukan berarti orang dapat menyampaikan analisis sejarah secara mendalam dan jujur ~ tanpa memotong bagian-bagian yang tidak sesuai dengan argumennya.
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
saya adalah seorang pribumi dulu saya bersekolah di sekolah yayasan budha di sana mayoritas tionghoa jumlah mereka sekitar 400 lebih sedangkan kami yg pribumi cuma sekitar 25 orang
5 orang pribumi kristen 20 orang pribumi islam
mereka menyediakan kami ruangan dan guru agama islam juga kristen
di sana juga kami belajar bahasa arab melayu
saat umat islam puasa mereka menutup kantinnya dengan kain
dan kepala sekolah ku yg orang tionghoa itu selalu mengingatkan kami untuk menghormati yg puasa setiap pagi dia memberi amanat seperti itu
saya ingat juga pak kepala sekolahku itu pernah bilang ke orang orang tionghoa "di sekolah jangan menggunakan bahasa tionghoa
kita tinggal di indonesia
kita bangsa indonesia
kalau ingin menggunakan bahasa tionghoa di rumah saja
jangan di sekolah
di sekolah gunakanlah bahasa indonesia yg baik dan benar"
tapi saat itu saya hanyalah anak SD
jadi saya tidak begitu paham
ternyata kepala sekolah saya punya rasa nasionalisme yg kuat
namanya pak Jurman
dia seorang tionghoa
saya masih ingat kata katanya
Dengerin Dan Simak Omongan Dari Ustadz Moh. Jazir, Tentang Kewarga Negaran Pribumi Dan Non Pribumi. Khususnya Pada Para Buzerp Dan Para Kader2 PDIP Dan Para Kader Partai Lainnya. Serta Para Penjilat Dan Pengkultus Rezim. Tentang Sejarah Pribumi. Dan Non Pribumi Di Indonesia. Jangan Asbun(Asal Bunyi) Alias Dongo Dan Kblinger Karena Buta Sejarah Indonesia. Tks, -
Pandailah cari guru, agar tak mudah di bodohi,jadikan Al Qur'an sebagai referensinya,agar tak ada keraguan.
Pertanyaan saya apakah uztadz Felix siaw Akan berseteru dengan uztadz Muhammad Yasir???
Hubungannya apa, kak?
@@proyouchannel felik cina goblog
..tulisan steno, Ustadz..suwun saget pinaringan ngangsu kawruh
:) ;)
Jangan asal mendengar
Mas
Ini jaman digital
Anda bisa telusuri sendiri sejarah kebenaran nya
Digoogle ada
Di arsip sejarah Indonesia juga ada
Silahkan baca artikel ttg sidang BPUPKI
silahkan pelajari peran partai Tionghoa Indonesia
Silahkan pelajari siapa Liem koen Hian
Anda pasti akan paham dgn sendirinya
Jangan malas untuk membaca...
Liputan6.com, Jakarta - Pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Senin 16 Oktober 2017 masih menjadi perbincangan hangat. Penyebutan "pribumi" dalam pidatonya menuai kontroversi.
Perdebatan perihal bermasalah atau tidaknya pidato itu bermunculan di berbagai media. Sebagian menyayangkan pernyataan Anies karena dikhawatirkan memicu perpecahan antar etnis atau ras.
Istilah ‘pribumi’ berasal dari kata ‘inlander’ yang berarti penduduk asli kepulauan Hindia Belanda. Sedangkan terdapat istilah golongan ‘Eropa’ untuk orang Belanda, Eropa non-Belanda, Jepang, Amerika dan Australia. Kemudian istilah golongan ‘Timur Asing’ digunakan untuk China, Arab, India, dan Pakistan.
Anies Baswedan merupakan cucu dari Abdurrahman Baswedan atau AR Baswedan yang merupakan pejuang kemerdekaan, diplomat, dan sastrawan Indonesia.
AR Baswedan lahir di Surabaya, 9 September 1908, dan merupakan peranakan Arab yang kala itu masuk dan golongan Timur Asing.
Keren...
Mantab ustadz....jazaakumullah khoiron katsiiron.
Mereka serakah ... Lihat berapa juta hektar lahan kita dikuasai oleh mereka sementara pribumi tanah buat bangun rumah aja tak ada, klo seluruh tanah Indonesia mereka kuasai baru mereka puas.
Tapi para elit penguasa malah memihak kepada mereka dan membuka pintu lebar2 buat mereka berkuasa ... akan bagaimana nasib bangsa dan anak cucu kita ke depan !!?
Sudah terlalu banyak binatang yang menjabat di lembaga pemerintahan.
Lah mereka beli dari anda2 kok , pemikiranya kok tolol bat ya anda
Hidup pribumi!
Pribumi iku di.mulai sebelumerdeka pakde atap. Cina itu orang aseng pk. De....
Saya orang jogjakarta
Tapi saya meragukan kealiman seorang jasir
Mantaaappp
Ustadz semoga selalu sehat :))))
Btul ustad.makanya mereka hanyabcari duit di indo trus nyimpan duitnya di dollar singapore.jual rokik diindonesia nabung di sipngapur.
Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
Sekarang perekonomian Indonesia di kendalikan oleh China
Ya Tuhan, Siapapun yg ingin mengganggu , menindas, dan menganiaya kaum minoritas dan siapapun yang mau memecah belah bangsa Indonesia (lewat media ceramah, media apapun itu), akan berurusan dengan Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa.
Dan satu persatu para penindas yang menindas kaum minoritas akan di permalukan. AMIN.
Jos loe dah dicuci otak ma ade armado
Belajar sejarah makanya
Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
ARSIP NASIONAL ...COBA TELUSURI APA YG DIKATAKAN USTAD INI BENAR ATAU HOAX..?
@@dwisantoso6694 lohh apakah anda tidak mendengar dgn jelas ceramah nya...pak ustad nya kan bilang sudah incraht...anda tau artinyakan...kenapa anda malah membangun opini yg menyesatkan...bukan nya anda ingin kita semua rukun??saya liat akun anda selalu mengcounter semua ulasan yg justru semakin membangun opini2 yg tidak baik...apakah anda niat nya benar2 tulus
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Belajar lagi sana biar tau
@@heryoneheryone3664 Apa indikator kita sudah belajar atau belum ?
lo udah baca komen gw ? sejarah bagaimana Etnis China tidak ingin jadi "Pribumi" ?
Vino ancen jamcuk .
negara indonesia beserta konstitusi nya itu berbasis Kebangsaan bukan Kewaganegaraan....Bangsa Indonesia lahir pada masa lampau, Sumpah Pemuda 1928 hanya menunjukan bahwa ada sekelompok muda mudi yang menyatakan bahwa mereka adalah putra dan putri dari bangsa indonesia, yang 17 tahun kemudian muda-mudi ini mengumumkan secara terbuka pernyataan resmi ke seluruh semsta alam (PROKLAMASI), bahwa bangsa indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan nya, jadi yang merdeka duluan adalah bangsa nya, yang juragan adalah bangsa nya, mengenai negara dan tetek bengek nya akan diatur dalam tempo sesingkat mungkin...siapa bangsa itu....lha itu yang dijelaskan ustad diatas...hehehe
Istilah pribumi dan non pribumi itu istilah apa ? Negri ini asal muasalnya egga berpenduduk, maka nya belajar sejarah jgn taggug2 wong jawa itu jg darimana asal muasalnya dan zaman perjuangan dulu susah senang dipikul bersama, egga ada tuh sistim pribumi non pribumi itu istilah manusia yg tdk bertihan alias komunis
Versi lenfkpnya min? Kok cm sepotong ??
Ini sesi tanya-jawab, kak. Video lengkapnya bisa disimak di sini: ua-cam.com/video/qeDHWea2GEE/v-deo.html
@@proyouchannel Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
ua-cam.com/video/cnpqiXH7LqI/v-deo.html
Emang ada yg salah dg tukang bakso n tukang becak. Menyinggung rasa para tukang bakso n becak. Sampai teriak2
Kamu belajar sama Soekarno yg mana
Yg namanya Soekarno banyak
Ada yg pendiri bangsa
Ada yg tukang pijat
Ada yg tukang becak
Ada yg tukang bakso
Kalau belajar bisnis bakso ya sama tukang bakso
Tapi kalau belajar ilmu politik sama Sukarno tukang bakso ya salah...harusnya kepada Sukarno pendiri bangsa
Masih belum bisa mencerna?
Kebangetan klo masih gak tahu
@@barasetyaki3559 setuju lurr
Kelihatan bahwa si penceramah tidak paham sejarah, sayangnya dia pegang microphone, sehingga bisa menyebarkan sesuatu yang salah. Masyaallah..🙏
Waduh tirta jgn hina ustad kami.ade armando itu buzzer
Belajar sejarah dg baik jangan asal nyinyir. Bagaimana bisa mmebuat eksepsi di MA
Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
Tapi kok cari makan di Indonesia ya
Jadi kalau begitu si Ahok itu warga neraga China dong ? Kok bisa jadi gubernur di Indonesaia ? Harry Tanuwijoyo juga ?
Taukah Raden Patah Keturunan Apa?Simple klo memang tau Tentang Walisongo😁👌🇵🇱👍
Lhacek
Ini ustat busuk hamya menyabar kebencian jazir dajal bertopeng agama
hanya Felix Siauw Tionghoa yg asli pribumi
😁😁😁😁mantap
🤣
12:25 Justru Sukarno yg melarang orang Cina tinggal di kampung2. Silakan cari lagi infonya pak.
Silahkan debat langsung adu data dengan beliau untuk tabayyun.. jangan cuma di komentar 😊
PP 10/1959
Cupu cma di komentar 🤣
thn 1955 Bung karno memulangkan chino ke tanah leluhurnya
@@AnangNurrahmat mantep lurr
Ini Ceramah atau bicara politik atau jualan minyak
Belajar sejarah jangan cuman nyinyir
Chino lole...
Sampai kapan pribumi akan menjadi budak mereka2 itu
Sampai pribumi yang paling banyak di negeri ini menjadi cerdas.
Karena pribumi yang mayoritas itu, saat ini lebih dari separuh mereka yang bodoh.
Bisa dibaca dari rata-rata iq dan tingkat pendidikan.
Nggk mau jadi bangsa Indonesi CUTIK aja dari NKRI,
C7 sekali
Ustad tukang plintir sejarah. Hati2 kalau berbohong, tanggung jawab di akhirat
Ini pengikut gus yakult dan ade armando
@@ekomase7347 saya belajar sejarah, dr sekolah dasar juga ada sejarah. Yang di omongin ustadz ini sangat berbeda dengan sejarah dan bukti2 yang ada. Orang tiong hoa malah beberapa puluh tahun ini yg di diskriminasikan. Karena di tempa puluhan tahun makanya persaudaraan tiong hoa kuat sehingga mereka lebih kuat. ( Saya membela tiong hoa bukan saya tiong hoa, saya orang jawa yg lahir dr bapak ibu jawa dengan kakek nenek buyut canggah dst dari jawa )
@@akhmadadib374 Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
Setuju dgn pak kyai, tp memilih pemimpin jangan cuma gara2 se iman atau pri non pri tp harus memiliki kompetensi jg. Cukuplah pak anies u/ warga dki. Daerah lain jangan ditiru..
Saya rasa alumni FEB UGM itu lebih intelek dan memiliki kemampuan... Tidak Cukup Jakarta menampung pikirannya, tetapi Indonesia membutuhkannya
Muantap
kami kaum tioghoa selalu di hina dan di caci maki dari kami lahir.. itu sudah makanan kami setiap hari.. selalu ad diskriminasi.. kami ditindas bagaimanapun, kepala kami selalu di atas.. bagi kami untuk melawan ketidakadilan adalah dengan DIAM dan menyendiri.. melawan juga tidak ada gunanya, karena benar pun tetap salah.. dari dulu kami sudah dikucilkan bung.. sudah mendarah daging kalo kami yg dikucilkan bukan karena sombong.. dulu hidup penuh dengan ketakutan.. orang tionghoa bisa dihargain dan dipandang asal banyak harta.. makanya orang tionghoa selalu berusaha untuk maju dan sukses.. coba anda bayangkan kalau kalian menjadi minoritas.. kami sudah terlatih dengan penghinaan dan caci maki.. apapun yang kami perbuat selalu salah dimata orang yang penuh iri dan dengki.. tp setelah zaman orde baru, era reformasi, kaum tionghoa ada secerca harapan.. seorang GUS DUR yang menjadi pelindung kami.. bapak orang tionghoa.. NKRI harga mati..
Belajar sejarah Indonesia lagi dengan baik
Itulah blunder masa lalu saudara tionghoa dari masa penjajahan sampai agresi belanda, leluhur tionghoa selalu cari aman sendiri. Sampai sultan ke 9 membuat undang2 khusus pribumi..
PENGAJIAN JAMAN NOW ... 🤣🤣
COBA CEK DAFTAR 10 ORANG TERKAYA DI INDONESIA???
RATA RATA WAJAHNYA ETNIK TIONGHOA , BAHKAN PUNYA NAMA DARI ETNIK MEREKA..
LALU BAGAIMANA CARANYA ANDA MELARANG ETNIK CHINA ITU UNTUK TIDAK MEMPUNYAI HAK PATEN ATAS TANAH ?
MOHON LOGIS !!!
Khusus daerah jogja bung
Dilihat lg bung videonya
Nggak ada yang mengkhususkan
Kl yang buronan kelas kakap, membawa lari uang negeri ini,,rata2 etnik apa ya?
Menjadi ustad belum tentu religius 😁🙏
Tdk betul......sejarah nya tdk begitu.....( berbahaya ini ceramah nya) memecah belah bangsa kami.... Indonesia
Kita mulai dari yang paling baru dan gampang di cross-check saja ttg statement veronica:
turnbackhoax.id/2017/02/18/hasut-istri-ahok-pribumi-indonesia-jadi-rakyat-aja-ngerepotin-apalagi-jadi-pemimpin/
****Kewajiban ganti nama direkomendasikan tahun 1967.
****Partai Tionghoa Indonesia BUBAR tahun 1939.
Sejak tahun 1740 sudah banyak orang tionghoa masuk islam dikarenakan kebencian mereka terhadap belanda. Diwaktu itu juga pasukan tionghoa dibawah komando amangkurat V (sunan kuning) DAN tentara mataram dibawah pakubuwono II bersatu melawan VOC. Jikalau VOC tidak didukung tentara madura dibawah cakraningrat IV, mataram hampir menang. Pasukan mataram dan tionghoa BERHASIL dipukul mundur (geger pacinan).
Mengenai keenganan membaur dari dahulu, pada tahun 1745 sendiri VOC melarang orang tionghoa berkumpul dengan "pribumi", kalau tidak pernah berkumpul, apa alasan dikeluarkannya aturan tersebut? Kenapa orang tionghoa perlu ditempatkan di area khusus spt glodok? Pada jaman sekarang juga masih banyak orang tionghoa yang tinggal di kampung.....
Sebagai saksi dan bukti, di jakarta saja ada 3 masjid tua yang dibangun para muslim tionghoa seperti masjid kebon jeruk di jl. hayam wuruk yang berdiri tahun 1786, Masjid krukut dan gajah mada.
*** Mengenai notulasi yang dimaksud, bagaimana bisa mengetahui versi yang resmi nya setelah direbut belanda, hingga hari ini versi nya masih simpang siur, banyak yang raib, dan penuh manipulasi/versi sejarah? Naskah Proklamasi dan sidang BPUPKI-PPKI saja raib .....pidato pancasila soekarno saja masih penuh polemik ..... supersemar saja juga raib.....
jadi apakah notulasi yg dimaksud adalah versi “resmi” orde baru yang **ding**ding**ding** selalu berisi pribumi vs "non-pribumi"? Dimana dibawah orde ini, freeport tidak lama langsung mendapatkan hak mengelola tambang emas papua, daerah aceh, NTB, dan papua mengalami DOM, dan kita banyak berhutang us dollar pada era itu.
** Secara wilayah, Yogyakarta merupakan daerah istimewa "milik" hamengkubuwono, jadi HB lah yg secara tidak lsg berhak mengeluarkan peraturan, namun sebaiknya juga berhati2 menggunakan asas pribumi. karena pribumi satu daerah bukanlah pribumi daerah lain. Contoh, rakyat timor leste tidak pernah merasa orang jawa pribumi timor leste makanya meminta merdeka, begitupun orang papua yang banyak mau merdeka, bahkan aceh pernah satu waktu 1 juta rakyatnya (30% rakyat) berdemo untuk merdeka dan meminta tentara jawa keluar.
** Definisi non pribumi di yogyakarta TERMASUK keturunan arab ...... jadi informasi awal sendiri sudah ngaco dan penuh kekeliruan .... silahkan cross check pernyataan wakil gubernur waktu itu (Paku Alam VIII) tentang definisi non pribumi......
Silahkan debat langsung adu data dengan beliau untuk tabayyun.. jangan cuma di komentar 😊
Ustadznya bahkan sudah debat di pengadilan dan menang... Jadi bukan cuma berdasar tulisan... Kalau memang tulisan di komentar ini benar, tentu bisa dibawa juga ke pengadilan seperti di yogya itu misalkan... Tapi kenyataannya...?
@@akaytlirik1882 wkwkwwk
@@AnangNurrahmat mantap lurr
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Masa sih apa benar kah ?
Ya banarlah namanya juga sejarah ada sumbernya
Bukti Dokumen Sejarah yang dikatakan Ustadz Jazir
Pada Tahun 1910 -1930 (Jaman Belanda)
Pada jaman Hindia Belanda terdapat Undang-Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 yang mengatur bahwa warga suku Tionghoa yang lahir dari orang tua yang berdomisili di dalam negeri Hindia Belanda tergolong penduduk Belanda meski bukan warga negara Belanda tersebut. Aturan ini mengikuti prinsip " JUS SOLI ", atau hak tanah air . Aturan "( Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910 )" bertentangan dengan pemerintah Manchu / China pada era Dinasti Qing pada tanggal 28 Maret 1909 telah memberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan berdasarkan prinsip ‘jus sanguinis’. Aturan ini menyatakan setiap anak berbapak atau beribu Cina secara legal atau taklegal, di mana pun tempat lahirnya, merupakan warga negara Cina. konsekuensi dari aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 tersebut adalah Orang Tiongkok dimanapun akan memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara. Hal tersebut sangat ditentang oleh pemerintah negeri China saat itu hingga berlanjut ke masa depan.
Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek menerapkan " JUS SANGUINIS " melalui undang-undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929. Chiang Kai-shek juga menolak menandatangani Konvensi Kewarganegaraan Den Haag 1930, khususnya yang menyatakan bahwa ‘sebuah negara tidak berhak memberikan perlindungan diplomatik kepada salah satu warga negaranya apabila ia juga memiliki kewarganegaraan di negara asalnya’.
Pada Saaat 1945 Sidang BPUPKI (Tanggal 29 Mei 1945 -16 Juli 1945)
Nota Risalah Sidang (BPUPKI) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Bisa di download di halaman Universitas Gajah Mada
pada Halaman 155-157 . Partai Tionghoa memberikan pandangannya bahwa mereka Ingin memiliki dwi kewarganegaraan / Status 2 Negara sama seperti peraturan di negeri China menganut asas Jus Sanguinis. Mereka tidak mau terkekang seperti jaman Hindi Belanda dengan aturan Undang Undang Kewarganegaraan Belanda 1910.
Sedangkan Partai Arab, diwakilkan oleh Abdurahman Baswedan dalam Sidang BPUPKI (Risalah Halaman 180 - 184)
secara tegas dan terang benderang bahwa "orang Arab" di Indonesia sebenarnya sudah bercampur baur, mereka tidak membawa istri namun telah menikah dengan rakyat Indonesia umumnya dan tidak ingin memiliki 2 kewarganegaraan seperti keinginan dari Partai Tiongkok.
Maka pada tanggal 9 Agustus 1945 setelah sidang BPUPKI menetapkan bahwa bangsa Arab sebagai Pribumi negara Indonesia. Sedangkan bangsa Tionghoa Non Pribumi karena tidak ingin menjadi negara Indonesia karena tidak ingin lepas dari aturan :
- Aturan dari negeri China tanggal 28 Maret 1909 dan
- Undang-Undang kewarganegaraan baru pada tahun 1929 Republik Cina pimpinan Chiang Kai-shek
Pada tahun 1955
Perdana Menteri China , Zou EnLai meminta Presiden Soekarno untuk memberikan 2 kewarganegaraan kepada warga china. dan disetujui oleh Soekarno meskipun banyak masalah administrasi. Hal ini dilakukan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Hingga pada tahun 1976 , Presiden Suharto mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang mengharuskan warga tionghoa memilih kewarganegaraan, pilih negara Indonesia atau negara China.
Terbukti kenapa Orang Arab lebih diterima dan berasimilasi dengan orang lokal. Mereka ingin membangun Peradaban Masyarakat Indonesia tanpa Modus terselubung.
Ustad begok. Berat ke Arab. Ada mSLH Apa sama Tionghoa ? Byk Tionghoa berjasa membela negara ini kok.
China bangsa BARBAR,YAKJUT MAKJUT...