Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nikmat Allah itu tidak pernah berhenti sebagaimana kehidupan kita, dimana bumi di pijak di sana ada nikmat الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Sebagaimana Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Rasul kita, Nabi kita Rasulullah ﷺ beserta para keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah berjalan dibawah naungan Sunnah beliau sampai Hari Kiamat kelak. Dan semoga Allah merahmati Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى beserta keluarganya dan seluruh ulama kita dan semoga Allah merahmati Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حفظه الله dan seluruh team berserta keluarganya dan juga orang-orang yang beriman dan umat Muslim dimanapun mereka berada. Dan juga semoga Allah memberikan kekuatan dan ketabahan untuk kaum Muslimin dan Muslimat yang sedang terzhalimi di Palestina, di Uyghur dan di belahan Bumi lainnya, serta memberikan perlindungan kepada kita semua sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, آمِيْنُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن. PART ONE Pembelajaran hadits Ke-336 dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari رضي الله عنه, di atas adalah sebagai berikut; Hadits keDua puluh yang Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى bawakan dalam Bab tentang “Berbakti Kepada Orangtua Dan Silaturahim”, yaitu hadits dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari رضي الله عنه, أَن رجلاً قال: يا رسولَ اللَّه أَخْبِرْني بِعملٍ يُدْخِلُني الجنَّةَ ، وَيُبَاعِدني مِنَ النَّارِ . فقال النبيُّ ﷺ: «تعبُدُ اللَّه ، ولا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وتُؤتي الزَّكاةَ ، وتَصِلُ الرَّحِم » متفقٌ عليه. “Bahwa seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku satu amal yang bisa memasukkanku ke Surga dan menjauhkanku dari Neraka’. Maka Nabi ﷺ bersabda, 'Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun denganNya, kamu mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyambung hubungan kekerabatan'.” (Muttafaqun ‘alaih). Hadits ini memberikan pelajaran kepada kita diantaranya adalah bagaimana semangat para sahabat رضي الله تَعَالَى عَنْهُمْ mengejar dan bertanya apa yang bermanfaat bagi diri mereka khususnya di Akhirat, أَن رجلاً قال: يا رسولَ اللَّه أَخْبِرْني بِعملٍ يُدْخِلُني الجنَّةَ ، وَيُبَاعِدني مِنَ النَّارِ “Bahwa seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku satu amal yang bisa memasukkanku ke Surga dan menjauhkanku dari Neraka”. Coba tanya diri kita pernahkan kita bertanya tentang hal ini kepada pihak lain? Mungkin kita malu bertanya kepada seorang Ustadz, Kyai atau Guru atau misalnya kita belum punya akses ke mereka, pernahkan kita bertanya ke lingkungan kita? Misalnya dengan Kakak atau Saudara kita atau bertanya kepada teman atau senior dengan mengatakan, ‘Bisa tidak dijelaskan bagaimana cara masuk Surga dan dijauhkan dari api Neraka?’. Kita hidup sudah berapa tahun, pernahkah kita bertanya seperti itu? Coba bandingkan dengan issue lain, ‘Bagaimana cara menjadi kaya?’ atau ‘Bagaimana cara masuk perguruan tinggi A atau B?’. Dan kita bandingkan apakah kita ahli dunia selama ini ataukah kita hamba Allah dan ahli Akirat? Itu akan tercermin dengan ucapan dari lisan kita dan apa yang ada di benak kita dan tercermin dari lisan kita. Para ulama mengatakan, ‘Lisan itu cermin dari apa yang ada di dalam hati’. Makanya Nabi ﷺ bersabda, مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ “Barangsiapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaih). Jadi apa yang diucapkan itu menunjukan kualitas Imannya. Lihat bagaimana para sahabat punya semangat untuk sukses di Akhirat dan dia tunjukan dengan bertanya ke Rasulullah ﷺ dan sangat natural dari pertanyaan-pertanyaan mereka. Hadits ini menjelaskan bahwa mendapatkan kebaikan dan ilmu itu di dapat dari belajar dan diantara bentuk belajar adalah bertanya. Bukankah Nabi ﷺ mengatakan, “Ilmu itu di dapat hanya dengan belajar”. Bukankah Abdullah bin Abbas ketika di tanya kenapa engkau punya ilmu sedalam ini? lalu Abdullah bin Abbas berkata, “Saya mendapatkan ilmu seperti ini karena lisan saya banyak bertanya dan hati yang senantisa berfikir yang baik dan posistif”. Dan Abdullah bin Abbas itu kalau bertanya diamalkan dan diyakini dan dikerjakan, makanya punya ilmu yang bermanfaat. Dan salah satu kebiasaan atau budaya yang agak kurang di banyak kita, sebagian kita seringkali tidak punya budaya bertanya dan hanya diam saja dan lebih banyak pasif. Dan bertanya tentang agama adalah bentuk Taqarrub kepada Allah. Bertanya tentang agama adalah sebuah perintah الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, yang apabila kita kerjakan kita mendapatkan pahala. Bukankah itu yang Allah firmankan dalam QS Al-Anbiya: 7 yang berbunyi; وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۖ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ Yang artinya, “Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”. (QS Al-Anbiya: 7). Perintah-Nya فَاسْأَلُوا “Maka tanyakanlah”. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa tujuan atau goals seorang Muslim dan seorang hamba adalah mencari ridha Allah dan wajah Allah dan dimasukan ke dalam Surga dan dijauhkan dari Api Neraka. Maka itu yang ditanya oleh para sahabat karena mereka mengerti tujuan hidup. Dan seringkali kita salah kaprah dalam masalah ini sehingga tujuan kita adalah memuaskan hawa nafsu dan ego kita dan mewujudkan arogansi dan itu bukan tujuan kehidupan yang sejati dan tidak akan pernah berhasil dengan tujuan seperti itu. Hadits ini menjelaskan pentingnya Tauhid kepada Allah. Dan di banyak kesempatan Nabi ﷺ menekankan bertauhid kepada Allah dan hanya beribadah kepada Allah dan tidak melakukan kesyirikan. Baik kesyirikan rubibiyah Allah maupun uluhiyah Allah. Dan itulah yang disampaikan oleh Allah juga dan kita sudah bahas ayatnya yaitu dalam QS Al-Isra’: 23 yaituوَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”. Jadi sebelum berbakti, sebelum berbuat baik, silaturahim yang ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah tentang masalah Iman dan Tauhid, hanya beribadah kepada Allah semata. Hanya merendah, taat dan tunduk dengan penuh kehinaan dan rasa cinta dan itu kita tujukan kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala. Maka marilah kita jaga tauhid kita kepada Allah dan tidak melakukan kesyirikan. To be continued 1 of 2 part Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله أعلم بالصواب اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ Barakallahu fikum… Jakarta, Rabu, 19 Syawal 1444 AH/10 Mei 2023 Ahida Muhsin
Alhamdulillah alladzi bi ni'matihi tatimmush shoolihaat, semoga Allah senantiasa merahmati imam Nawawi, orangtua beliau, keluarga beliau, guru-guru beliau, para ulama, ustadz, keluarga, tim, para pemimpin kami, para orangtua kami, para guru guru kami dan anak anak kami, keluarga kami, serta seluruh umat muslim dimanapun berada. Jazakumullah kyairan katsiran ustadz, atas ilmu yang sangat bermanfaat ini. Barakallah fiikum
LAST PART Lalu setelah menjaga Tauhid, تعبُدُ اللَّه ولا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً“Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya”, bagaimana cara menjauhkan api Neraka dan dimasukan ke Surga? Yaitu dengan وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وتُؤتي الزَّكاةَ “Kamu mendirikan Shalat, membayar Zakat”, dan ini menunjukan tentang keutamaan shalat dan zakat. Kenapa shalat dan zakat itu penting? Karena kita tahu bersama-sama bahwa shalat adalah rukun Islam yang ke-2 dan zakat adalah rukun Islam yang ke-3, di bawah Syahadatain, di bawah Tauhid, di bawah Iman dan kembali ditekankan dalam hadits ini. Maka marilah kita jaga shalat kita dan marilah kita menunaikan ibadah harta kita yaitu zakat. Dan yang perlu kita camkan bersama-sama bahwa banyak orang menganggap agama itu adalah kebaikan maka yang penting saya baik dengan sesama, teman, keluarga dan seterusnya walaupun saya tidak shalat lalu salah satu justifikasinya dibandingkan dengan yang shalat tetapi tidak baik dengan lingkungan sosial. Dan apakah cara berfikir itu baik dan tepat? Jelas tidak dan bukan berarti yang shalat lalu tidak baik dengan sosial benar. Dan dua argument ini tetap salah. Namun bobot tidak shalat itu sangat fatal. Lalu ada yang mengatakan ‘bukankah agama itu kebaikan?’ ini Benar, tetapi mengapa ketika kita bicara tentang kebaikan kita lupakan Rabb kita الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى? Kenapa ketika bicara kebaikan orientasi kita hanya makhluk atau manusia, kenapa kalau kita bisa berbuat baik kepada manusia, kita tidak bisa bersikap baik dengan Pencipta Manusia? Dan ketika Allah perintahkan kita Shalat maka kita harus Shalat. Dan Shalat adalah bukan hanya kewajiban tetapi penyejuk mata dan shalat itu salah satu syarat kebahagiaan dan salah satu cara meraih kenikmatan hidup. Makanya Nabi ﷺ mengatakan kepada Bilal, “Wahai Bilal, mari kita break sejenak untuk mengerjakan Shalat”. Dan itulah kenikmatan orang-orang shalih dan kenikmatan Nabi kita عليه الصلاة و السلام. Bukankah Nabi ﷺ menyampaikan, “Dan Allah menjadikan penyejuk mataku di dalam Shalatku”. Dan penyejuk mata adalah tentang kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Makanya ketika Ibnu Abbas bicara dengan Umar bin Khattab رضي الله تَعَالَى عَنْهُمَا di masa kekhalifahan beliau, ‘Wahai Amirul Mukminin, Shalat’, lalu kata Umar bin Khattab, ‘Betul, Shalat. Sesungguhnya tidak ada bagian dari Islam orang yang menyia-nyiakan Shalat’. Dan Nabi ﷺ juga mengatakan, “Bahwa Shalat itu Cahaya”. Makanya diantara wasiat terakhir beliau adalah “Jaga shalat, jaga shalat dan jaga hak dari hamba sahaya kalian”. Dan kata Nabi ﷺ “Shalat adalah tiang Agama” dan pondasi agama itu shalat. Dan Shalat adalah ibadah yang pertama kali di hisab, Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali di hisab pada hari Kiamat dari seorang hamba dari amal-amalnya adalah shalatnya dan kalau shalatnya bagus maka dia telah beruntung dan dia selamat. Dan kalau shalatnya rusak maka dia merugi” dan dia akan hancur di hari Kiamat. Jadi Shalat dan Zakat ini hendaknya kita jaga bersama-sama dan Zakat kita tahu adalah hak saudara-saudara kita atau hak pihak lain yang harus kita tunaikan. Lalu yang terakhir, وتَصِلُ الرَّحِم “Dan menyambung hubungan kekerabatan”. Dan penyebutan silaturahim dalam hadits ini dijelaskan sebagian para ulama, seperti Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله تَعَالَى beliau mengatakan bahwa, ‘Dan pengkhususan amalan-amalan di atas khususnya silaturahim diantara banyak sekali amalan, dalam rangka melihat kondisi penanya secara tersirat Nabi ﷺ melihat orang ini kurang dalam silaturahim, maka Nabi ﷺ perintahkan dan tekankan, karena ini hal penting berkaitan dengan kondisi penanya. Dan dari sini kita mendapatkan pelajaran dari hadits ini dan hadits-hadits yang semakna dengan ini, bahwa Sunnah Nabi ﷺ adalah menekankan dan menganjurkan beberapa amalan dibanding banyak amalan lain karena melihat kondisi penanya dan kondisi yang membutuhkan dan kondisi yang kita ajak bicara. Kalau misalnya yang di ajak bicara masalahnya di Birrul Walidaian, maka Nabi ﷺ menekankan di Birrul Walidain dan kalau masalahnya di silaturahim maka Nabi ﷺ tekankan di silaturahim dan kalau masalahnya di Shalat, maka Nabi ﷺ tekankan di shalat dan lebih ditekankan di banding amalan-amalan yang memang sudah bagus’. Dan ini pelajaran kepada kita bahwa Nabi ﷺ mengerti kondisi sahabat-sahabat beliau رضي الله تَعَالَى عَنْهُمْ, makanya beliau ﷺ menekankan sesuai dengan kondisi sahabat tersebut. Dan ini menunjukan bahwa kondisi setiap kita itu berbeda dan tidak bisa disamakan dan seringkali kita pukul rata, padahal kondisi orang berbeda-beda, kelebihan dan kekurangannya juga berbeda-beda, maka sikapi mereka dengan kekurangan dan kelebihan mereka. Dan ini menunjukan bahwa ilmu itu disampaikan untuk diamalkan dan untuk memperbaiki kondisi seseorang dan kalau ilmu itu hanya disampaikan begitu saja, kenapa cape-cape menyesuaikan dengan kondisi penanya? Lalu mengatakan, ‘kan tugas saya hanya menyampaikan’. Tetapi Nabi ﷺ tidak demikian, Nabi ﷺ akan menyampaikan sesuai dengan kondisi penanya dengan kekurangan dan kelebihan orang tersebut. Dan kenapa demikian? Karena tujuan ilmu yang bermanfaat adalah untuk diamalkan dan untuk memperbaiki kondisi seseorang. Dan kalau kondisinya sudah bagus dan amalannya sudah bagus maka kita tekankan hal lain dan ini pelajaran besar bagi kita. Makanya pentingnya kita mengetahui dengan siapa kita berhadapan dan dengan siapa kita bicara. Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله أعلم بالصواب اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ Barakallahu fikum… Jakarta, Rabu, 19 Syawal 1444 AH/10 Mei 2023 Ahida Muhsin
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang Allah berikan kepada kita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nikmat Allah itu tidak pernah berhenti sebagaimana kehidupan kita, dimana bumi di pijak di sana ada nikmat الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Sebagaimana Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Rasul kita, Nabi kita Rasulullah ﷺ beserta para keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah berjalan dibawah naungan Sunnah beliau sampai Hari Kiamat kelak. Dan semoga Allah merahmati Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى beserta keluarganya dan seluruh ulama kita dan semoga Allah merahmati Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حفظه الله dan seluruh team berserta keluarganya dan juga orang-orang yang beriman dan umat Muslim dimanapun mereka berada. Dan juga semoga Allah memberikan kekuatan dan ketabahan untuk kaum Muslimin dan Muslimat yang sedang terzhalimi di Palestina, di Uyghur dan di belahan Bumi lainnya, serta memberikan perlindungan kepada kita semua sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, آمِيْنُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن.
PART ONE
Pembelajaran hadits Ke-336 dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari رضي الله عنه, di atas adalah sebagai berikut;
Hadits keDua puluh yang Al Imam An-Nawawi رحمه الله تَعَالَى bawakan dalam Bab tentang “Berbakti Kepada Orangtua Dan Silaturahim”, yaitu hadits dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari رضي الله عنه, أَن رجلاً قال: يا رسولَ اللَّه أَخْبِرْني بِعملٍ يُدْخِلُني الجنَّةَ ، وَيُبَاعِدني مِنَ النَّارِ . فقال النبيُّ ﷺ: «تعبُدُ اللَّه ، ولا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وتُؤتي الزَّكاةَ ، وتَصِلُ الرَّحِم » متفقٌ عليه. “Bahwa seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku satu amal yang bisa memasukkanku ke Surga dan menjauhkanku dari Neraka’. Maka Nabi ﷺ bersabda, 'Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun denganNya, kamu mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyambung hubungan kekerabatan'.” (Muttafaqun ‘alaih). Hadits ini memberikan pelajaran kepada kita diantaranya adalah bagaimana semangat para sahabat رضي الله تَعَالَى عَنْهُمْ mengejar dan bertanya apa yang bermanfaat bagi diri mereka khususnya di Akhirat, أَن رجلاً قال: يا رسولَ اللَّه أَخْبِرْني بِعملٍ يُدْخِلُني الجنَّةَ ، وَيُبَاعِدني مِنَ النَّارِ “Bahwa seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku satu amal yang bisa memasukkanku ke Surga dan menjauhkanku dari Neraka”. Coba tanya diri kita pernahkan kita bertanya tentang hal ini kepada pihak lain? Mungkin kita malu bertanya kepada seorang Ustadz, Kyai atau Guru atau misalnya kita belum punya akses ke mereka, pernahkan kita bertanya ke lingkungan kita? Misalnya dengan Kakak atau Saudara kita atau bertanya kepada teman atau senior dengan mengatakan, ‘Bisa tidak dijelaskan bagaimana cara masuk Surga dan dijauhkan dari api Neraka?’. Kita hidup sudah berapa tahun, pernahkah kita bertanya seperti itu? Coba bandingkan dengan issue lain, ‘Bagaimana cara menjadi kaya?’ atau ‘Bagaimana cara masuk perguruan tinggi A atau B?’. Dan kita bandingkan apakah kita ahli dunia selama ini ataukah kita hamba Allah dan ahli Akirat? Itu akan tercermin dengan ucapan dari lisan kita dan apa yang ada di benak kita dan tercermin dari lisan kita. Para ulama mengatakan, ‘Lisan itu cermin dari apa yang ada di dalam hati’. Makanya Nabi ﷺ bersabda, مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ “Barangsiapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam” (Muttafaq ‘Alaih). Jadi apa yang diucapkan itu menunjukan kualitas Imannya. Lihat bagaimana para sahabat punya semangat untuk sukses di Akhirat dan dia tunjukan dengan bertanya ke Rasulullah ﷺ dan sangat natural dari pertanyaan-pertanyaan mereka.
Hadits ini menjelaskan bahwa mendapatkan kebaikan dan ilmu itu di dapat dari belajar dan diantara bentuk belajar adalah bertanya. Bukankah Nabi ﷺ mengatakan, “Ilmu itu di dapat hanya dengan belajar”. Bukankah Abdullah bin Abbas ketika di tanya kenapa engkau punya ilmu sedalam ini? lalu Abdullah bin Abbas berkata, “Saya mendapatkan ilmu seperti ini karena lisan saya banyak bertanya dan hati yang senantisa berfikir yang baik dan posistif”. Dan Abdullah bin Abbas itu kalau bertanya diamalkan dan diyakini dan dikerjakan, makanya punya ilmu yang bermanfaat. Dan salah satu kebiasaan atau budaya yang agak kurang di banyak kita, sebagian kita seringkali tidak punya budaya bertanya dan hanya diam saja dan lebih banyak pasif. Dan bertanya tentang agama adalah bentuk Taqarrub kepada Allah. Bertanya tentang agama adalah sebuah perintah الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, yang apabila kita kerjakan kita mendapatkan pahala. Bukankah itu yang Allah firmankan dalam QS Al-Anbiya: 7 yang berbunyi;
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۖ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Yang artinya, “Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”. (QS Al-Anbiya: 7).
Perintah-Nya فَاسْأَلُوا “Maka tanyakanlah”.
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa tujuan atau goals seorang Muslim dan seorang hamba adalah mencari ridha Allah dan wajah Allah dan dimasukan ke dalam Surga dan dijauhkan dari Api Neraka. Maka itu yang ditanya oleh para sahabat karena mereka mengerti tujuan hidup. Dan seringkali kita salah kaprah dalam masalah ini sehingga tujuan kita adalah memuaskan hawa nafsu dan ego kita dan mewujudkan arogansi dan itu bukan tujuan kehidupan yang sejati dan tidak akan pernah berhasil dengan tujuan seperti itu.
Hadits ini menjelaskan pentingnya Tauhid kepada Allah. Dan di banyak kesempatan Nabi ﷺ menekankan bertauhid kepada Allah dan hanya beribadah kepada Allah dan tidak melakukan kesyirikan. Baik kesyirikan rubibiyah Allah maupun uluhiyah Allah. Dan itulah yang disampaikan oleh Allah juga dan kita sudah bahas ayatnya yaitu dalam QS Al-Isra’: 23 yaituوَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”. Jadi sebelum berbakti, sebelum berbuat baik, silaturahim yang ditekankan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah tentang masalah Iman dan Tauhid, hanya beribadah kepada Allah semata. Hanya merendah, taat dan tunduk dengan penuh kehinaan dan rasa cinta dan itu kita tujukan kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala. Maka marilah kita jaga tauhid kita kepada Allah dan tidak melakukan kesyirikan.
To be continued 1 of 2 part
Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله أعلم بالصواب
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Barakallahu fikum…
Jakarta, Rabu, 19 Syawal 1444 AH/10 Mei 2023
Ahida Muhsin
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi
Wabarakatuh
Bismillah
Rabbana walakalhamdu
Alhamdulillah alladzi bi ni'matihi tatimmush shoolihaat, semoga Allah senantiasa merahmati imam Nawawi, orangtua beliau, keluarga beliau, guru-guru beliau, para ulama, ustadz, keluarga, tim, para pemimpin kami, para orangtua kami, para guru guru kami dan anak anak kami, keluarga kami, serta seluruh umat muslim dimanapun berada. Jazakumullah kyairan katsiran ustadz, atas ilmu yang sangat bermanfaat ini. Barakallah fiikum
❤
Bismillah alhamdulilah syukron wa jazakumullah khairan atas ilmu nya ustadz wa yubarokallah fikum
الحمد لله ، جزاك الله خيرا ،بارك الله فيه ❤
masyaAllah ilmu nya
Barakallah..smg sehat selalu Ustadzuna dan segenap team kajian.
Bismillah
Alhamdulillah
Jazakumullahu khairan atas ilmu yang disampaikan.
Semoga Ustadz dan team dirakhmati Allah... Aamiin
LAST PART
Lalu setelah menjaga Tauhid, تعبُدُ اللَّه ولا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً“Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya”, bagaimana cara menjauhkan api Neraka dan dimasukan ke Surga? Yaitu dengan وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وتُؤتي الزَّكاةَ “Kamu mendirikan Shalat, membayar Zakat”, dan ini menunjukan tentang keutamaan shalat dan zakat. Kenapa shalat dan zakat itu penting? Karena kita tahu bersama-sama bahwa shalat adalah rukun Islam yang ke-2 dan zakat adalah rukun Islam yang ke-3, di bawah Syahadatain, di bawah Tauhid, di bawah Iman dan kembali ditekankan dalam hadits ini. Maka marilah kita jaga shalat kita dan marilah kita menunaikan ibadah harta kita yaitu zakat. Dan yang perlu kita camkan bersama-sama bahwa banyak orang menganggap agama itu adalah kebaikan maka yang penting saya baik dengan sesama, teman, keluarga dan seterusnya walaupun saya tidak shalat lalu salah satu justifikasinya dibandingkan dengan yang shalat tetapi tidak baik dengan lingkungan sosial. Dan apakah cara berfikir itu baik dan tepat? Jelas tidak dan bukan berarti yang shalat lalu tidak baik dengan sosial benar. Dan dua argument ini tetap salah. Namun bobot tidak shalat itu sangat fatal. Lalu ada yang mengatakan ‘bukankah agama itu kebaikan?’ ini Benar, tetapi mengapa ketika kita bicara tentang kebaikan kita lupakan Rabb kita الله سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى? Kenapa ketika bicara kebaikan orientasi kita hanya makhluk atau manusia, kenapa kalau kita bisa berbuat baik kepada manusia, kita tidak bisa bersikap baik dengan Pencipta Manusia? Dan ketika Allah perintahkan kita Shalat maka kita harus Shalat. Dan Shalat adalah bukan hanya kewajiban tetapi penyejuk mata dan shalat itu salah satu syarat kebahagiaan dan salah satu cara meraih kenikmatan hidup. Makanya Nabi ﷺ mengatakan kepada Bilal, “Wahai Bilal, mari kita break sejenak untuk mengerjakan Shalat”. Dan itulah kenikmatan orang-orang shalih dan kenikmatan Nabi kita عليه الصلاة و السلام. Bukankah Nabi ﷺ menyampaikan, “Dan Allah menjadikan penyejuk mataku di dalam Shalatku”. Dan penyejuk mata adalah tentang kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Makanya ketika Ibnu Abbas bicara dengan Umar bin Khattab رضي الله تَعَالَى عَنْهُمَا di masa kekhalifahan beliau, ‘Wahai Amirul Mukminin, Shalat’, lalu kata Umar bin Khattab, ‘Betul, Shalat. Sesungguhnya tidak ada bagian dari Islam orang yang menyia-nyiakan Shalat’. Dan Nabi ﷺ juga mengatakan, “Bahwa Shalat itu Cahaya”. Makanya diantara wasiat terakhir beliau adalah “Jaga shalat, jaga shalat dan jaga hak dari hamba sahaya kalian”. Dan kata Nabi ﷺ “Shalat adalah tiang Agama” dan pondasi agama itu shalat. Dan Shalat adalah ibadah yang pertama kali di hisab, Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali di hisab pada hari Kiamat dari seorang hamba dari amal-amalnya adalah shalatnya dan kalau shalatnya bagus maka dia telah beruntung dan dia selamat. Dan kalau shalatnya rusak maka dia merugi” dan dia akan hancur di hari Kiamat. Jadi Shalat dan Zakat ini hendaknya kita jaga bersama-sama dan Zakat kita tahu adalah hak saudara-saudara kita atau hak pihak lain yang harus kita tunaikan.
Lalu yang terakhir, وتَصِلُ الرَّحِم “Dan menyambung hubungan kekerabatan”. Dan penyebutan silaturahim dalam hadits ini dijelaskan sebagian para ulama, seperti Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله تَعَالَى beliau mengatakan bahwa, ‘Dan pengkhususan amalan-amalan di atas khususnya silaturahim diantara banyak sekali amalan, dalam rangka melihat kondisi penanya secara tersirat Nabi ﷺ melihat orang ini kurang dalam silaturahim, maka Nabi ﷺ perintahkan dan tekankan, karena ini hal penting berkaitan dengan kondisi penanya. Dan dari sini kita mendapatkan pelajaran dari hadits ini dan hadits-hadits yang semakna dengan ini, bahwa Sunnah Nabi ﷺ adalah menekankan dan menganjurkan beberapa amalan dibanding banyak amalan lain karena melihat kondisi penanya dan kondisi yang membutuhkan dan kondisi yang kita ajak bicara. Kalau misalnya yang di ajak bicara masalahnya di Birrul Walidaian, maka Nabi ﷺ menekankan di Birrul Walidain dan kalau masalahnya di silaturahim maka Nabi ﷺ tekankan di silaturahim dan kalau masalahnya di Shalat, maka Nabi ﷺ tekankan di shalat dan lebih ditekankan di banding amalan-amalan yang memang sudah bagus’. Dan ini pelajaran kepada kita bahwa Nabi ﷺ mengerti kondisi sahabat-sahabat beliau رضي الله تَعَالَى عَنْهُمْ, makanya beliau ﷺ menekankan sesuai dengan kondisi sahabat tersebut. Dan ini menunjukan bahwa kondisi setiap kita itu berbeda dan tidak bisa disamakan dan seringkali kita pukul rata, padahal kondisi orang berbeda-beda, kelebihan dan kekurangannya juga berbeda-beda, maka sikapi mereka dengan kekurangan dan kelebihan mereka. Dan ini menunjukan bahwa ilmu itu disampaikan untuk diamalkan dan untuk memperbaiki kondisi seseorang dan kalau ilmu itu hanya disampaikan begitu saja, kenapa cape-cape menyesuaikan dengan kondisi penanya? Lalu mengatakan, ‘kan tugas saya hanya menyampaikan’. Tetapi Nabi ﷺ tidak demikian, Nabi ﷺ akan menyampaikan sesuai dengan kondisi penanya dengan kekurangan dan kelebihan orang tersebut. Dan kenapa demikian? Karena tujuan ilmu yang bermanfaat adalah untuk diamalkan dan untuk memperbaiki kondisi seseorang. Dan kalau kondisinya sudah bagus dan amalannya sudah bagus maka kita tekankan hal lain dan ini pelajaran besar bagi kita. Makanya pentingnya kita mengetahui dengan siapa kita berhadapan dan dengan siapa kita bicara.
Mohon maaf dan juga koreksinya jika ada kekeliruan atau kesalahan karena keterbatasan dan kurangnya pemahaman ilmu yang saya miliki dalam merangkum, والله أعلم بالصواب
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Barakallahu fikum…
Jakarta, Rabu, 19 Syawal 1444 AH/10 Mei 2023
Ahida Muhsin
Ya krn nanya masalah agama ga boleh ke sembarang orang,guru😅