RITUAL LODONG ME ,TUNG PIONG DAN HULER WAIR ,KELAS VIII A, PENILAIAN KETERAMPILAN MULOK BUDAYA SIKKA
Вставка
- Опубліковано 11 лют 2025
- ritual adat “huler wair” di ata Sikka Krowe yang masih dilakukan sampai saat ini. Ritual adat “huler wair” memiliki banyak makna dan arti yang terkandung dalam setiap syair ataupun kata yang disebutkan, biasanya tergantung pada acara ataupun upacara adat apa huler wair tersebut dilaksanakan.
Ritual Lodong Me
Selama satu bulan setelah kelahiran, anak akan dibawa ke luar rumah. Ia menatap dunia luar untuk pertama kalinya. Itulah yang kami sebut Lodong Me. Pada hari itu, keluarga besar berkumpul di rumah si bayi. Keberadaan tanta atau tante (bibi) dari pihak ayah dan ibu si bayi - dalam bahasa adat kami disebut a’a wine - adalah figur utama dalam ritual. Untuk itu, kami punya syair yang berbunyi: “Iana ulit blatan ganu wair, ama bliran ganu bao.” Artinya, segar seperti air dan sejuk seperti pohon beringin.
Hal-hal penting yang harus disiapkan untuk upacara Lodong Me, antara lain abu dapur, sepotong atau seruas bambu yang ujungnya diiris, dan seperangkat alat tenun untuk bayi perempuan atau parang untuk bayi laki-laki.
Kepala suku dari pihak bapak, memulai upacara dengan meletakkan sesajen berupa beras dan sirip ikan di Watu Mahang, yakni tempat sakral yang biasanya berada di sudut rumah dan berupa batu ceper yang menjadi wadah sesajen. Di sanalah, kami memohon dukungan arwah leluhur. Setelahnya, bayi diserahkan ke a’a wine pihak ibu si bayi.
Bayi kemudian dibawa ke luar dari Watu Mahang diiringi dengan peragaan cara dan proses menenun bila bayi itu perempuan atau menggunakan parang bila bayi itu laki-laki. Peragaan itu dilakukan sambil memandu tangan si bayi agar ikut bergerak. Ia dibisiki doa atau pesan agar kelak bekerja keras, terampil, tekun, ulet, tabah, dan sabar untuk dapat mengais rezeki secara baik. Di depan pintu utama rumah, kepala suku akan menabur sesajen ke bumi sambil melantunkan doa sebagai berikut:
“Ami neni ganu rudu muhun mora ina nian tana wawa. Plawi ga glekon glarek mora ama lero wulan reta. Kamang himo me amin buan, himo ga tio mate. De’a pu amin lu’ur, de’a ga bela molo.Kamang tuke nimu ganu tena sina. Tubar nimu ganu jong jawa. Punan da’an ajin bolek. Gu’a uma naha ihin kare tua naha dolo. Bua wai naha bekar, ga’e la’I naha tawa. li’ar dira ganu ki’at, rang ngang ganu laba. Li’ar bo’a ganu o’a, rang gakar ganu ‘rata. Beit li’ar besim-berit, porang rang ejo ajar. Gete ata du’a men, berat ata mo’an pun. Saing nibon nai tawa, da’a blupur neti ti’o.” (Kami meminta, kami memohon, meminta bunda di kedalaman tanah, memohon bapak di ketinggian langit. Terimalah anakmu sepenuh hati untuk menghuni di bumi, sambutlah ia berlapang dada agar bersama menguasai jagat. Sehat jasmani, sehat rohani, beranak pinak selayak pantas, gemar bekerja, ulet berjuang, bekerja benar, berjuang jujur, hasil berlimpah, rezeki bertumpuk, selalu arif kian berbijak, usia subur umur berlanjut hingga tua, bertopang tongkat sampai lapuk termakan waktu.)
Tung Piong adalah salah satu ritual adat penghormatan terhadap arwah leluhur yang masih dipraktikkan dan mendarah daging bagi orang ata sikka krowe.
Ada ungkapan dalam bahasa Sikka, yakni "eat naha piong tinut naha tewok." Artinya, makan dan minum harus selalu ingat leluhur dengan tidak boleh lupa memberinya makan dan minum.
Nama “piong” berasal dari bahasa Sikka yang bermakna memberi makan leluhur melalui sesaji atau persembahan kepada keluarga yang meninggal. Tempat untuk melaksanakan Piong, disebut mahe yang berupa batu.
oke nuba arat tetap terus berjuang dan belajar terus jangan sampai malas belajar adik adikku semua yg ada disana buat semua Tuhan memberkati ❤❤
Semua acara sudah bagus tp msh ada yg kurang bagian pembuka lain kali kly bsa foto dari depan sehingga bisa lihat secara keseluruhan tkh🙏🙏🙏🙏🙏
Terimakasih atas usulanya ❤
Yg baca cantik ee😂