Salam dari sampit, kebetulan saya cucu dari keturunann dambung tahunjung....Sepang Simin...ceritanya dari kakek yg merupakan Basir dari Sepang Simin... menceritakan bahwa kinyah mamben meninggal karena dikayau... setelah mereka pulang dari pernikahan... mereka tidak menghiraukan teguran kakek nya...jangan pulang dari pernikahan...mamben menjelma menjadi buaya putih (Jata) dan istri menjadi patung batu tanpa kepala. Karena kakek saya asli orang Sepang Simin dan beliau Basir agama kaharingan......kakek saya disebut Pak Sena...dan sandung beliau ada di Sepang Simin.. bersama Datuk saya dambung tahunjung.l,karena saya mendengar dari cerita kakek yg merupakan tokoh Sepang Simin,,,,ada satu wilayah lagi yg perlu dikuak yaitu Danau Da'i,,,,dari Sepang Simin juga...sekedar sharing aja... terimakasih buat mas sudah mbuat cerita daerah kita yg perlu diwariskan agar kita tidak lupa.... sukses buat mas Ats karyanya......
Iya, terima kasih atas sharingnya. Kalo saya ngambil versi ceritanya dari Buku Cerita Rakyat Kalimantan Tengah! Dan baru tau juga kalo Versi Aslinya kayak itu, Terima Kasih karena mau berbagi. Saya sengaja membuat cerita ini tujuannya tidak lah lain untuk mengangkat sejarah/ Legenda yang terjadi di tanah orang Dayak, terimakasih atas kunjungan Anda, Salam dari Murung Raya, Kalteng.
Buat yang punya cerita semacam video ini yang mau dibuatkan videonya bisa koment di bawah ya teman2... Nnti saya coba buatkan video bergambar ya, terima kasih.
Sebenarnya masih banyak Versi lainnya dari "Legenda Batu Mamben" : Dikisahkan pada zaman dulu kala ada sepasang suami istri yang bekerja sebagai pedagang, ia Bernama Mamben dan istrinya bernama Mirit. Mereka berasal dari arah Kahayan Hilir, kemungkinan mereka asalnya dari daerah Banjar Kalua yang berhijrah ke Kahayan. Ia sering mudik ke hulu sungai Kahayan untuk singgah di kampung-kampung untuk berniaga. Mamben juga terkenal sebagai orang sakti, sebagai pawang buaya. Suatu waktu mereka pun singgah di Sepang Simin ini. Kampung ini dipimpin oleh "Dahiang Ama Bujang" atau "Singa Hantarung". Di sana Mamben dan Istri disambut dengan baik oleh Dahiang Ama Bujang, merekapun tinggal disana beberapa lama dan menjadi sangat karib, selain karena hubungan perniagaan juga karena sikap dan perangai Mamben yang baik hati hingga Dahiang Ama Bujang dan Mamben pun melakukan ritual angkat saudara sedarah. Yaitu dengan meneteskan darah masing-masing pada daun sirih, kemudian mereka masing-masing akan mengunyah sirih itu sampai habis dan tidak boleh ada yang terbuang. Demikianlah terjadi suatu persahabatan antara kedua tokoh ini. Setelah sekian lama, Mamben pun berpamitan kepada saudara angkatnya itu untuk melanjutkan perjalanan perniagaannya ke arah Hulu Kahayan. Dahiang Ama Bujang sudah memberi peringatan kepada Mamben untuk tidak pergi sebab saat itu sedang marak asang kayau dari arah hulu sungai Barito dan Mahakam, namun Mamben tetap melanjutkan perjalanannya. Setelah sekian waktu berlalu, Dahiang Ama Bujang sedang berladang, tidak jauh dari kampung tempat mereka tinggal, langit terlihat gelap pertanda hendak turun hujan yang sangat lebat. Mereka pun segera berkemas untuk segera kembali ke kampung. Hujan yang sangat lebat disertai angin yang kencang dan petir yang sahut menyahut, membuat pandangan mereka terbatas, namun syukurnya mereka bisa tiba di tepian kampung dengan selamat, dan segera menambatkan perahu mereka. Pada saat ia menambatkan perahunya, ia sangat terkejut melihat sesuatu mengapung-apung di sungai. Dengan pandangan yang terbatas karena hujan yang lebat itu, ia melihat itu adalah tubuh manusia. Mereka pun bersegera menarik mayat tadi, betapa terkejut dan sedih hati Dahiang Ama Bujang sebab ternyata itu adalah mayat Mamben dan Istrinya. Ia pun membawa mayat Mamben naik dan membaringkannya di tempat mereka menempa senjata-umumnya selalu di bawah rumah betang atau di suatu pondok, sedangkan mayat istri Mamben tetap berada di pinggir Sungai ditutupi kajang. Karena hujan yang amat lebat, disertai angin dan petir yang sangat dahsyat membuat Dahiang Ama Bujang harus berlindung didalam rumah, hingga ia tertidur. Di dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa Mamben dan Istrinya. Mamben berkata di dalam mimpinya bahwa mereka telah dibunuh oleh pasukan asang kayau, mayat mereka pun dibuang ke sungai, hingga terbawa arus dan tertambat di Kampung saudaranya itu. Tapi Mamben berkata kepada saudaranya itu untuk tidak perlu sakit hati, sebab ia sendiri yang akan menuntut balas. Mamben berkata ia akan menjelma menjadi batu dan istrinya menjelma menjadi seekor buaya putih, mereka akan menjaga dan melindungi kampung Sepang Simin, sedangkan kajang yang digunakan Dahiang Ama Bujang untuk menutup mayat istrinya akan berubah menjadi rotan "ahas" yang memiliki guna, apabila mereka hendak pergi mengayau, pengecualian bagi dayak sah, maka mereka harus mengambil kajang tersebut dan rotan ahas sebagai "penyang" jimat pelindung, sehingga mereka bisa pulang kembali dengan selamat. Dahiang Ama Bujang pun terbangun dari mimpinya, ia pun segera pergi untuk melihat kebenaran mimpinya tersebut, dan benar saja, ia tidak dapat menemukan lagi mayat Mamben dan Istrinya selain dari batu dan tidak jauh dari batu itu tumbuhlah kajang dan rotan ahas, sesuai dengan mimpi Dahiang Ama Bujang. Batu itu pun kemudian dijadikan keramat hingga hari ini di kampung Sepang Simin, Kalimantan Tengah. Kedua batu ini selain sebagai penjaga kampung, ia juga dapat memberi petunjuk jika akan terjadi bencana atau hal buruk, demikian juga jika akan terjadi hal yang baik. Inilah bentuk pertalian persahabatan yang kekal yang bahkan sudah berbeda alam antara Singat Hantarung atau Dayak Ngaju dan Mamben yang adalah orang Banjar. Seiring berjalannya waktu dan perubahan alam, terutama akibat gerusan sungai Kahayan serta akibat tangan-tangan jahil dan kegiatan penambang emas ilegal yang tidak bertanggung jawab telah membuat rumpun pohon kajang mamben menjadi musnah, hanya tertinggal batu mamben yang tersisa. Sehingga atas mupakat warga desa Sepang Simin pada 1992 Situs batu Mamben dipindahkan dari Kaleka Sepang Simin Lama ke daerah ujung desa Sepang Simin. Pada 2005 pemerintah Kabapaten Gunung Mas melalui dinas terkait telah mendaftarkan Situs batu Mamben sebagai salah satu situs cagar budaya yang wajib dilestarikan.
Salam dari sampit, kebetulan saya cucu dari keturunann dambung tahunjung....Sepang Simin...ceritanya dari kakek yg merupakan Basir dari Sepang Simin... menceritakan bahwa kinyah mamben meninggal karena dikayau... setelah mereka pulang dari pernikahan... mereka tidak menghiraukan teguran kakek nya...jangan pulang dari pernikahan...mamben menjelma menjadi buaya putih (Jata) dan istri menjadi patung batu tanpa kepala. Karena kakek saya asli orang Sepang Simin dan beliau Basir agama kaharingan......kakek saya disebut Pak Sena...dan sandung beliau ada di Sepang Simin.. bersama Datuk saya dambung tahunjung.l,karena saya mendengar dari cerita kakek yg merupakan tokoh Sepang Simin,,,,ada satu wilayah lagi yg perlu dikuak yaitu Danau Da'i,,,,dari Sepang Simin juga...sekedar sharing aja... terimakasih buat mas sudah mbuat cerita daerah kita yg perlu diwariskan agar kita tidak lupa.... sukses buat mas Ats karyanya......
Iya, terima kasih atas sharingnya. Kalo saya ngambil versi ceritanya dari Buku Cerita Rakyat Kalimantan Tengah! Dan baru tau juga kalo Versi Aslinya kayak itu, Terima Kasih karena mau berbagi. Saya sengaja membuat cerita ini tujuannya tidak lah lain untuk mengangkat sejarah/ Legenda yang terjadi di tanah orang Dayak, terimakasih atas kunjungan Anda, Salam dari Murung Raya, Kalteng.
Sama -sama mas... sukses utk karyanya...
Tidak bosan-bosannya saya mampir nyimak dari Merauke
Buat yang punya cerita semacam video ini yang mau dibuatkan videonya bisa koment di bawah ya teman2...
Nnti saya coba buatkan video bergambar ya, terima kasih.
Sebenarnya masih banyak Versi lainnya dari "Legenda Batu Mamben" :
Dikisahkan pada zaman dulu kala ada sepasang suami istri yang bekerja sebagai pedagang, ia Bernama Mamben dan istrinya bernama Mirit.
Mereka berasal dari arah Kahayan Hilir, kemungkinan mereka asalnya dari daerah Banjar Kalua yang berhijrah ke Kahayan. Ia sering mudik ke hulu sungai Kahayan untuk singgah di kampung-kampung untuk berniaga.
Mamben juga terkenal sebagai orang sakti, sebagai pawang buaya.
Suatu waktu mereka pun singgah di Sepang Simin ini. Kampung ini dipimpin oleh "Dahiang Ama Bujang" atau "Singa Hantarung".
Di sana Mamben dan Istri disambut dengan baik oleh Dahiang Ama Bujang, merekapun tinggal disana beberapa lama dan menjadi sangat karib, selain karena hubungan perniagaan juga karena sikap dan perangai Mamben yang baik hati hingga Dahiang Ama Bujang dan Mamben pun melakukan ritual angkat saudara sedarah. Yaitu dengan meneteskan darah masing-masing pada daun sirih, kemudian mereka masing-masing akan mengunyah sirih itu sampai habis dan tidak boleh ada yang terbuang.
Demikianlah terjadi suatu persahabatan antara kedua tokoh ini. Setelah sekian lama, Mamben pun berpamitan kepada saudara angkatnya itu untuk melanjutkan perjalanan perniagaannya ke arah Hulu Kahayan.
Dahiang Ama Bujang sudah memberi peringatan kepada Mamben untuk tidak pergi sebab saat itu sedang marak asang kayau dari arah hulu sungai Barito dan Mahakam, namun Mamben tetap melanjutkan perjalanannya.
Setelah sekian waktu berlalu, Dahiang Ama Bujang sedang berladang, tidak jauh dari kampung tempat mereka tinggal, langit terlihat gelap pertanda hendak turun hujan yang sangat lebat. Mereka pun segera berkemas untuk segera kembali ke kampung.
Hujan yang sangat lebat disertai angin yang kencang dan petir yang sahut menyahut, membuat pandangan mereka terbatas, namun syukurnya mereka bisa tiba di tepian kampung dengan selamat, dan segera menambatkan perahu mereka.
Pada saat ia menambatkan perahunya, ia sangat terkejut melihat sesuatu mengapung-apung di sungai. Dengan pandangan yang terbatas karena hujan yang lebat itu, ia melihat itu adalah tubuh manusia.
Mereka pun bersegera menarik mayat tadi, betapa terkejut dan sedih hati Dahiang Ama Bujang sebab ternyata itu adalah mayat Mamben dan Istrinya.
Ia pun membawa mayat Mamben naik dan membaringkannya di tempat mereka menempa senjata-umumnya selalu di bawah rumah betang atau di suatu pondok, sedangkan mayat istri Mamben tetap berada di pinggir Sungai ditutupi kajang.
Karena hujan yang amat lebat, disertai angin dan petir yang sangat dahsyat membuat Dahiang Ama Bujang harus berlindung didalam rumah, hingga ia tertidur.
Di dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa Mamben dan Istrinya. Mamben berkata di dalam mimpinya bahwa mereka telah dibunuh oleh pasukan asang kayau, mayat mereka pun dibuang ke sungai, hingga terbawa arus dan tertambat di Kampung saudaranya itu. Tapi Mamben berkata kepada saudaranya itu untuk tidak perlu sakit hati, sebab ia sendiri yang akan menuntut balas.
Mamben berkata ia akan menjelma menjadi batu dan istrinya menjelma menjadi seekor buaya putih, mereka akan menjaga dan melindungi kampung Sepang Simin, sedangkan kajang yang digunakan Dahiang Ama Bujang untuk menutup mayat istrinya akan berubah menjadi rotan "ahas" yang memiliki guna, apabila mereka hendak pergi mengayau, pengecualian bagi dayak sah, maka mereka harus mengambil kajang tersebut dan rotan ahas sebagai "penyang" jimat pelindung, sehingga mereka bisa pulang kembali dengan selamat.
Dahiang Ama Bujang pun terbangun dari mimpinya, ia pun segera pergi untuk melihat kebenaran mimpinya tersebut, dan benar saja, ia tidak dapat menemukan lagi mayat Mamben dan Istrinya selain dari batu dan tidak jauh dari batu itu tumbuhlah kajang dan rotan ahas, sesuai dengan mimpi Dahiang Ama Bujang.
Batu itu pun kemudian dijadikan keramat hingga hari ini di kampung Sepang Simin, Kalimantan Tengah. Kedua batu ini selain sebagai penjaga kampung, ia juga dapat memberi petunjuk jika akan terjadi bencana atau hal buruk, demikian juga jika akan terjadi hal yang baik.
Inilah bentuk pertalian persahabatan yang kekal yang bahkan sudah berbeda alam antara Singat Hantarung atau Dayak Ngaju dan Mamben yang adalah orang Banjar.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan alam, terutama akibat gerusan sungai Kahayan serta akibat tangan-tangan jahil dan kegiatan penambang emas ilegal yang tidak bertanggung jawab telah membuat rumpun pohon kajang mamben menjadi musnah, hanya tertinggal batu mamben yang tersisa.
Sehingga atas mupakat warga desa Sepang Simin pada 1992 Situs batu Mamben dipindahkan dari Kaleka Sepang Simin Lama ke daerah ujung desa Sepang Simin. Pada 2005 pemerintah Kabapaten Gunung Mas melalui dinas terkait telah mendaftarkan Situs batu Mamben sebagai salah satu situs cagar budaya yang wajib dilestarikan.
Legenda Batu Banama yang ada di kota Palangkaraya LG bang, ditunggu kisah selanjutnya
Batu basaluh,emang sering terjadi pada jaman dulu