PART 1 In Memoriam bapak Tercinta PETRUS CANISIUS RENWARIN (peny renwarin)

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 19 чер 2022

КОМЕНТАРІ • 6

  • @billyrettobjaan
    @billyrettobjaan 2 роки тому

    💖💖💖💖💖

  • @nexstudio7664
    @nexstudio7664 2 роки тому

    Turut berduka cita yg mendalam... Selamat jalan bapak penyy. Doa kami mengiringi kepergian mu...

  • @ajenguthe7671
    @ajenguthe7671 2 роки тому

    Bapa Ani kuu 🥰🥰

  • @agustarenwarin3515
    @agustarenwarin3515 2 роки тому

    Kaka eeee ❤️❤️❤️

  • @yanaohoilulin2679
    @yanaohoilulin2679 Рік тому

    turut berdukacita kk🙏🙏

  • @stefanustokan6242
    @stefanustokan6242 2 роки тому

    SELAMAT JALAN, KAWAN PENI RENWARIN
    Semalam berita kematian itu disampaikan dari Kei via WA Grup oleh teman seangkatan di Seminari Yudas Thaddeus, Langgur, Kei, Maluku Tenggara. Peni RENWARIN telah meninggal. Tentu saja kaget dan sedih. Apalagi, teman-teman angkatan lagi ramai diskusi soal pembuatan kostum angkatan untuk reuni tahun depan (2023) di Langgur. Ukuran badan Peni cukup besar sehingga teman Tio Abraham di Bandung perlu mencari ukuran (size) yang tepat untuk Kadis Kebudayaan Kabupaten Maluku Tenggara ini.
    Rencana reuni sudah sangat matang, termasuk apa yang nanti dibuat pada 28 Oktober 2023 nanti. Itu tanggal HUT Seminari Langgur.
    Satu agenda, misalnya, kami ingin mengunjungi guru-guru kami, mengunjungi keluarga teman-teman kami dan menyerahkan kado kecil untuk Seminari.
    Dalam komunikasi soal reuni ini, Peni sangat bersemangat. Rasa humornya yang dulu dia perlihatkan di seminari, masih terdengar dalam senda gurau kami.
    Kami masuk Seminari Langgur usai tamat SD. Dengan kapal KM. Blewah saya cs berangkat dari Ambon menuju Kei. Itulah saat pertama bertemu Peni RENWARIN di Seminari. Di kelas 1 SMP itu, jumlah kami 67 orang, walau yang menjadi imam hanya 4 orang: P. Oce Rettob MSC, P. Gino Farneubun MSC, P. Amri Wuritimur Pr, dan P. Sixtus Nurmalay OSC.
    Peni berbadan kurus, pendiam namun humoris. Dia belajar dengan tekun dan tidak banyak melakukan pelanggaran. Setamat SMP, kami lanjut ke SMA setelah melalui proses seleksi ketat. Menjelang lulus kelas 3 SMA, di kelas, Peni umumkan bahwa dirinya akan kuliah di Universitas Pattimura, Ambon. Semua teman kaget atas keberanian dia mengambil keputusan itu. Maka, ketika kami dengan perasaan cemas menanti pengumuman dari Rektor Seminari untuk lolos ke seminari tinggi, Peni sudah santai-santai tanpa beban.
    Saya baru bertemu Peni lagi saat menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Seminari Xaverianum, Ambon. Bila ada waktu luang saya kunjungi teman-teman yang kuliah di Unipatti itu, di Asrama Mahasiswa Katolik Rumphius, Poka. Peni suka bercerita soal kuliahnya, tentang hal-hal ilmiah yang menjadi kesukaannya. Dia kritis dan punya visi untuk hidupnya.
    Sebagai ex seminari, tentu saja kawan-kawan ini aktif dalam kegiatan Gereja dan ibadah-ibadah lingkungan di Kota Ambon. Peran mereka tak bisa dipandang remeh. Mereka mendapat pelatihan dan kaderisasi Katolik. Bekal itu agar mereka terlibat dalam masyarakat secara aktif.
    Saat bertugas dan mengajar di Seminari Langgur, beberapa kali Peni Renwarin datang ke seminari dan bertukar pikiran atau meminta bantuan saya.
    Belum lama dia dilantik Bupati Malra sebagai Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maluku Tenggara. Teman-teman seangkatan, di WAG, sampaikan proficiat kepada dia dan keluarganya.
    Sebenarnya dia meminta saya mengedit sebuah naskahnya yang akan diterbitkan menjadi buku. Naskah itu tentang salah satu obyek budaya Kei. Saya menunggu kiriman naskah itu. Dia belum sempat kirim naskah itu sampai tiba berita duka ini.
    Kemarin, anak perempuannya, Rossa Venska RENWARIN merayakan ulang tahun. Dalam senda gurau, saya bertanya, Venska suaranya bagus. Tapi di seminari, dulu, bapaknya pemalu dan tak suka menyanyi solo. Peni bilang begini, saya sebagai orangtua hanya bisa mendukung kemauan anak-anak. Mereka punya bakat, hobi, dan ditunjang teknologi saat ini. Saya yakin ini jawaban bijak seorang bapak.
    Pada Peni ada banyak kisah. Saya belajar dari dia tentang budaya Kei. Dulu, saya ingat, dia mengajak saya dan beberapa teman datang ke rumahnya di Desa Wearlilir (Ohoi Wearlilir) untuk menikmati makan siang dengan ikan bakar, sambal (totoi kamatil), enbal, sirsir - sesuatu yang jarang tersaji di atas meja makan seminaris SYT. Saya kenal ibu dan ayahnya. Dia senang bila teman datang ke rumahnya. Ini sikap budaya orang Kei.
    Terima kasih atas pertemanan yang berlangsung lama ini. Selamat Jalan, kawan Peni Renwarin. Saya bangga menjadi temanmu saat menata diri di masa remaja hingga saat ini. Amin.