CANAL DIURUG BATAVIA TENGGELAM!

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 28 сер 2024
  • Ini adalah kelanjutan dari konten pembahasan banjir besar yang melanda kota Batavia atau Jakarta. Pada episode kedua ini atau yang terakhir - pembahasan sudah menyentuh bagaimana tindakan pemerintah kolonial Belanda dalam menanggulangi bencana banjir serta apa penyebab dari banjir itu sendiri? Tanpa berlama-lama - yuukk…langsung kita mulai saja ya…
    BANJIR KANAL BARAT
    Penanggulangan banjir di Batavia pertama kalinya ditangani secara sistematik yaitu pada pertengahan tahun 1920. Ceritanya begini - saat itu di kawasan Bogor banyak hutan yang dibuka untuk dijadikan lahan perkebunan teh. Sehingga hal ini dikhawatirkan akan memperparah dampak banjir di Batavia. Oleh karena itu, untuk meminimalkan hal tersebut maka dibuatlah rencana van Breen atau perbaikan tata air ibukota Batavia.
    Rencana ini merupakan strategi jitu untuk mengendalikan air di Batavia yang ujung-ujungnya ingin mengurangi dampak banjir. Secara garis besar, rencana ini lebih diarahkan pada tata lingkungan kota. Rencana ini juga dikaitkan dengan wacana pembuangan air dan kotoran dari wilayah pemukiman baru yang saat itu sedang dibangun, yakni kawasan Menteng.
    Inti dari rencana van Breen ini ialah membuat terusan baru yang posisinya melintang ke arah alur sungai di wilayah Batavia, yaitu dari Timur ke arah Barat. Hal ini lebih dikenal dengan istilah transversal channel. Pada tahun 1922 juga disusun rencana perbaikan kampung atau Kamppongverbeetering. Namun, rencana ini tidak berjalan lancar ya…alasannya sih klasik - karena minimnya alokasi dana.
    Sejarah pembangunan Banjir Kanal Barat atau kita singkat saja BKB dapat ditelusuri hingga ke tahun 1913. Kala itu, sebuah saluran mulai dibangun. Panjang total saluran itu adalah 4,5 kilometer, lebar 13,5 meter hingga 16 meter, dan kedalamannya empat meter hingga 12 meter. Perancangnya adalah seorang insinyur sipil Belanda yang bernama Herman van Breen. Kanal ini berfungsi khusus untuk mengendalikan air agar tidak “berkumpul” hanya di tengah Kota Jakarta saja. Saluran tersebut kemudian dikenal dengan nama Banjir Kanal Barat. Proyek tersebut dikerjakan oleh Burgerlijke Openbare Werken atau disingkat BOW yang merupakan cikal bakal Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
    Kapasitas BKB ini mampu menampung empat aliran sungai di Jakarta sekaligus yakni Kali Ciliwung, Kali Krukut, Kali Cideng, dan Kali Grogol. Pembangunan BKB tuntas pada tahun 1919. Awalnya, kanal ini membentang dari wilayah Matraman hingga Karet saja. Namun kemudian kanal ini diperluas hingga mencapai Muara Angke.
    Untuk mendukung BKB ini maka dibuatlah Pintu Air Manggarai. Untuk itu ada dua pintu yang dibangun. Yang pertama adalah untuk mengatur aliran Kali Ciliwung yang menuju ke kawasan Menteng dan pintu yang kedua adalah untuk mengalirkan air ke BKB. Dimensi pintu yang menuju ke BKB jauh lebih besar dibanding yang menuju ke kali Ciliwung itu berarti beban lebih berat dibebankan kepada pintu air yang menuju ke BKB. Menariknya Pintu air Manggarai ini terintegrasi dengan Jembatan kereta atau spoorbrug Manggarai dan juga underpass Manggarai. Di kompleks Pintu Air manggarai ini juga berdiri kantor pengelola Pintu Air Manggarai.
    SEDIMENTASI CANAL
    Anda pasti sepakat bahwa sangatlah penting pembahasan mengenai penyebab banjir itu sendiri. Salah satu faktor penyebab banjir adalah terjadinya sedimentasi sungai akibat lumpur dan pasir yang dikirim dari hulu. Biasanya sejumlah lumpur yang signifikan dibawa oleh aliran sungai saat curah hujan mencapai intensitas tinggi di hulu.
    Selain karena lumpur murni maka sedimentasi juga akibat dari tumbuhan enceng gondok. Akar enceng gondok ini mampu “menangkap” sampah yang dibawa oleh aliran sungai dan makin lama semakin banyaklah sampah yang bergabung dengan enceng gondok tersebut apalagi jika ditambah dengan adanya pendangkalan sungai akibat sedimentasi lumpur sehingga enceng gondok akan tertahan di sungai alias tidak bisa mengalir. Itulah penjelasan sederhana proses awal terjadinya sedimentasi sungai di Batavia.
    Menariknya saat musim kemarau - di atas sedimentasi ini malah dijadikan sebagai tempat menjemur oleh para tukang binatu seperti pada dokumentasi di area dekat pintu air atau sluisbrug. Kemudian juga di Kali Ciliwung Jl. Pasar Baru Timur ditemukan ada sedimentasi yang cukup parah sehingga pada saat musim kemarau beberapa perahu feeder terperangkap alias kandas terjebak oleh sedimentasi.
    Itulah dulu bahasan lengkap tentang sejarah banjir besar yang pernah melanda kota Batavia. Ini merupakan episode yang terakhir. Jadi apapun yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota - Batavia atau Jakarta tetap saja banjir. Apalagi kalau tidak melakukan apa-apa?

КОМЕНТАРІ • 3

  • @AndreGunawan73
    @AndreGunawan73 7 місяців тому

    Riset yang bagus Bang, Selamat Tahun Baru dan sukses terus

  • @omgembuljalanjalan
    @omgembuljalanjalan 4 місяці тому

    Canal kwitang itu bukannya canal garis pertahanan Van Den Bosch yg membelah kwitang lalu ke arah gunung sari dan ke pangeran jayakarta ya ?

    • @otografivlog
      @otografivlog  4 місяці тому +1

      Nama Canal Kwitang itu memang dari saya hanya untuk memudahkan dalam pengucapannya saja. Dulunya dinamakan garis pertahanan Van den Bosch. Anda benar. Kalau anda tertarik tentang Canal atau sungai di Batavia monggo tonton konten tentang kali Ciliwung yang saya buat 3 episode. Belajar mengenal kota Batavia lewat penyusuran kali Ciliwung. Disitu anda akan tahu bahwa ternyata Canal G. Sahari yang berbelok ke P. Jayakarta adalah kali Ciliwung.