Alhamdulillah, terima kasih pencerahannya Prof. Ali. Saya setuju UN "dihidupkan" kembali, biar tidak ada sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran apa adanya, sehingga semangat belajar dari pendidik dan peserta didik biar tumbuh kembali.
Prof. Suyanto, tolong bahas instrumen akreditasi PAUD, DIKDAS, DIKMEN. Kalau dipelajari instrumen-nya kurang sesuai prof. Mengacu ke program-program Kemendikbud kemarin. Pdhl instrumen tsb hrs independen berdasarkan standar. Semoga pak Mentri yg baru menghidupkan kembali BSNP. Sehingga jelas standar pendidikan kita.
Setuju UN diberlakukan lagi. Untuk menghindari kecurangan maka UN harus berbasis komputer dan bersifat on line. Syarat kelulusan harus berdasarkan nilai UN murni. Dengan begitu siswa/i termotivasi untuk serius belajar.
Anda belum paham cara main ujian online /digital. Perlu tau skor real time dan non real time. Justru kecurangan bisa lebih mudah dg menggunakan online digital. KKN masih bisa terjadi, misal kalau punya koneksi panitia soal anak pejabat bisa dapat nilai bagus.
Jika populasi anak-anak berkembang lebih cepat daripada jumlah sekolah yang dapat memberikan mereka pendidikan yang layak, akan ada tingkat partisipasi yang lebih rendah daripada yang diharapkan atau sekolah-sekolah yang penuh sesak dengan kualitas yang buruk. Pertanyannya, setelah orde baru, pemerintah pernah bangun sekolah negeri???
Kalau kualitas pendidikan kita baik tdk perlu ada UN, apalagi sistem ranking itu menurut saya tdk baik hanya mempersubur kolusi korupsi nepotisme. Dan mengurutkan kecerdasan siswa berdasarkan skor 1 koma 2 koma. Pdhl itu selisih yg tdk signifikan. Sistem grade huruf menurut saya lebih adil. Kalau anak pejabat/orang kaya selalu dapat ranking/dibantu supaya lulus, main belakang. Indonesia ini bukan negara jujur spt eropa dan singapura. Kita masih budaya amplop/korupsi. Itu persoalan bangsa kita. Kita bukan bangsa bodoh. Kita tdk kekurangan orang pintar. Kita kekurangan generasi cerdas yg jujur, berakhlakul karimah, anti korupsi kolusi nepotisme. Kata siapa ujian online /berbasis digital tidak ada kecurangan? Justru nilai itu mudah dikatrol dg sistem mesin. Misal Si A anak pejabat/punya koneksi orang dalam diharapkan lulus tes CPNS bisa diatur skornya supaya nilai yg keluar yg paling tinggi atau posisi 2 dan 3, spy ada peluang bisa lulus. Salah besar kalau sistem online dianggap tidak ada kecurangan 😂 😂
Terlalu mudah dan sembarangan para menteri pendidikan mengubah kurikulum dan juga istilah..thn 1990 ada istilah EBTA dan EBTANAS . lalu diganti dgn istilah Unas..jelas beda makna dan spirit
Setuju sekali Prof. Ali saukah & Prof. Suyanto
Obrolan yg bermanfaat.....
Semangat berjuang agar UN dihidupkan kembali semoga membuka pikiran masyarakat Indonesia
Semoga prof Abdul Mu'ti bisa menindak lanjuti sistem pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
Betul pak profesor bahwa menuju sukses harus mengalami stress, kalau pun UN membuat siswa stres ini adalah stress yang positif
Alhamdulillah, terima kasih pencerahannya Prof. Ali. Saya setuju UN "dihidupkan" kembali, biar tidak ada sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran apa adanya, sehingga semangat belajar dari pendidik dan peserta didik biar tumbuh kembali.
Prof. Suyanto, tolong bahas instrumen akreditasi PAUD, DIKDAS, DIKMEN. Kalau dipelajari instrumen-nya kurang sesuai prof. Mengacu ke program-program Kemendikbud kemarin. Pdhl instrumen tsb hrs independen berdasarkan standar.
Semoga pak Mentri yg baru menghidupkan kembali BSNP. Sehingga jelas standar pendidikan kita.
Sangat mudah melihat kualitas pendidikan suatu bangsa. Salah satu dengan menggunakan PISA program for international student assessment.
Ijinkan Saya ikut nimbrung Prof. Seharusnya Kita juga perlu blue print pendidikan Indonesia. 🙏
Setuju UN diberlakukan lagi. Untuk menghindari kecurangan maka UN harus berbasis komputer dan bersifat on line. Syarat kelulusan harus berdasarkan nilai UN murni. Dengan begitu siswa/i termotivasi untuk serius belajar.
Anda belum paham cara main ujian online /digital. Perlu tau skor real time dan non real time. Justru kecurangan bisa lebih mudah dg menggunakan online digital. KKN masih bisa terjadi, misal kalau punya koneksi panitia soal anak pejabat bisa dapat nilai bagus.
Jika populasi anak-anak berkembang lebih cepat daripada jumlah sekolah yang dapat memberikan mereka pendidikan yang layak, akan ada tingkat partisipasi yang lebih rendah daripada yang diharapkan atau sekolah-sekolah yang penuh sesak dengan kualitas yang buruk.
Pertanyannya, setelah orde baru, pemerintah pernah bangun sekolah negeri???
Banyak sdh
jika hasil UN diperuntukkan untuk seleksi masuk PT, pertanyaannya tidak sampai 10% melanjutkan ke PT, dan itu pemborosan.
Kalau kualitas pendidikan kita baik tdk perlu ada UN, apalagi sistem ranking itu menurut saya tdk baik hanya mempersubur kolusi korupsi nepotisme. Dan mengurutkan kecerdasan siswa berdasarkan skor 1 koma 2 koma. Pdhl itu selisih yg tdk signifikan. Sistem grade huruf menurut saya lebih adil. Kalau anak pejabat/orang kaya selalu dapat ranking/dibantu supaya lulus, main belakang. Indonesia ini bukan negara jujur spt eropa dan singapura. Kita masih budaya amplop/korupsi. Itu persoalan bangsa kita. Kita bukan bangsa bodoh. Kita tdk kekurangan orang pintar. Kita kekurangan generasi cerdas yg jujur, berakhlakul karimah, anti korupsi kolusi nepotisme.
Kata siapa ujian online /berbasis digital tidak ada kecurangan? Justru nilai itu mudah dikatrol dg sistem mesin. Misal Si A anak pejabat/punya koneksi orang dalam diharapkan lulus tes CPNS bisa diatur skornya supaya nilai yg keluar yg paling tinggi atau posisi 2 dan 3, spy ada peluang bisa lulus. Salah besar kalau sistem online dianggap tidak ada kecurangan 😂 😂
UN BISA DIPAKAI TAPI BUKAN SATU2NYA ALAT UKUR. HARUS JADI SALAH SATU SAJA
Terlalu mudah dan sembarangan para menteri pendidikan mengubah kurikulum dan juga istilah..thn 1990 ada istilah EBTA dan EBTANAS . lalu diganti dgn istilah Unas..jelas beda makna dan spirit