MONOLOG "Niken" SMAN 1 PACET Kabupaten Mojokerto Jawa Timur

Поділитися
Вставка
  • Опубліковано 6 лют 2025
  • Naskah Monolog
    MAYA DAN KESEPIANNYA
    Oleh Ahda Imran
    Berbagai plattform media sosial dalam dunia digital menyediakan banyak cara bagi setiap orang untuk mengemas dan menghadirkan dirinya sebagai apa pun. Ini dimungkinkan karena dunia digital menyimpan banyak ilusi. Dunia maya dengan berbagai godaan pencitraan. Melalui video dan foto-foto saban orang bisa mengemas dirinya agar terlihat bahagia, memamerkan kesuksesan, terkenal, dan memiliki semua kesempurnaan. Realitas palsu yang menyebabkan keterasingan dan kesepian. Orang tak bisa lagi membedakan dirinya yang maya dan yang sesungguhnya, sehingga munculah konflik dalam dirinya. Di sisi lain, tidak sedikit orang memanfaatkan platform media sosial untuk merayakan kreativitas dan keberagaman dalam banyak hal. Membuat konten-konten yang menarik dalam menghadirkan minat dan potensi dirinya, menyebarluaskannya.
    Satu
    Panggung merupakan ruang dengan beberapa tripod ponsel maupun kamera. Ada juga sebuah meja dengan laptop dan beberapa perangkat lainnya. Ada juga sebuah kursi yang tampak terasing. Di bagian lain, panggung memperlihatkan sebuah dapur kecil yang tertata rapih, dan di depannya terdapat tripod dan ponsel.
    Cahaya redup.
    Bisa juga latar panggung menampilkan visual Maya dalam berbagai pose di sejumlah platform media sosial-selegram atau seleb Tiktok terkenal. Cahaya lalu menjadi terang atau bisa juga diiringi musik yang riang. Saat itulah Maya muncul, seolah menemui para wartawan yang sudah menunggunya.
    MAYA
    Haiiii…. Sorry, enggak lama ‘kan nunggunya? Tadi Maya meeting dulu, planning buat ke Hong Kong.
    Gimana? Hmmmm gimana, yah, tadi pengennya sih secret dulu, tapi oke, deh. Jadi gini, ada brand sepatu remaja di Hong Kong pengen diensdors sama Maya, pemotretannya juga di sana selama dua minggu.
    Bagaimana? Yaa doain aja, kalau semua lancar pengennya sekalian liburan ke Eropa, pengen sekali lihat-lihat kampus di sana. Maya ‘kan bentar lagi lulus SMA.
    Kuliah di Indonesia? Ya kita lihat nanti deh (tertawa).
    Soal yang mana? Ooo, soal gosip itu, Maya no comment deh, yah. (Tertawa), enggak apa-apa, orang kan bebas bikin komentar. Maya kan enggak bisa ngatur-ngatur apa yang dipikirkan orang tentang Maya. Maya nyantai-nyantai aja kok.
    Apa? O, iya, dong, Maya seneng followers tiap hari nerus nambah, tapi Maya enggak nyari followers, kok, yang penting Maya melakukan apa yang Maya suka….(tertawa).
    Main sinetron? Belum ada yang cocok. Maya masih nyaman begini.
    (Suara ponsel Maya).
    MAYA
    Okey, ya, kakak, kakak, segitu dulu yaaah, terima kasih…
    (Bicara di ponsel) Hallo, iya, Mbak Lusi, iya, manajemen Maya tadi sudah bicara soal kontrak, kebetulan tadi meeting. Brand-nya beda, kok. Okey, Nanti saja di Singapore sekalian, iya, Maya mampir. Iya, Tante, byeee….
    Maya berjalan, berlenggak-lenggok sambil melambai-melambai pada orang-orang yang seolah memanggilnya. Lalu selfie berbagai pose dan ekspresi wajah. Visual latar bisa juga menampilkan foto-foto Maya di berbagai platform media sosial lengkap dengan komen-komen follower yang memujinya.
    Musik berhenti perlahan. Cahaya redup, sepi dan murung. Maya berjalan gontai, duduk di kursi kosong
    MAYA
    (Membuka ponsel, meletakkannya) Aaah…sebetulnya untuk apa semua kepura-puraan ini? Cuma Ilusi. Aku semakin tidak bisa membedakannya mana diriku yang sebenarnya, mana diriku yang cuma ilusi. Tapi, aku suka. Ilusi yang membuat aku bahagia, bebas mau jadi apa saja. Punya penggemar, followers, terkenal. Semua orang mengenalku. Tidak seperti kenyataan yang sebenarnya. Makin lama aku makin percaya meski aku tahu semua palsu, pura-pura.
    Dan lama-kelamaan aku seperti tidak bisa keluar lagi. Aku jadi ketagihan. Ketika kembali ke dalam diriku yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya, aku merasa menjadi orang asing. Semuanya membuatku kesepian. Tidak bisa lagi aku berbaur dengan siapapun, ibu, ayah, atau teman-teman. Kepalaku isinya cuma ilusi, pencitraan, semuanya palsu.
    (Mengambil ponsel, membuka-buka sebentar) Aku sebenarnya capek, menjadi orang yang bukan diriku, tapi aku ngotot kalau itu adalah diriku.
    Lampu redup.
    Pause
    Dua
    Cahaya lembut ke arah dapur kecil. Karakter Maya berubah menjadi Ami. Di dapur kecilnya, di depan kamera, Ami sedang membuat konten. Visual di layar juga bisa menampilkan berbagai foto sambal.
    AMI
    Kalau sudah semua dicuci, cabe, bawang, sereh, daun jeruk, kita iris-iris sampai halus, simpan di mangkok. Terus kita tambahkan garam, gula, air jeruk nipis, diaduk sampai rata. Aaand then, sekarang kita panaskan minyak di wajan, lebih bagus lagi minyak kelapa. Kita tunggu sampai panas, naaah, sekarang kita siramkan ke dalam mangkok. Praktis kan?
    (Ke depan kamera) Taraaaa, ini dia; sambal matah Bali!
    Jadi, Gaes, ternyata tidak semua sambal diulek, ada yang diiris-iris seperti sambal matah Bali atau sambal dabu-dabu Manado yang barusan kita buat.

КОМЕНТАРІ •