1. Harusnya Kyai Idrus dan Gus Wafi jangan gampang bicara ijmak, karena dalam studi hukum Islam, tak ada ijmak di luar urusan hukum syar'i, apalagi ijmak soal metodologi sebuah ilmu (nasab) pasti tidak ada. Ijmak hanya ada dalam konteks merumuskan/ memutuskan status/keadaan hukum atau peristiwa hukum menurut hukum syari dan menggunakan dalil syar'i. Jadi kalopun ada kesepakatan, misalnya para naqobah menyepakati metode syuhrah wal istifadah untuk dipakai dalam ilmu nasab, maka ini tak bisa didudukan atau dimasukkan ke dalam piramida hukum islam bab ijmak. Jadi konsensus bidang keilmuan bukan termasuk sumber hukum Islam (mashadir ahkam). 2. Selain itu, ijmak sendiri, akan sulit didapat untuk urusan2 paska meluasnya pemeluk agama Islam keberbagai wilayah di seluruh dunia, yg sudah terjadi jauh sebelum Ali Assakran menuliskan kitabnya yg mengafirmasi keberadaan manusia bernama Imam Ubaidillah. Gimana cara mengumpukan Para Mujtahidnya setelah Islam tersebar ke seluruh dunia? Kalo (mohon maaf) sekedar "ijtima" ulama mungkin bisa hahahah (seperti konsensus segelintir ulama yg mendukung Prabowo atau Anies adlam Pemilu heheheh). Belum lagi persyaratan Mujtahid nya yg harus hafal al Quran dan Hadist, akan menambah sulit munculnya ijmak atas sebuah peristiwa / keadaan hukum. 3. Belum lagi Ulama Syiah (yg sudah muncul sebelum lahirnya para Naqobah) tentu tak akan mau menerima ijmak ulama kalangan sunni, karena mereka mendefinisikan ijmak itu adalah konsensus para imam di kalangan Imam Syiah. Begitu juga ulama Sunni mana mau menerima pola argumen yg diajukan Imam Syiah. Itu sebabnya, Muhammad Abu Zahra, yg sudah paham bahwa tak mungkin ada ijmak setelah Islam tersebar ke seluruh dunia, menggeser pembahasan ijmak ke "jumhur ulama" sehingga bagi Beliau ijmak sudah sah asal mayoritas ulama mujtahid menyetujui ijmak tersebut. Tentu saja pendapat Beliau tak sejalan dengan Ulama lain, misalnya Abdul Karim Zaidan, yg tetap berpandangan ijmak baru dianggap sah jika seluruh ulama mujtahid bersepakat. 4. Belum lagi kalo kita menggunakan unsur-unsur ijmak untuk menentukan ijmak atas hal2 yg dibahas dalam ilmu nasab / soal nasab Klan Baalawi, maka hampir pasti tak memenuhi standar unsur2 ijmak, karena harus a. adanya kesepakatan seluruh mujtahid, b. kesepakatannya harus dinyatakan secara jelas, c. Kesepakatannya menyangkut hukum syari'. Unsur nomor a dan b tak akan pernah bisa dipenuhi, karena faktanya salah satu ulama besar yg masuk kategori Mujtahid, yakni Ibnu Hazm termasuk Mujtahid yang justru secara jelas sudah menyatakan tidak mempercayai Nasab Klan Baalawi ke Rasulullah. Jadi secara jenis Ijmak Qauli, pastilah tak ada ijmak tentang Nasab Baalawi ke Rasulullah. 5. Apalagi jika kita mengikuti argumen dari Syaikh Sulaiman bin Abdul Qowy soal batasan ranah ijmak, maka karena ranah ilmu itu wilayah ijtihad yg bersifat zhonny maka mustahil menghasilkan/ mengumpulkan pikiran seluruh mujtahid diseluruh dunia ke satu kesepakatan yg tunggal. 6. Kesimpulan: Jadi kalau ada Gus manapun atau Imam Besar manapun atau Habib manapun mengatakan bahwa thesisnya Kyai Imad itu menyalahi ijmak Ahli Ilmu Nasab (apalagi jika cuma ijmak para Naqobah/Pencatat Silsilah) tentang metode ilmu nasab (misalnya metode syuhrah wal istifadah) atau menyalahi ijmak Ahli Ilmu Nasab / ijmak para Naqobah/Pencatat Silsilah tentang nasab Baalawi, saya kira dari sudut pandang ilmu fiqh, klaim2 seperti ini sudah jelas menyalahi metode analisa yg sesuai dengan ilmu hukum Islam (islamic jurispridence). 7. Tentu saja saya tidak heran, wong mereka rata2 tak bisa membedakan hal yg sangat basik soal: mana studi ilmu nasab yg diperlukan untuk penerapan Fiqh Nasab (yg hanya membutuhkan pembuktian nasab 2 derajat ke atas dan kebawah) dengan studi ilmu nasab untuk mementukan status silsilah sebuah keluarga/klan kepada buyutnya atau kepada pihak lain yg jaraknya lebih dari 1000 tahun. Wallahualam.
Penyimpanan Datanya juga masih jadul. Masih menggunakan floppy disk drive (FDD). Belum HDD. Apalagi SSD M.2 NvMe. Sekarang kita sedang menuju ke tekhnologi AI. [AI atau Artificial Intelligence adalah teknologi yang dirancang untuk membuat komputer memiliki kemampuan intelektual manusia].
GUNANYA ALLAH MENCIPTAKAN NERAKA, SALAH SATUNYA BUAT MELEMPARKAN BUDAK BA'ALWI KE DALAMNYA. KENAPA BEGITU??? KARENA MEREKA SUDAH JADI PENGKHIANAT! IKUT MENDUKUNG PENGOTORAN KESUCIAN NASAB SUCI RASULULLAH SAW YANG SUDAH DIOBOK-OBOK KLAN BA'ALWI, YAHUDI ASKHENAZI YANG MENGAKU-NGAKU SEBAGAI JURIAT RASULULLAH SAW!
MAKAN UANG HARAM JADI PENGHIANAT. BANGSANYA SENDIRI .
MENJIJIKAN .......!!!!!!
🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩✊✊✊✊✊✊
Wafi.. Jongos baklawi, yg mati2an bela jungjungannya
1. Harusnya Kyai Idrus dan Gus Wafi jangan gampang bicara ijmak, karena dalam studi hukum Islam, tak ada ijmak di luar urusan hukum syar'i, apalagi ijmak soal metodologi sebuah ilmu (nasab) pasti tidak ada. Ijmak hanya ada dalam konteks merumuskan/ memutuskan status/keadaan hukum atau peristiwa hukum menurut hukum syari dan menggunakan dalil syar'i. Jadi kalopun ada kesepakatan, misalnya para naqobah menyepakati metode syuhrah wal istifadah untuk dipakai dalam ilmu nasab, maka ini tak bisa didudukan atau dimasukkan ke dalam piramida hukum islam bab ijmak. Jadi konsensus bidang keilmuan bukan termasuk sumber hukum Islam (mashadir ahkam).
2. Selain itu, ijmak sendiri, akan sulit didapat untuk urusan2 paska meluasnya pemeluk agama Islam keberbagai wilayah di seluruh dunia, yg sudah terjadi jauh sebelum Ali Assakran menuliskan kitabnya yg mengafirmasi keberadaan manusia bernama Imam Ubaidillah. Gimana cara mengumpukan Para Mujtahidnya setelah Islam tersebar ke seluruh dunia? Kalo (mohon maaf) sekedar "ijtima" ulama mungkin bisa hahahah (seperti konsensus segelintir ulama yg mendukung Prabowo atau Anies adlam Pemilu heheheh). Belum lagi persyaratan Mujtahid nya yg harus hafal al Quran dan Hadist, akan menambah sulit munculnya ijmak atas sebuah peristiwa / keadaan hukum.
3. Belum lagi Ulama Syiah (yg sudah muncul sebelum lahirnya para Naqobah) tentu tak akan mau menerima ijmak ulama kalangan sunni, karena mereka mendefinisikan ijmak itu adalah konsensus para imam di kalangan Imam Syiah. Begitu juga ulama Sunni mana mau menerima pola argumen yg diajukan Imam Syiah. Itu sebabnya, Muhammad Abu Zahra, yg sudah paham bahwa tak mungkin ada ijmak setelah Islam tersebar ke seluruh dunia, menggeser pembahasan ijmak ke "jumhur ulama" sehingga bagi Beliau ijmak sudah sah asal mayoritas ulama mujtahid menyetujui ijmak tersebut. Tentu saja pendapat Beliau tak sejalan dengan Ulama lain, misalnya Abdul Karim Zaidan, yg tetap berpandangan ijmak baru dianggap sah jika seluruh ulama mujtahid bersepakat.
4. Belum lagi kalo kita menggunakan unsur-unsur ijmak untuk menentukan ijmak atas hal2 yg dibahas dalam ilmu nasab / soal nasab Klan Baalawi, maka hampir pasti tak memenuhi standar unsur2 ijmak, karena harus a. adanya kesepakatan seluruh mujtahid, b. kesepakatannya harus dinyatakan secara jelas, c. Kesepakatannya menyangkut hukum syari'. Unsur nomor a dan b tak akan pernah bisa dipenuhi, karena faktanya salah satu ulama besar yg masuk kategori Mujtahid, yakni Ibnu Hazm termasuk Mujtahid yang justru secara jelas sudah menyatakan tidak mempercayai Nasab Klan Baalawi ke Rasulullah. Jadi secara jenis Ijmak Qauli, pastilah tak ada ijmak tentang Nasab Baalawi ke Rasulullah.
5. Apalagi jika kita mengikuti argumen dari Syaikh Sulaiman bin Abdul Qowy soal batasan ranah ijmak, maka karena ranah ilmu itu wilayah ijtihad yg bersifat zhonny maka mustahil menghasilkan/ mengumpulkan pikiran seluruh mujtahid diseluruh dunia ke satu kesepakatan yg tunggal.
6. Kesimpulan: Jadi kalau ada Gus manapun atau Imam Besar manapun atau Habib manapun mengatakan bahwa thesisnya Kyai Imad itu menyalahi ijmak Ahli Ilmu Nasab (apalagi jika cuma ijmak para Naqobah/Pencatat Silsilah) tentang metode ilmu nasab (misalnya metode syuhrah wal istifadah) atau menyalahi ijmak Ahli Ilmu Nasab / ijmak para Naqobah/Pencatat Silsilah tentang nasab Baalawi, saya kira dari sudut pandang ilmu fiqh, klaim2 seperti ini sudah jelas menyalahi metode analisa yg sesuai dengan ilmu hukum Islam (islamic jurispridence).
7. Tentu saja saya tidak heran, wong mereka rata2 tak bisa membedakan hal yg sangat basik soal: mana studi ilmu nasab yg diperlukan untuk penerapan Fiqh Nasab (yg hanya membutuhkan pembuktian nasab 2 derajat ke atas dan kebawah) dengan studi ilmu nasab untuk mementukan status silsilah sebuah keluarga/klan kepada buyutnya atau kepada pihak lain yg jaraknya lebih dari 1000 tahun.
Wallahualam.
@@demit007 Subhanallah makin menambah ilmu kita. Syukron kang barokallah
Penyimpanan Datanya juga masih jadul. Masih menggunakan floppy disk drive (FDD). Belum HDD. Apalagi SSD M.2 NvMe. Sekarang kita sedang menuju ke tekhnologi AI.
[AI atau Artificial Intelligence adalah teknologi yang dirancang untuk membuat komputer memiliki kemampuan intelektual manusia].
Wafi sd aja gak lulus 🤣🤣🤣
Waduh!!
GUNANYA ALLAH MENCIPTAKAN NERAKA, SALAH SATUNYA BUAT MELEMPARKAN BUDAK BA'ALWI KE DALAMNYA.
KENAPA BEGITU???
KARENA MEREKA SUDAH JADI PENGKHIANAT!
IKUT MENDUKUNG PENGOTORAN KESUCIAN NASAB SUCI RASULULLAH SAW YANG SUDAH DIOBOK-OBOK KLAN BA'ALWI, YAHUDI ASKHENAZI YANG MENGAKU-NGAKU SEBAGAI JURIAT RASULULLAH SAW!