Відео

آمين

@@medicf893 وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Jika maksud panggilan "Pak Haji" itu adalah "orang yang pernah menunaikan rangkaian ibadah haji ke baitullah", sedangkan dia belum berhaji ke baitullah, maka secara dhahir hukumnya adalah haram. Karena termasuk panggilan dusta.

Monggo. بارك الله

بارك الله فيك

@@imanfurqon9437 آمين يا رب العالمين. بارك الله فيك.

Pada dasarnya, akad jual beli (بيع) dan akad pemesanan/inden (سلم) adalah termasuk aqad yang tetap/lazim dari kedua belah pihak (عقد لازم من الطرفين). Maksudnya, kedua belah pihak tidak boleh untuk fasakh (merusak) atau membatalkan akad secara sepihak tanpa adanya perkara yang membolehkan keduanya untuk membatalkan, misalnya karena adanya 'aib (cacat) dari barang yang dijual. Hal ini karena syari'at melarang adanya praktik penipuan dan kecurangan.

@@RagilMustofa status DP yg dibawa teman saya bagaimana ustadz?

​@@febrinrohman899​ Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, pihak yang dirugikan sebab pembatalan tanpa 'udzur tersebut berhak mengajukan ganti rugi. Jika pihak pembeli kemudian memberikan 3 juta itu sebagai ganti rugi, tidak apa-apa pihak penyedia jasa untuk menerimanya.

Sami-sami nggih. Barakallah.

Silahkan. 😁🙏🏻

Hukum masuk ke Mekkah dalam keadaan berihram (baik haji atau 'umrah) ada 3 pendapat: (1) sunnah, (2) wajib, (3) diperinci: jika dia termasuk orang yang rutin keluar-masuk Mekkah, maka tidak wajib; sedangkan jika dia termasuk orang yang tidak rutin keluar-masuk Mekkah, maka wajib. Menurut Imam An-Nawawi di dalam Al-Idlah, pendapat yang lebih shahih adalah yang pertama (sunnah) Penjelasannya sudah pernah dibahas di: ua-cam.com/video/VbbLEDDMbp0/v-deo.htmlsi=j_W21r7gmRl0aBxM

Di toko-toko kitab biasanya ada. Silahkan dicek secara offline ataupun online.

Aamiiiin ya Rabbal 'aalamiin. Jazakumullah khairan katsiran.

Sesuai judul, video ini hanya membahas cabang masalah terkait kewajiban wuquf di 'Arafah saja: (فرع) واجب الوقوف بعرفات ... إلخ

الحمد لله رب العالمين Terima kasih kembali. بارك الله

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Terima kasih. 🙏🏻

Matur nuwun Ibu, sampun mampir. Monggo, dipunsekecaaken.

Alhamdulillah. Terima kasih. 🙏🏻

Silahkan. Barakallah.

Silahkan.

Terima kasih. 🙏🏻

@@RagilMustofa saya juga ustadz terimakasih banyak

الحمد لله رب العالمين Terima kasih. Semoga bermanfaat.

Semoga Allah Ta'ala menetapkan kita selalu dalam keimanan kepada-Nya, keridlaan dengan ketetapan-Nya, kesabaran dalam menghadapi ujian dari-Nya, dan rasa syukur atas semua karunia-Nya. Aamiiin.

ولله الحمد

Aaamiiin. Terima kasih ya. Semoga bermanfaat dan barakah.

Silahkan Bapak. Semoga tambah manfaat dan barakah.

@@RagilMustofa Aamiinnn terimakasih banyak ustadz🙏🙏🙏

Alhamdulillah. Terima kasih. 🙏🏻

Alhamdulillah. Aamiiin. Aamiiin. Terima kasih Pak Suparno. 🙏🏻

Silahkan. Terima kasih sudah mampir. Semoga bermanfaat. 🤲🏻

Allahumma shalli wa sallim wa barik 'alaihi wa 'ala alihi.

Jika imam ragu jumlah raka'at, maka wajib bagi imam untuk mengambil bilangan raka'at yang paling sedikit, lalu sunnah baginya untuk sujud sahwi, karena ihtimal adanya tambahan raka'at. Ini adalah prosedur jika imam atau orang yang shalat munfarid lupa bilangan raka'at. Sedangkan bagi ma'mum (muwafiq ataupun masbuq), dia tidak boleh mengikuti imam di dalam raka'at tambahan itu. Jika dia mengikuti imam di dalam raka'at tersebut, maka batal shalatnya ma'mum. Seperti keterangan Syaikh Zainuddin Al-Malibari di dalam kitab Fathul Mu'in: (فرع) لو قام إمامه لزيادة كخامسة ولو سهوا لم يجز له متابعته ولو مسبوقا أو شاكا في ركعة بل يفارقه ويسلم أو ينتظره على المعتمد. Nah, berdasarkan keterangan di atas, bagi ma'mum, menurut qaul yang mu'tamad, dia hanya bisa memilih di antara dua opsi: 1. Mufaraqah (memisahkan diri) dari imam, lalu salam sendiri, atau 2. Menunggu imam dalam posisi duduk tasyahhud untuk kemudian salam bersama imam. Jika kemudian imam sujud sahwi sebelum salam, maka bagi ma'mum wajib mengikuti imam untuk sujud sahwi bersama imam sebelum salam. Catatan: batalnya shalat ma'mum ketika mengikuti imam di dalam raka'at tambahan hanya berlaku ketika ma'mum mengetahui bahwa itu adalah raka'at tambahan. Oleh karena itu, jika ma'mum tidak tau kalau itu adalah raka'at tambahan, maka tidak batal shalatnya ma'mum, dan dihitung sebagai satu raka'at bagi ma'mum masbuq. Seperti keterangan Sayyid Bakri Syatha di dalam kitab Hasyiyah I'anah Ath-Thalibin: قوله: (لم يجز له متابعته) أي: لم يجز للمأموم أن يتابعه في الركعة الزائدة، فإن تابعه بطلت صلاته لتلاعبه، ومحله إن كان المأموم عالما بالزيادة، فإن كان جاهلا بها، وتابعه فيها لم تبطل صلاته، وحسبت له تلك الركعة إذا كان مسبوقا لعذره، وإن لم تحسب للإمام. Kesimpulan: Bagi ma'mum masbuq yang mulai berma'mum sejak raka'at kedua, lalu imam melaksanakan prosedur lupa jumlah raka'at: 1. Jika dia tau bahwa raka'at yang dilaksanakan imam adalah raka'at tambahan (misalnya raka'at kelima shalat 'isya), ma'mum tersebut tidak boleh mengikuti imam. Dia bisa memilih dua opsi: a. Mufaraqah dari imam, lalu melaksanakan raka'atnya yang keempat, atau b. Menunggu imam di posisi duduk. Kemudian, setelah imam salam, dia baru melaksanakan raka'atnya yang keempat. Karena waktu ma'mum masbuq melaksanakan kekurangan raka'at adalah setelah imam salam. 2. Jika ma'mum masbuq tidak tau kalau itu raka'at tambahan, maka jika ma'mum masbuq mengikuti imam dalam raka'at tambahannya itu, shalatnya tidak batal, dan raka'at tersebut terhitung baginya. Demikian. Wallahu a'lam. []

اللهم صل و سلم و بارك عليه وعلى آله

Silahkan. Semoga bermanfaat & berkah. 🤲🏻

Alhamdulillah. Sami-sami. Terima kasih atas supportnya, Kang Ustadz.

Alhamdulillah. Maturnuwun Mas. Insya'allah. Mugi-mugi berkah lan saget bermanfaat.

Aaaamiiin

Aaamiiin ya Rabbal 'aalamiiin.

Siap Mas. Maturnuwun. 😁🙏🏻

Matur nuwun Mas.

Silahkan disimak penjelasan yang disampaikan di dalam video. Jadi, untuk shalat sunnah, dibolehkan shalat di atas kendaraan di dalam safar. Sedangkan untuk shalat fardlu, maka tidak boleh (tidak sah) dilaksanakan di atas kendaraan yang bergerak (berjalan). Berdasarkan penjelasan para ulama Syafi'iyyah, keterangan ini berdasarkan hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari shahabat Jabir bin 'Abdillah radliyallahu 'anhu, beliau berkata, كانَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُصَلِّي علَى رَاحِلَتِهِ، حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أرَادَ الفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ. "Rasulullah ﷺ pernah shalat di atas kendaraan beliau menghadap kemana arah kendaraan beliau itu menghadap. Namun, ketika beliau hendak shalat fardlu, beliau turun dari kendaraan dan shalat menghadap kiblat." Jadi, Rasulullah ﷺ shalat di atas kendaraan (unta) itu hanya ketika beliau melakukan shalat sunnah. Adapun untuk shalat fardlu, ketika beliau safar, beliau kerjakan dengan turun dari kendaraan (unta) beliau, dengan menjejakkan kaki di atas tanah, menghadap ke arah kiblat dan melaksanakannya secara sempurna. Keterangan dan ketentuan fiqih lebih lanjut silahkan merujuk ke misalnya Kanz Ar-Raghibin Syarh Minhaj Ath-Thalibin karya Imam Al-Mahalli.

Alhamdulillah. Terima kasih Kang.

Terima kasih kembali mas. Penjelasan tersebut berlaku pula untuk perjalanan lain secara umum, selama motif perjalanan (safar) nya tidak untuk tujuan maksiat, dan jarak perjalanannya mencapai 2 marhalah (sekitar 82 kilometer).

Aaamiiin ya Rabbal 'aalamiin. Wa iyyakum. Maturnuwun sanget. Pangestunipun mugi manfaat lan berkah.

Aaamiiin ya Rabbal 'aalamiin. Wa iyyakum. Maturnuwun sanget. Pangestunipun mugi manfaat lan berkah.