Suara jangkrik memecah keheningan malam di Desa Karangjati, sebuah desa kecil di pinggir hutan yang terpencil. Lampu-lampu di rumah penduduk mulai padam satu per satu, menyisakan kegelapan yang hanya diterangi oleh sinar bulan. Namun, di rumah milik Pak Darto, seorang pria paruh baya yang tinggal bersama putrinya, Siska, suasana terasa berbeda.
“Pak, surat ini siapa yang kirim?” tanya Siska sambil memegang secarik kertas tua yang ditemukan di depan pintu.
Pak Darto mengernyitkan dahi. Surat itu tidak memiliki nama pengirim, hanya tertulis undangan untuk menghadiri sebuah acara di tengah hutan. “Aku nggak tahu. Nggak ada yang pernah ngirim surat ke sini,” jawabnya.
Namun, isi surat itu terlalu aneh untuk diabaikan. Ditulis dengan tinta merah yang mulai memudar, undangan itu mengarahkan mereka ke sebuah lokasi yang tak pernah mereka dengar sebelumnya.
“Jangan dipikirkan. Kita nggak kenal siapa-siapa yang tinggal di dalam hutan,” kata Pak Darto sambil menyimpan surat itu di laci. Tapi malam itu, perasaan gelisah mulai merayap di hati Siska.
Desa Karangjati terletak di perbatasan hutan lebat yang sering disebut penduduk sebagai "Hutan Larangan." Hutan ini memiliki reputasi menyeramkan. Banyak cerita tentang penduduk desa yang pernah hilang setelah masuk ke dalamnya. Namun, tidak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi.
Pak Darto, yang bekerja sebagai petani, adalah salah satu dari sedikit orang yang berani mendekati tepi hutan. Ia sering mencari kayu bakar di sana, tetapi tidak pernah berani masuk terlalu dalam.
“Pak, kenapa hutan itu disebut larangan?” tanya Siska suatu hari.
“Karena banyak yang hilang di sana. Konon, tempat itu dihuni makhluk halus. Kalau kamu dengar suara aneh atau melihat cahaya, jangan pernah mendekat,” jawab Pak Darto.
Namun, rasa ingin tahu Siska semakin besar. Apalagi setelah menerima surat undangan misterius itu.
Dua hari setelah surat pertama ditemukan, sebuah surat lain muncul di depan rumah mereka. Kali ini, surat itu lebih detail. Ada peta kecil yang menggambarkan jalur menuju hutan, dengan tanda "X" di sebuah lokasi tertentu.
“Pak, ini serius. Siapa yang ngirim surat ini?” Siska kembali bertanya.
Pak Darto mulai merasa tidak nyaman. “Aku nggak tahu, Siska. Tapi kita nggak boleh sembarangan pergi ke sana. Jangan main-main dengan hal seperti ini.”
Namun, malam itu, Siska merasa ada sesuatu yang memanggilnya. Suara pelan, seperti bisikan, terdengar dari arah hutan.
Siska memutuskan untuk pergi ke hutan bersama dua temannya, Lina dan Andi, meski ayahnya sudah melarang. Mereka penasaran dengan surat itu dan ingin membuktikan bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan.
Malam itu, mereka membawa senter dan mengikuti peta yang ada di surat. Jalur menuju hutan terasa berbeda, seperti tidak pernah ada sebelumnya. Pohon-pohon besar yang mereka lewati tampak seperti menutup jalan di belakang mereka, seolah-olah mereka terjebak di dalamnya.
“Lina, Andi, kalian lihat itu?” Siska menunjuk ke arah cahaya kecil yang berkedip di kejauhan.
“Itu apa? Kayak lampu,” jawab Andi sambil mencoba berjalan lebih cepat.
Cahaya itu memimpin mereka ke sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi pohon besar. Di tengah lapangan, ada sebuah meja panjang yang penuh dengan makanan, tetapi tidak ada seorang pun di sana.
“Ini apa? Kenapa ada meja di tengah hutan?” Lina bertanya dengan suara bergetar.
Meja itu dihias dengan kain putih dan lilin-lilin kecil yang menyala, menciptakan suasana aneh. Makanan di atas meja tampak segar, seolah baru saja disiapkan.
Namun, ketika mereka hendak mendekati meja itu, suara langkah kaki terdengar dari berbagai arah. Mereka berhenti, berusaha mencari asal suara, tetapi tidak ada siapa pun di sekitar
#ceritahorrorindonesia #ceritaseramindonesia #horrorstories #ceritamistery #mistis #penampakan #ghost #mitos #ceritamistis