SANGGAR KAYONAN
SANGGAR KAYONAN
  • 1
  • 132 286
BALEGANJUR “ KROTOK LAWE” SANGGAR KAYONAN – DUTA KABUPATEN KLUNGKUNG PESTA KESENIAN BALI 2023
Menerawang tapak jejak dharma yatra Dang Hyang Nirarta, bak sedang menyulam buih di atas renda pasir jaladi, menyusuri garis pantai di sepanjang jarak menuju purwaning Bali bangsul. Kala itu kiduling Klungkung di Desa Toh Jani yang sekarang bernama Tojan, dilanda wabah petaka merajalela, seperti akan memasuki masa wasana sarghakala surya pitu, seolah peradaban manusia saat itu akan berakhir. Tan ana dewata luminggeng kana, karena sepertinya tidak ada dewata yang berstana di tempat itu.
Adalah Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh, yang terus menjejakkan kaki dalam langkah dari Air Jeruk menuju Silayukti, terperangah dan terhenti pada sebuah titik, dimana seketika muncul gemuruh angin menyapuh membuncahkan air laut pasang menempias sampai ke tepian. Menghamburkan batu-batu dari dasar samudra menyembur tak beraturan. Sebuah batu terpental sendiri gelisah di kaki hyang maha muni dan bersuara “krotok - krotok”. Akhirnya dengan merapal mantra batu ini di pungut dan di stanakan di bibir pantai. Seketika wabah penyakit itupun sirna. Inilah cikal bakal awal berdirinya pura Watu Krotok, yang sekarang disebut Watu Klotok, sebagai sebuah tempat suci yang berfungsi sebagai penyucian penyapuh dasa mala melalui sirating toya segara dan juga mohon berkah kehidupan.
Kilas prosais cukilan kuttara Dewa Purana Bangsul dan Dwijendra Tatwa ini, menjadi inspirasi imajiner sang komposer didalam menata rangkaian gending baleganjur berjudul “KROTOK LAWE”. Krotok adalah suara yang keluar dari dalam sebuah batu, sedangkan Lawe berarti benang tukelan. Filosofi pemaknaan dua kata ini adalah niyasa bahwa lawenikang daksina bandaning anantaboga ring ksira mantana, pinaka ungguan tirta amerta Siwamba, Humilangaken kalengkaning Bhuwana Bumi Bangsul. Yang artinya bahwa benang tukelan pada daksina adalah pengikat bumi sebagai simbol sang anantaboga ketika di lautan susu, sebagai tempatnya tirta amerta, yang bisa menghilangkan kekotoran jagat Bali.
Kisah susastra inilah yang kemudian ditransformasikan ke dalam untaian gending baleganjur, dengan mengungkap semiotika pertanda gejala alam yang maha dahsyat. Lalu mencoba menawarkan aksentuasi dan artikulasi kecepatan serta kerumitan, terajut dalam melodi dalam harmoni dinamika dengan kekuatan teknik yang ditabuh renjana wadua dewa nada. Sebagai simbolik keadaan saat itu yang sangat mencekam. Tetapi kemudian motif agung sebagai prayascita presada kemuliaan juga menjadi penyeimbang. Dan akhirnya Krotok Lawe pun dipersembahkan.
Komposer : I Wayan Situbanda
Koreografer : Dewa Memet
Konseptor : I Dewa Gede Alit Saputra
Penyaji : Sanggar Kayona Desa Adat Kemoning, Kelurahan Semarapura Kelod Kecamatan _ Klungkung, Kabupaten Klungkung
Pimpinan : I Dewa Gede Alit Saputra
Переглядів: 132 344

Відео

КОМЕНТАРІ